Pegawai Rutan Kelas IIB Kupang Geruduk Kantor Kemenkumham NTT, Ini Pemicunya

  • Whatsapp

Kupang – Sejumlah Pegawai Rutan Kelas IIB Kupang menggeruduk Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) NTT pada Kamis (30/5/2024) sekitar pukul 09.20 Wita.

Peristiwa itu dipicu mutasi 48 pegawai yang dinilai tidak adil. Hendro Thome, salah satu pegawai Rutan menjelaskan awalnya mereka diduga terlibat dalam pungutan liar (pungli) di Rutan tersebut,. Namun, saat diperiksa, mereka tidak terbukti melakukan pungli.

Menurutnya, seharusnya mereka menjalani hukuman disiplin di kantor tersebut. Bila ada kesalahan lagi baru bisa dimutasi. “Secara pribadi, saya siap ditempatkan dimana saja, namanya ASN begitu sudah, tapi kami hanya butuh keadilan,” kata Hendro.

Hendro menambahkan saat pemeriksaan, ada sejumlah pegawai yang dinyatakan tidak bersalah tetapi ketika SK mutasi keluar, nama mereka juga muncul di dalamnya.

“Justru ada satu pegawai yang terbukti bersalah tapi tidak dimutasi. Makanya kami datang ke sini untuk minta keadilan ke Pak Kadivpas,” ungkapnya.

Pegawai lainnya, Jordi Pandie, mengaku kaget ketika namanya tercantum dalam SK mutasi itu. Padahal, kata Jordi, ia sama sekali tidak mengetahui masalah yang dilakukannya itu seperti apa.

“Saat itu saya di-BAP sebagai saksi tapi saya sama sekali tidak tahu hasilnya seperti apa. SK mutasi keluar saya kaget, saya ada masalah apa sebenarnya,” imbuhnya.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwilkumham, Maliki, mengatakan aksi protes dari sejumlah pegawainya itu berawal saat adanya pemberitaan mengenai pungli di Rutan Kelas IIB Kupang yang beredar beberapa waktu lalu.

Hal itu, Maliki berujar, berbuntut hingga adanya mutasi kepada 15 orang petugas yang diduga terlibat pungli yang didasari terbitnya SK Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM NTT, Marciana Dominika Djone dengan nomor W22-5429.KP.04.01 pada 28 Mei 2024.

“Pada SK tersebut terdapat 48 orang pegawai yang dimutasikan dengan 15 orang di antaranya adalah pegawai Rutan Kelas IIB Kupang yang sejak awal kasus pungli tersebut merebak telah mendapatkan ancaman akan dimutasikan oleh Marciana,” kata Maliki.

Maliki menjelaskan hasil pemeriksaan dari Kepala Rutan Kelas IIB Kupang, ada sejumlah pegawai terbukti dan ada yang tidak terbukti terlibat dalam pungli. Akhirnya para pegawai merasa dirugikan sehingga mendatangi kantot tersebut untuk mengadukan nasibnya tentang ketidakadilan dari keputusan yang ada.

“Saya akan menindaklanjuti dengan menyampaikan kepada ibu Kakanwil agar meninjau kembali SK yang sudah diterbitakan dan bila perlu dicabut kembali karena saya lihat tidak adanya rasa keadilan,” bebernya.

Maliki mengaku tak mempermasalahkan perihal aksi komplain dari sejumlah pegawai tersebut. Sebab, itu merupakan hak dari setiap pegawai bila merasa tidak adanya keadilan.

“Kalau melawan tentunya mereka punya landasan yang kuat terkait ketidakadilan. Makanya saya akan sampaikan lagi supaya teman-teman pagawai bisa bekerja dengan nyaman, tenang dan melayani masyarakat dengan baik karena kalau mereka risuh, diintimidasi dan diancama mau dipindahkan maka pasti mereka tidak tenang dalam bekerja,” imbuhnya.

Ketika ditanyakan mengenai munculnya SK tersebut, Maliki menegaskan bahwa dirinya tidak pernah dimintai pertimbangan dan koordinasi terkait kasus tersebut oleh Marciana Dominika Djone.

“Berdasarkan hasil BAP yang telah dilakukan oleh internal Rutan Kupang memutuskan untuk menindak petugas dengan hukuman disiplin ringan 12 orang, satunya mendapatkan hukuman dengan pemotongan tunkin 25 persen dan dan dua orang dinyatakan tidak terlibat,” ujarnya.

Dia menerangkan solusi yang tepat dan strategis dalam kasus itu adalah dengan perbaikan fasilitas layanan komunikasi dan pola pembinaan untuk warga binaan yang berpengaruh kuat pada sistem yang mendukung integritas, disiplin dan etos kerja para petugas. Hal itu akan menutup celah penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan baik oleh warga binaan maupun petugas.

“Punishment yang tidak tepat sasaran bisa jadi tidak memberikan efek jera. Kita harus pikirkan dampak psikologis yang terjadi pada terapan hukuman yang diberikan kepada petugas. Apalagi, sejak awal berdasarkan informasi yang saya terima 15 orang ini telah mendapatkan ancaman mutasi oleh Kakanwil,” ungkapnya.

Alangkah bijaksananya, kata Maliki, jika memberikan pembinaan kepada petugas harus terlebih dahulu kepada yang terbukti melakukan pelanggaran. Memberikan kewenangan kepada Kepala Rutan untuk menerapkan putusan hukuman untuk pegawainya terlebih dahulu.

“Warga binaan saja masih diberi kesempatan untuk dibina dengan jenis putusan hukuman yang berjenjang dan perlakuan manusiawi, lantas apakah petugas tidak boleh mendapatkan hak yang sama? Sebagai pemimpin, kita harus memiliki jiwa mengayomi dan memberikan sikap yang baik, elegan dan layak sebagai role model untuk seluruh jajaran. Tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan hukuman,” pungkasnya. (detik)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *