Kupang – Petugas dari Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang, Nusa Tenggara Timur terpaksa melepaskan tembakan ke udara untuk menghentikan kapal penyelundup manusia yang melarikan diri saat akan ditangkap.
Peristiwa itu tidak diketahui banyak orang karena terjadi di laut, tepatnya Teluk Kupang pada Rabu (8/5/2024) sekitar pukul 02.30 dini hari.
Hal itu disampaikan Plt Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono saat jumpa pers di Polda NTT, Senin (13/4). Jumpa pers dihadiri Kabid Humas Polda NTT Kombes Aryasandi, Direskrimum Polda NTT Kombes Patar Silalahi, dan Kepala Stasiun PSDKP Kupang Dwi Santoso Wibowo
Menurutnya, kejar-kejaran berlangsung sekitar satu jam melibatkan Unit Reaksi Cepat PSDKP mengunakan Kapal KKP Hiu Biru 04, sedangkan para penyelundup mengunakan kapal tanpa nama, namun memiliki lima mesin.
Sedangkan, KKP Hiu Biru 04, merupakan kapal yang dirancang untuk mengejar penyelundup. Jarak antara dua kapal ini saat dilakukan pengejaran sekitar dua mil. “Karena nggak berhenti-berhenti terpaksa kami keluarkan tembakan peringatan ke atas baru dia berhenti,” katanya.
Setelah ditangkap, para penumpang digeledah dan ditemukan 6 warga negara Cina dan 6 warga Indonesia asal Kabupaten Muna Barat dan Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Saat ini, 7 dari 12 orang tersebut telah ditetapkan sebagai di Polda NTT karena diketahui berusaha menyelundupkan 5 warga Cina lainnya ke Australia. Para tersangka yakni warga Cina bernama Jiang Xiao Jia, tidak memiliki paspor, juga diketahui sebagai pemilik kapal tersebut. Sedangkan enam WNI yang tersangka yakni Marwin, 51, Rudi Tastanm, 40, Abang, 32, Masir, 47, Jamaludin, 41, dan Bustang, 29.
Wakapolda NTT Brigjen Awi Setiyono mengatakan 6 warga Indonesia ini telah diberikan imbalan masing-masing Rp5 juta oleh Jiang Xiao Jia.
Sesuai perjanjian jika mereka berhasil menyelundupkan 5 warga Cina tersebut sampai Australia, diberi tambahan uang Rp50 juta.
Tujuh tersangka dikenai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, Pasal 120 ayat 1 dan 2 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun, dan paling lama 15 tahun penjara, dan denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp1,5 miliar. (gma)