ICW Putar Film Kisah Jurnalis Kota Kupang Telusuri Pengadaan Seragam Sekolah

  • Whatsapp
Pemutaran Film Pewarta Melawan Rasuah/Foto: lintasntt.com

Kupang – Indonesia Corruption Watch (ICW) bekerjasama dengan Watchdoc selesai memproduksi film pendek bertema “Pewarta Melawan Rasuah: Kolaborasi Jurnalis Melawan Korupsi”.

Film yang diproduksi pada 2021 ini berkisah mengenai kerja para jurnalis yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) dari berbagai media bekerja membongkar kasus dugaan korupsi

Di dalam film dokumenter ini ada dua kasus yang diinvestigasi yakni Pengadaan Reagen PCR oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pengadaan Pakaian Seragam Sekolah di Kota Kupang.

Film ini baru pertama diputar di Kota Kupang pada Kamis (2/9/2022) malam di salah satu hotel di Kota Kupang, yang dihadiri dan ditonton oleh ICW, anggota AJI Kota Kupang, Civil Society Organizations (CSO) serta mahasiswa dari Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Nusa Cendana. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk nonton bareng dan diskusi yang dipandu oleh Tamimah Ashilah dari ICW.

Diskusi menghadirkan narasumber dari ICW, Agus Sunaryanto, Ketua AJI Kupang Marthen Bana, Paul SinlaeloE dari PIAR NTT, Lydia Radja dari NTT Terkini, dan Victor Manbait dari Lakmas Cendana Wangi Timor Tengah Utara (TTU).

Agus Sunaryanto berharap film tersebut dapat menginspirasi jurnalis dan organisasi masyarakat sipil terus menjalin kerjasama membongkar persoalan kasus-kasus korupsi di daerah, termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan bentuk kekerasan lainnya.

Menurutnya, tanggungjawab seorang jurnalis tidak terbatas pada menulis berita dari lapangan tetapi juga mengungkap kasus-kasus yang terjadi di masyarakat. “Karena tentu tanggungjawab utama seorang jurnalis adalah mengabarkan informasi yang faktual yang bermanfaat bagi masyarakat untuk kepentingan keadilan sosial,” ujarnya.

Untuk itu, kolaborasi yang dilakukan jurnalis yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) yang sudah dibentuk di Kota Kupang sejak 2021, diharapkan tetap bergandengan tangan untuk mengawal proses demokratisasi, apalagi jelang pentas politik.

“Dalam situasi seperti itu, umumnya terjadi transaksi-transaksi politik yang biasanya berupaya mencari pendanaan politik. Ini yang harus diwaspadai karena dana APBD dimanfaatkan untuk kepentingan incumbent atau izin-izin alih fungsi lahan dan pemberdayaan diobral melalui pemilu. Biaya-biaya politik pemilu akan semakn besar, kalau tidak kita awasi, akan menghadapi situasi yang baik ke depannya,” ujar Agus Sunaryanto.

Ketua AJI Kupang Marthen Bana mengatakan, film tersebut diproduksi setelah ICW bersama AJI Kota Kupang menggelar Sekolah Antikorupsi (Sakti) pada 2021 yang diikuti jurnalis dari media mainstream, mahasiswa dan CSO. “Kami jurnalis menjalin kolaborasi dengan CSO yang bergerak dengan data, jurnalis dengan kemampuan menulis, bagaimana membangun cerita yang menarik untuk disampaikan kepada publik,” ujarnya.

AJI Kupang juga menyampaikan terima kasih kepada ICW karena telah mendidik jurnalis yang tergabung dalam KJI sehingga memiliki kemampuan investigasi yang baik, yang tentunya untuk membongkar berbagai kasus korupsi di daerah ini.

Adapun, Jurnalis NTT Terkini, Lidya Radjah memamparkan pengalamannya selama melakukan investigasi Pengadaan Pakaian Seragam Sekolah oleh Pemerintah Kota Kupang tersebut. Menurut Lidya, ia menerima teror dalam skala kecil selama kegiatan investigasi.

Sebagai jurnalis perempuan, Lydia mengaku melakukan investigasi sampai malam dan khawatir dengan keselamatan dirinya, apalagi karena investigasi indikasi korupsi adalah melawan penguasa. Namun ia tetap maju dan berhasil menyelesaikan liputan dengan baik. “Saya melakukan investigas sampai jam 10 malam, tetapi saya dibantu oleh beberapa jurnalis pria,” ujarnya.

Lydia memaparkan beberapa hasil liputannya sampai membuktikan pengadaan pakaian seragam tersebut secara umum tidak bermanfaat. Pasalnya, kegiatan itu dilakukan di masa pandemi covid-19 yang saat itu seluruh siswa belajar secara daring dari rumah, dan mereka tidak membutuhkan seragam sekolah.

Begitu juga soal harga pakaian seragam, setelah dicocokan dengan harga pakaian seragam dari sejumlah toko pakaian seragam sekolah di Kota Kupang, jauh berbeda. “Kalau kualitas kainnya sama,” kata Lidya. Atas keberhasilannya itu, Lydia dan jurnalis lainnya mendapat apresiasi tidak hanya dari ICW tetapi juga dari Majalah Tempo. (*/gma)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *