
Kupang—Lintasntt.com: Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kali ini gugatan dilayangkan tiga fraksi DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Fraksi Gabungan Keadilan dan Persatuan. Mereka mengajukan uji materi (judicial review) pasal 327 ayat 1 dan 2 yang mengatur pemilihan DPRD berdasarkan perolehan kursi terbanyak.
Dalam keterangan pers di DPRD NTT, Senin (13/10) tiga pimpinan fraksi tersebut menilai pemilihan pimpinan DPRD berdasarkan kursi terbanyak sesuai hasil Pemilu Legislatif 2014 sangat diskriminatif, dan melanggar prinsip keadilan, dan menghilangkan kesempatan dalam pengisian jabatan dan alat kelengkapan dewan.
“Pasal 327 itu merampas hak anggota DPRD untuk memilih dan dipilih. Perlu diketahui bahwa tidak ada kepala DPRD, tetapi ketua DPRD. Kalau ketua DPRD itu tidak ditetapkan, tetapi dipilih,” tegas Ketua Fraksi PKB Yucundianus Lepa.
Ia mengatakan UU MD2 bertentangan dengan UUD 1945 pasal 1 ayat 3, pasal 27 ayat 1, pasal 28C ayat 2, pasal 28D ayat 1, dan pasal 28D ayat 3. Lahirnya UU MD3 kata Dia, telah menimbulkan praktek-praktek politik yang menghilangkan hak konstitusional setiap anggota DPRD
Menurutnya model pengisian jabatan pada alat kelengkapan DPR dan DPRD yang berbeda sebagaimnana diatur dalam pasal 83 ayat 1 dan pasal 327 ayat 2 dan ayat 3 menunjukan adanya ketimpangan hukum dan sekaligus menegaskan bahwa UU itu dilahirkan oleh dinasti kekuasaan politik yang sama sekali tidak mempertimbangkan realitas politik budaya daerah.
Ketua Fraksi Gabungan Keadilan dan Persatuan Jefri Un Banunaek mengatakan pimpinan DPR dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam bentuk paket, sedangkan Pimpinan DPRD sudah ditentukan melalui undang-undang yakni partai politik yang memiliki kursi terbanyak di DPRD. Ini menunjukan diskriminasi hukum yang luar biasa terjadi pada sistem hukum di Indonesia. “UU MD3 itu juga harus berlaku universal yakni di pusat dan di daerah,” kata Dia.

Ia mengatakan gugatan tersebut sudah didaftarkan ke MK oleh tiga kuasa hukum yakni JLM and Partners yakni Muhammad Syukur, Alberth Hama, dan Roby Marpaung. “Saat ini kami menunggu register perkara dan jadwal sidang,” kata Dia.
Ketua Hanura Jimy Sianto menginginkan pemilihan pimpinan dewan di semua tingkatan sama yakni mulai dari DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota.
Seperti diberitakan, Partai Golkar sebagai peraih kursi terbanyak di DPRD NTT telah menetapkan Anwar Pua Geno sebagai ketua. Sesuai jadwal, Anwar akan dilantik sebagai ketua DPRD pada pekan ini. Selain itu, unjuk rasa penolakan Anwar sebagai ketua DPRD sudah berlangsung tiga kali.
Massa dari Forum Peduli Suara Rakyat (Forsa) terus mendesak Anwar digantikan oleh anggota DPRD lainnya dari Golkar karena dinilai tidak memiliki prestasi, serta minim pengalaman. Sesuai rencana, unjuk rasa penolakan Anwar dalam jumlah besar akan digelar kembali bertepatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2014. (gba/sumber:mediaindonesia)