Spirit Membangun Model Amfibi di Sabu Raijua

  • Whatsapp

PEMBANGUNAN di mana pun selalu berdampak positif bagi masyarakat di sekitar lokasi. Tidak terkecuali di Kabupaten Sabu Raijua.

Bukti paling nyata ialah pertumbuhan ekonomi daerah itu di awal pemekaran pada 2008 hanya 5,09 persen, melejit menjadi 6,62 persen hanya dalam tempo tiga tahun. Tak terkecuali pendapatan per kapita juga meningkat dari Rp1,6 juta menjadi Rp1,9 juta. Catatan itu menandakan roda pembangunan memang berputar.

Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome mengatakan pembangunan di daerah itu berpatokan pada tiga pilar yaitu ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Ketiganya saling terkait serta cocok untuk daerah baru seperti Sabu. Tiga pilar tersebut dibangun menggunakan model pendekatan yang dikenal dengan amfibi. Pendekatan ini bertolak dari spirit bahwa seluruh penduduk usia produktif harus punya pekerjaan yang pasti, di darat maupun di laut.

Warga boleh menjadi nelayan, akan tetapi mereka juga harus memiliki keterampilan sebagai petani. Tujuannya jika terjadi cuaca buruk di laut, nelayan bisa berganti profesi menjadi petani. Begitu sebaliknya. Jika terjadi bencana gagal panen, petani juga harus mampu menangkap ikan di laut. Jika ingin menjadi nelayan atau petani rumput laut, pemerintah beri bantu mendanai pelatihan dan pengadaan peralatan penunjang usaha.

Untuk memastikan seluruh program berjalan sesuai rencana, jarang bertemu Marten di kantor pada siang hari. Ia pergi ke desa-desa mengunjungi masyarakat dan baru pulang malam harinya. Kebiasaan itu sudah tekuni sejak terpilih menjadi bupati Sabu Raijua.

Ia minta warganya mengurungkan niat menjadi pegawai negeri sipil. Pekerjaan paling layak menurut Marten ialah berkecimpung di sektor non formal antara lain menjadi petani, nelayan, pengusaha bengkel, dan warung. “Kita siapkan benih kemudian buka lahan kebun baru dengantraktor milik pemerintah, setelah itu masyarakat tinggal manfaatkan lahan itu untuk menanam. Nantinya hasil menjadi hak penuh masyarakat,” katanya.

Saat ini pemerintah setempat telah melatih 120 pemuda untuk menguasai dunia otomotif sekaligus dibekali modal sebesar Rp15 juta per orang. Dari jumlah itu 100 sudah membangun bengkel. Jika satu bengkel menyerap tiga tenaga kerja, maka pengangguran sudah berkurang sebanyak 300 orang.  Puluhan calon nelayan juga menjalani pelatihan di luar daerah, sudah pulang ke Sabu dan telah menekuni profesi penuh sebagai nelayan.

Begitu juga dengan pembangunan di sektor lainnya seperti kehutanan. Puluhan ribu hektare lahan gersang, kini sudah ditanami berbagai jenis pohon seperti sengon, jati, dan mahoni sebagai bagian dari membangun hutan rakyat mandiri. Bidang lain yang juga terus digenjot antara lain pengrajin gerabah, tenun, pandai besi, dan kerajinan. “Saya tekankan kalau bicara pertanian hanya urus peningkatan produksi, dan itu urusan dinas pertanian. Urusan pasar itu bagiannya dinas perindustrian dan perdagangan. Harus ada keterkaitan antarsektor untuk menghindari munculnya ego sektoral,” tandasnya.

Marten mengatakan seluruh potensi di Sabu dan Raijua layak dikembangkan demi meningkatkan ekonomi rakyat. Karena itu ia tidak ingin nantinya masyarakat menjadi penonton atas keberhasilan warga pendatang karena mampu mengolah potensi yang ada. Orang Sabu harus memproduksi dan menjual sendiri hasil bumi dan lautnya. Spirit membangun seperti itu jarang ditemui di daerah lain.

Membayangkan dengan kondisi ketika masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Kupang, pembangunan di Sabu selalu tersendat. Bayangkan saja, feri yang melayari rute Kupang-Sabu hanya satu kali dalam sepekan. Bila laut bergelombang tinggi, praktis tidak ada kapal yang berani bertolak ke Sabu yang membuat wilayah itu seolah terisolir. Kondisi yang membuat puluhan pegawai negeri Kabupaten Kupang yang dimutasi ke Sabu di awal pemekaran, menolak berangkat. Saat ini operasional feri ditingkatkan dua kali seminggu. Sebuah kapal cepat juga sudah beroperasi melayari rute Kupang-Sabu dua kali dalam sepekan. Transportasi udara yang dulunya jarang, sekarang sudah lancar diterbangi pesawat milik Merpati dan Susi Air selama 45 menit.

Pemerintah daerah juga segera mengeluarkan peraturan daerah yang melarang ternak milik warga berkeliaran bebas di padang pengembalaan. Ternak harus tetap berada di kandang dan diberi pakan hijau. Kebijakan ini bertujuan ternak tidak merusak tanaman pertanian masyarakat, dan pepohonan di hutan rakyat mandiri. Menurut Marten masyarakat harus yakin dengan seluruh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. “Saya tidak akan tidur sebelum berpikir karena ide besar itu lahir lewat berpikir,” katanya. (GBA)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *