Pemerhati Kecam Media yang Buka Identitas Korban Kekerasan Seksual di Alor

  • Whatsapp
Ilustrasi

Kupang – Jaringan Antikekerasan Terhadap Perempuan dan Anak NTT mengecam keras sejumlah media yang melanggar kode etik jurnalistik dengan membuka identitas korban kekerasan seksual di Alor ke publik.

“Mengecam keras segala bentuk pemberitaan media yang melanggar kode etik jurnalistik dengan membeberkan identitas korban,” tulis Jaringan Antikekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yang dikutip dari pernyataan sikap yang dikeluarkan, Rabu (7/9/2022) malam.

Read More

Jaringan Antikekerasan Terhadap Perempuan dan Anak mengeluarkan 18 poin pernyataan sikap terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan SAS, oknum vikaris Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) yang bertugas di Alor.

Para pemerhati juga mendesak GMIT tidak hanya menangguhkan SAS dari status vikaris, tetapi mencoretnya dari daftar calon pendeta GMIT yang akan ditahbiskan.

Sebelumnya, SAS dilaporkan melakukan kekerasan seksual terhadap 6 remaja perempuan. Saat ini pelaku sudah menyerahkan diri ke Polres Alor untuk menjalani proses hukum. Kekerasan Seksual adalah pelanggaran HAM berat yang menimbulkan kerugian dan akibat yang serius bagi para korban secara fisik maupun psikis yang permanen dan berjangka panjang.

Selain itu, kekerasan seksual berupa pemerkosaan, eksploitasi seksual, dan kontrol seksual yang dilakukan oleh pelaku terhadap sejumlah remaja perempuan di Alor merupakan kejahatan luar biasa.

Poin lainnya yakni mendesak GMIT menginvestigasi dugaan kekerasan seksual yang dilakukan pendeta, vikaris dan staf gereja di lingkungan gereja dengan tetap memperhatikan asas praduga tak bersalah serta aktif melaporkan kepada polisi sesuai hukum yang berlaku.

Mereka juga mendesak GMIT menyediakan layanan pengaduan bagi korban kekerasan seksual yang pelakunya adalah pendeta, vikaris, pelayan, dan staf GMIT, mendesak GMIT membuat protokol pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, perempuan dan kelompok rentan dalam lingkup gereja GMIT, serta mengajak semua pihak untuk bekerja sama mendukung pemulihan korban dan mengawal proses hukum tanpa stigma dan diskriminasi. (*)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *