Pengacara Australia Kumpul Bukti Pencemaran Laut Timor

  • Whatsapp

KUPANG—LINTASNTT.COM: Dua pengacara asal Australia mengumpulkan bukti dan keterangan mengenai dampak pencemaran Laut Timor dari nelayan petani rumput laut di tiga kabupaten di Nusa Tenggara Timur mulai Kamis (15/8).

Dua pengacara itu yakni Greg Phelps dari  Australian Lawyers Alliance (ALA/Aliansi Seluruh Pengacara Australia) di Darwin, dan Emily Mitchell Price dari Kantor Pusat ALA di Sidney. Pengumpulkan bukti dilakukan di Kelurahan Oesapa, Kota Kupang kemudian dilanjutkan ke Desa Tablolong, Kecmatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang wilayah di ujung selatan Pulau Timor.

Pada Jumat (16/8) dua pengacara tersebut akan melanjutkan pengumpulan bukti pencemaran laut di Pulau Rote. “Bukti-bukti pencemaran laut ini akan dijadikan bahan untuk mensomasi pemerintah Australia dan perusahaan PTTEP Australasia. Jika mereka tidak menanggapi somasi dalam waktu dua pekan, akan ditingkatkan ke proses hukum di pengadilan,” kata Greg kepada wartawan.

Greg juga pengacara Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) serta kepala perwakilan yayasan ini Darwin. YPTB dipimpin Ferdi Tanoni yang selama ini kenal tanpa lelah berjuang agar kasus pencemaran laut Timor dituntaskan oleh pemerintah Indonesia dan Australia.

Pencemaran Laut Timor terjadi sejak 21 Agustus 2009 akibat meledaknya sumur minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor yang dikelola PTTEP Australasia, perusahaan asal Thailand. Sesuai temuan Penyelidik Montara bentukan Pemerintah Federal Australia luas perairan Laut Timor yang tercemar mencapai 90.000 kilometer persegi mencapai pesisir pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur.

Keduanya mewancarai masyarakat petani rumput laut mengenai kerugian yang ditimbulkan pascapencerman laut tersebut. Mereka juga mengumpulkan foto rumput laut yang rusak dan kondisi masyarakat. Sekretaris Desa Tablolong Mester  E Bessie mengatakan pada 2009 bertepatan dengan pencemaran laut Timor, produksi rumput laut di desa tersebut mencapai 247 ton. Namun pada 2010 setelah seluruh perairan tercemar, produksi rumput laut anjlok hingga 10 ton per tahun.

“Rumput laut yang berusia dua minggu, tiba-tiba berubah warna menjadi merah dan berguguran, Kami sudah berupaya dengan memberikan obat tapi sia-sia,” ujarnya. Sampai 2011, produksi rumput laut terus anjlok hingga 5 ton saja, dan pada 2012  turun lagi menjadi tiga ton. Akibatnya, kini 233 petani rumput laut di desa ini alih profesi menjadi nelayan dan buruh. “Hasil dari nelayan pun tidak seberapa karena ikan juga tidak banyak lagi seperti sebelum terjadi pencemaran laut,” jelasnya. (Sumber:Metrotvnews.com/Palce Amalo)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.

1 comment