YPTB Minta Seluruh Kerjasama Dengan Australia Ditinjau Ulang
Kupang–Langkah Pemerintah Indonesia menangguhkan sementara kerja sama militer bersama Australia terkait pelecahan terhadap Pancasila merupakan sikap benar dan tepat.
Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni mengatakan tindakan Australia tersebut sangat keterlaluan, dan hal-hal seperti ini bukan sesuatu yang baru,sudah sangat sering dilakukan baik oleh Pemerintah Australia secara langsung maupun tidak langsung kepada Pemerintah dan rakyat Indonesia terutama di Nusa Tenggara Timur.
Perlakuan buruk Australia terhadap Indonesia bukan saja terbatas pada militer, tetapi juga terhadap pemerintah, bangsa dan rakyat Indonesia serta kedaulatan NKRI.
“Sehubungan dengan itu, kami meminta Pemerintah Indonesia meninjau ulang seluruh kerjasama yang pernah dibuat dengan Australia, yang kebanyakan dari perjanjian-perjanjian masa lalu sudah tidak bisa digunakan lagi,”
kata Ferdi Tanoni kepada wartawan di Kupang, Kamis (5/7).
Mantan agen imigrasi Australia ini membeberkan sikap buruk dan licik Pemerintah Australia terhadap Indonesia antara lain menguasai Laut Timor, awalnya secara sepihak Australia menetapkan Zona Perikanan Australia
hingga hampir mencaplok Pulau Rote.
Kemudian secara sepihak pula Australia menetapkan Zona Perikanan Australia yang ditetapkan tersebut menjadi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Australia di Laut Timor dan Arafura.
Guna memperkuat pencaplokan kedaulatan Indonesia tersebut,Australia dengan segala daya liciknya mengajak Indonesia mebuat perjanjian RI-Australia pada tahun 1997 tentang ZEE dan batas-batas dasar Laut Tertentu di Laut Timor dan Arafura. Namun Perjanjian RI-Australia 1997 tersebut hingga saat ini belum diratifikasi kedua pemerintahan dan tidak mungkin bisa diratifikasi lagi.
Kendati begitu, perjanjian yang berisi 11 pasal ini dengan jelas menyatakan “Perjanjian ini baru mulai berlaku pada saat pertukaran piagam-piagam ratifikasi” kedua Negara.Tetapi Australia secara sepihak
pula mengklaim Gugusan Pulau Pasir sebagai Cagar Alam milik Australia.
Hal ini tentu saja ditolak rakyat Timor Barat dan NTT. Pasalnya selama ratusan tahun, sejak bangsa Australia belum ada, mereka sudah menjelajah dan mencari ikan di seputar Gugusan Pulau Pasir.
Akibat dari pada tindakan sepihak Australia ini.belasan ribu perahu nelayan tradisional Indonesia dijebak Australia kemudian dimusnahkan dan para nelayan Indonesia dihukum dan dipenjarakan.
Dan kasus pelecehan Australia yang terkini terhadap Pemerintah,bangsa dan rakyat Indonesia adalah Kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara 2009 yang terjadi di perairan Australia kemudian mencemari sekitar 90 pesen wilayah
perairan Indonesia di NTT,tetapi Australia melindungi perusahaan minyak asal Thailand PTTEP dengan menutupi kasus ini dan melarikan diri dari tanggung jawabnya.
Padahal antara Pemerintah RI-Australia memiliki Memorandum of Understanding (MoU) tentang “Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut”, akan tetapi Australia menolak untuk
menggunakan MoU ini guna menyelesaikan petaka tumpahan minyak Montara 2009
yang telah membunuh lebih 100.000 mata pencaharian rakyat miskin yang bermukim di pesisir NTT.
Dan masih banyak lagi,kasus pelecehan Australia terhadap bangsa Indonesia
dalam catatan kami,” tegas Tanoni.
Ironisnya, kata penulis buku “Skandal Laut Timor,Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta ini bahwa pejabat kita di Jakarta selalu saja dengan mudah mau menerima dan mempercayai permintaan dari Pemerintah
Australia dan melupakan berbagai insiden yang terjadi.
Kami tidak meminta Indonesia harus berperang dengan Australia,akan tetapi Jakarta harus bersikap tegas terhadap Canberra untuk melaksanakan berbagai kerjasama bilateral dengan Indonesia haruslah mengedepankan prinsip
kebenaran,kejujuran dan keadilan.Tanpa memiliki hubungan yang erat dengan Australia pun Indonesia tidak kiamat,” tegas nya
Sehubungan dengan insiden ini,kami meminta Presiden Jokowi membatalkan rencana kinjungan nya ke Australia,Pemerintah Indonesia harus meninjau kembali MoU 1974 di Laut Timor tentang hak-hak nelayan
tradisional,Perjanjian RI-Australia tahun 1997 dan Kerjasama Bidang kemaritman Indonesia-Australia tidak dilanjutkan hingga Australia melaksanakan tanggungjawab nya terhadap Petaka Tumpahan Minyak Montara
2009 di Laut Timor,” ujarnya. (siaran pers YPTB)