Kupang – Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Johni Asadoma, meminta kepala sekolah (Kepsek) SMA dan SMK Negeri di NTT untuk lebih mempertimbangkan kemampuan ekonomi orang tua siswa saat menetapkan besaran pungutan sekolah.
Permintaan ini disampaikan menyusul laporan Ombudsman NTT tentang berbagai temuan pungutan yang dinilai memberatkan orang tua siswa selama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2025.
Dalam rapat yang digelar Rabu (2/7/2025) di Ruang Rapat Gubernur NTT, Wagub Asadoma mempertanyakan pungutan sebesar Rp2.200.000 yang diterapkan di SMAN 5 Kupang. Kepsek SMAN 5, Veronika Wawo, menjelaskan bahwa pungutan tersebut telah disepakati bersama orang tua melalui rapat dan terdokumentasi dalam berita acara.
Namun, Wagub Asadoma meragukan kesetaraan persetujuan tersebut, mengingat perbedaan kemampuan ekonomi orang tua siswa. Ia khawatir orang tua dengan penghasilan rendah terpaksa menyetujui pungutan tersebut karena kebutuhan anaknya untuk bersekolah. Meskipun prosedur administrasi telah dipenuhi, Wagub Asadoma menekankan pentingnya aspek kemanusiaan dan keadilan dalam hal ini.
“Secara prosedural mungkin benar, secara aturan benar. Tapi kalau bicara soal manusiawi, ini mengusik perasaan publik,” tegas Wagub Asadoma.
Ia meminta Kepsek SMAN 5 untuk mendata latar belakang ekonomi orang tua siswa dan melaporkan hasilnya dalam waktu satu minggu. Wagub juga mendorong evaluasi dan rasionalisasi besaran pungutan agar lebih manusiawi dan sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Ambrosius Kodo, menjelaskan bahwa Permendikbud 75 Tahun 2016 memang memperbolehkan sekolah melakukan pungutan dengan pertimbangan komite sekolah. Namun, ia menekankan pentingnya kepantasan dan kewajaran besaran pungutan tersebut.
Wagub Asadoma menutup rapat dengan menekankan pentingnya empati dan pertimbangan kemampuan ekonomi orang tua siswa dalam menetapkan besaran pungutan sekolah. Ia berharap agar pungutan sekolah di masa mendatang lebih adil dan tidak memberatkan masyarakat. (*/gma)