Tragedi Montara di Laut Timor Sudah 13 Tahun, Australia Belum Bayar Ganti Rugi

  • Whatsapp
Foto-Foto: dok YPTB/lintantt.com

Kupang – Tragedi kemanusiaan dan lingkungan akibat ledakan di sumur migas Montara di Laut Timor tepat berusia 13 tahun pada Minggu (21/8).

Tragedi kemanusiaan dan lingkungan itu terjadi pada 21 Agustsus 2009 yang telah mencemari sekitar 90.000 kilometer persegi Laut Timor, dan telah pula membunuh lebih dari 100.000 masyarakat petani rumput laut dan nelayan di Nusa Tenggara Timur.

Read More

Pendapatan petani rumput laut dan nelayan di Laut Timor anjlok antara 50 % hingga 85%. Tragedi ini pula telah mengakibatkan banyak anak putus sekolah, timbul penyakit aneh hingga membawa kematian dan puluhan ribu hektare treumbu karang hancur dan dampak lainnyadi 13 kabupaten dan dan kota di NTT.

“Anehnya, sampai saa ini Pemerintah Australia hanya berdiam diri dan melepaskan tanggungjawabnya, ujar Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada wartawan, memperingati 13 Tahun Petaka Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor, Minggu.

Tanoni mengatakan, selama 13 tahun, pihaknya berjuang agar para para nelayan dan petani rumput laut menerima kompensasi yang layak, namun belum membuahkan hasil. Ada tujuh upaya yang dilakukan selama kurun waktu tersebut.

Menurut Ferdi, pasca kejadian tumpahan minyak ke laut, pihaknya terus melakukan berbagai upaya diplomasi dengan Pemerintah Indonesia dan Australia.

Pada 2016 tercatat hampir 16.000 petani rumput laut dari Kabupaten Kupang dan Rote Ndao mengajukan perkara Class Action di Pengadilan Federal Australia di Kota Sydney, kemudian pada 2018 Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membentuk Satuan Tugas Montara yang terdiri dari 6 orang yakni ketua dan anggota serta seorang sekretaris eksekutif.

Pada akhir 2019 YPTB menunjuk seorang pengacara dari Inggris yaitu Monica Feria-Tinta untuk membawa Petaka Tumpahan Minyak Montara ini ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Selanjutnya, pada 2021 Pengadilan Australia memenangkan nelayan dan petani rumput yang mengajukan gugatan class action tersebut, namun Menurut Ferdi, perusahaan pencemar Laut Timor PTTEP yang berkantor di Perth, Australia Barat, nyatakan banding atas putusan Pengadilan Federal Australia ini.

Pada tahun yang sama, enam komisi tentang hak asasi manusia dari PBB mengirim surat kepada Pemerintah Federal Australia-Indonesia-Thailand dan PTTEP di Bangkok untuk meninta pertanggung jawaban mereka, dan pada Mei 2021, dan PPTEP telah memberikan jawaban.

Selanjutnya, pada 1 April 2022, Ferdi yang juga anggota Satuan Tugas Montara didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Pak Luhut Binsar Pandjaitan mengadakan pertemuan jumpa pers di Kantor Kementerian Bidang Keamaritiman dan Investasi.

“Dalam pertemuan itu Pak Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan dengan tegas bahwa Presiden Republik Indonesia telah memberikan instruksi kepada nya untuk segera menyusun sebuah Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang ‘Optimalisasi Penanganan Dampak Tumpahan Minyak Montara’.Ditambahkan lagi bahwa Indonesia telah berjalan bersama rakyat terdampak di NTT dan “We Will Fight at All Cost’. Beliau meminta kami untuk terus berdoa, untuk itu kami sampaikan terima kasih kepada Pak Luhut dan Presiden Joko Widodo karena Peraturan Presiden ini sedang dalam proses penyelesaiannya,” kata Ferdi Tanoni.

Dia menambahkan simbol Indonesia dalam merayakan Hari Kemerdekan nya beberapa hari yang lalu adalah “Indonesia Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat”.

“Sebagai sesama anak Bangsa Indonesia, saya mohon dengan hormat kepada saudara dan saudari sebangsa dan se-Tanah Air bahwa kami tidak mau melihat kedaulatan NKRI ini tergadaikan atau digadaikan dan kami terus diejek-ejek,” tandasnya.

Menurut Ferdi, petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor ini harus diselesaikan saat ini, dalam kaitan nya dengan kerugian sosial dan ekonomi dan seluruh kerusakan lingkungan yang terjadi,tambahnya lagi.

Mantan Agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia ini kembali menegaskan bahwa kami rakyat Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah sangat menderita selama 13 tahun. “Karena itu, dengan segala keterbatasan, tetapi sudah melakukan yang terbaik bagi saudara dan saudari kami yang terkena dampak, dan melontarkan pertanyaan, ‘apakah kita sebagai bangsa Indonesia yang besar ini masih mencintai tanah air kita?,” katanya.

Ferdi minta pemerintah tidak membiarkan ratusan ribu rakyat Indonesia di NTT ini harus terus menderita selamanya akibat tumpahan minyak pada 2009 tersebut.

Menurut Ferdi, pencemaran Laut Timor ini adalah murni kesalahan Pemerintah Australia dan Korporasi PTTEP di Bangkok, namun ini masalah soal kemanusiaan dan lingkungan dan tidak ada kaitan nya dengan masalah politik dan diplomasi. “Tolong jangan buat pernyataan yang berkaitan dengan hubungan bilateral antarnegara dalam penyelesaian kasus Montara di Laut Timor ini,” tegasnya. (mi)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.

1 comment