Sentuhan Hery Dosinaen di Tanah Papua

  • Whatsapp
Hery Dosinane/Foto: Lintasntt.com

Jayapura—Belum banyak orang di Nusa Tenggara Timur mengenal Hery Dosinaen. Putra Adonara, Kabupaten Flores Timur ini mengabdi selama 23 tahun di pegunungan tengah Provinsi Papua. Waktu yang tidak singkat untuk sebuah pengabdian, sebelum ‘turun gunung’ dan kini menjadi sosok penting di pemerintah provinsi setempat.

Pada 13 Januari 2014, Hery yang ketika itu berusia 46 tahun, dilantik sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) oleh Gubernur Papua Lukas Enembe. Ia tercatat sebagai sekda termuda di Indonesia dengan golongan IV/E.

Jabatan yang disandang Hery tidak diperoleh begitu saja, tetapi melalui perjuangan berat. Ia memulai karir dari bawah di Kabupaten Paniai dan Kabupaten Puncak Jaya, wilayah dengan tekstur topografi yang begitu berat, kondisi masyarakat yang dependen terhadap pemimpin, dan isu-isu sekelompok masyarakat yang tetap berjuang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selama di pedalaman, ia tak lelah berjalan kaki menemui masyarakat dari satu kampung ke kampung lain. Karena letak perkampungan penduduk berjauhan, kadang ia butuh waktu lebih dari satu hari sebelum tiba di kampung berikutnya. Kondisi seperti itu yang membedakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan di Papua dengan daerah lain.

“Bagi kami yang bertugas di daerah pedalaman, beratnya sangat luar biasa,” ujarnya dalam wawancara di Jayapura, Kamis pekan lalu.

Hery Dosinanen dan Keluarga/Foto: Lintasntt.com
Hery Dosinanen dan Keluarga/Foto: Lintasntt.com

Sebenarnya setelah tamat Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas Bersubsidi Suryamandala pada 1986, Hery bercita-cita jadi dokter. Itu sebabnya, ia mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta sebagai pilihan pertama, dan pilihan kedua Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipil) Universitas Cendrawasih (Uncen), Papua.

Ternyata ia diterima di Uncen. Sejak itu, Hery remaja pindah ke Papua. Dua tahun menjadi mahasiswa Uncen, ia pindah kuliah ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Papua setelah lulus seleksi pada 1988. Prestasinya cemerlang membuat ia menjadi lulusan terbaik dan berhak menerima penghargaan Astrabata.

Ini baru awal dari keberhasilan. Sebab hari-hari selanjutnya ia akan memulai karir sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sesungguhnya dengan terjun ke wilayah yang jauh dari hiruk pikuk Kota Jayapura. “Saya menerima SK (Surat Keputusan) sebagai Kaur Pemerintahan di Kecamatan Ilaga, Kabupaten Paniai,” tuturnya.

Bayangkan, sebanyak 80,54% kabupaten seluas 18.104,63 kilometer persegi tersebut, memiliki ketinggian antara 1 000-3.000 meter di atas permukaan laut. Namun, Kota Enarotali yang menjadi pusat pemerintahan Paniai, terletak di pinggir Danau Paniai dengan panorama alam yang memesona.

Tidak lama bertugas di Ilaga, di akhir 1992, ia dimutasi menjadi Sekretaris Wilayah Kecamatan Ilaga. Itu pun hanya berlangsung dua tahun karena pada 1994, pria yang fasih sejumlah bahasa daerah Papua ini melanjutkan studinya di Jurusan Pemerintahan, Fisipol, UGM.

Tamat dari sana, Hery kembali ke Paniai dan menduduki jabatan Kasubag Diklat, selanjutnya menerima mandat sebagai Camat Mulia, Kabupaten Puncak Jaya pada 1998-1999.

Di kabupaten yang memiliki aneka jenis anggrek ini, karir Hery sebagai pegawai negeri terus menanjak. Selama 16 tahun di Puncak Jaya, ia berpindah-pindah jabatan mulai dari Kepala Distrik Mulia, Kabag Informasi dan Komunikasi, Asisten Bidang Pemerintahan, Pelaksana Tugas Sekretaris DPRD, dan terakhir Asisten Bidang Pemerintahan dan Desa.

Bekerja dengan Hati

Prestasi, dedikasi, dan pengabdian yang tulus membuat ia dipercayakan gubernur melaksanakan tugas yang lebih besar yaitu menjabat Sekda Papua tersebut.

Satu amanah dan perintah yang ia terima ialah melaksanakan dan menjabarkan visi dan misi gubernur dan wakil gubernur lewat peraturan daerah (Perda) atau peraturan gubernur (Pergub).

Hery Dosinaen/Foto: Lintasntt.com
Hery Dosinaen/Foto: Lintasntt.com

Akan tetapi, setumpuk prestasi dan pengalaman itu tidak membuat ia bangga. Baginya, ASN yang menduduki jabatan tertentu kemudian meluapkan ekspresinya secara berlebihan seperti angkuh, sombong dan egosentris, pejabat seperti itu kadang lupa tugas pokoknya sebagai pelayan.

“Paling utama yang saya tangkap dan gumuli selama bertugas sebagai aparatur sipil negara adalah melayani harus dengan hati. Karena itu saya ingatkan staf kerja dengan hati, jangan kerja karena orientasi tertentu,” katanya.

Prinsip ini harus ditanamkan di seluruh pegawai, mengingat banyak pegawi di pedalaman Papua diangkat karena pertimbangan politis. Bahkan, ada pegawai yang tidak memiliki ijasah. Begitu resmi menyandang status pegawai negeri, barulah mereka disekolahkan untuk mendapatkan ijasah.

Dulu di zaman orde baru, praktek seperti ini diberi nama ‘Operasi Koteka’ yaitu anak-anak kepala suku dan anak pendeta yang memiliki kemampuan dimasukan jadi pegawai, namun di zaman reformasi praktek seperti itu sudah ditinggalkan.

Bagi Dia, perekrutan pegawai seperti itu terjadi di seluruh Indonesia, lantaran pemerintah tidak mempunyai standar yang baik dalam perekrutan pegawai. Misalnya pegawai yang diterima mesti lulus sejumlah tahapan seleksi seperti tes tertulis dan tes psikologi. Dampaknya, penempatan pegawai pasti tidak sesuai latar belakang pendidikan pegawai tersebut.

Akan tetapi perlu diketahui, penempatan pegawai atas tekanan dari anggota tim sukses di desa-desa juga masih ada.
Tidak hanya di Papua, tetapi juga ada di tingkat kabupaten, provinsi, kementerian dan lembaga. “Saya sudah mengusulkan kenapa undang-undang melarang PNS ikut politik praktis, tetapi mereka memiliki hak pilih. Ini yang membuat PNS tidak independen,” tandasnya.

Ketua Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama) Pengda Papua ini tidak sependapat jika setiap pimpinan menerbitkan visi dan misi baru.

Geliat Kota Jayapura di Malam Hari/Foto: Lintasntt.com
Geliat Kota Jayapura di Malam Hari/Foto: Lintasntt.com

Seharusnya visa dan misi kepala daerah dibuat dalam jangka waktu lama misalnya untuk 100 tahun. Dengan demikian, pembangunan yang dilakukan kepala daerah berkesinambungan. Jangan sampai pemimpin baru mengeluarkan visi dan misi baru akan membuat konsep pembangunan yang sudah dibuat menjadi terputus.

“Konsep saya, silahkan menyampaikan apa yang ia (kepala daerah) mau lakukan, tetapi misi kita untuk pembangunan satu daerah harus betul fokus sehingga pembangunan tetap berkesinambungan,” tandasnya.

Kebijakan Fiskal

Menjabat Sekda dengan salah satu tugas pokok menyusun kebijakan pemerintah daerah, Hery juga menghadapi banyak tantangan. Terutama dalam mengemas regulasi yang berkorelasi dengan potensi alam, yang terkait Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua.

Namun di bawah kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal, terobosan demi terobosan terus dilakukan. Salah satunya melalui regulasi kebijakan fiskal daerah, kabupaten dan kota diberi kepercayaan mengatur dan mengelola sendiri keuangan mereka.

Asumsi dasarnya ialah bupati dan wali kota yang lebih memahami kondisi obyektif masyarakatnya. Mereka mempunyai masyarakat hukum, dan tentu rentang kendali pun menjadi lebih pendek. Kebijakan itu sudah berjalan selama tiga tahun terakhir.

Kebijakan lain seperti membenahi aset daerah dan sistem keuangan. Aset yang sudah saatnya dihapuskan, dihapus setelah ada persetujuan DPRD. Membentuk unit pengadaan, LPSE, dan membangun infrastruktur guna menunjang penyelenggaraan pemerintahan.

Sesuai data Dinas Pekerjaan Umum (PU), selama 2013 pembangunan jalan provinsi mencapai 7.791 kilometer (km), sedangkan pada 2014 sebanyak 1.452 km. Ruas jalan nasional yang dibangun pada tahun 2014 sepanjang 2.111 km, bertambah menjadi 2.637 km pada 2015. Adapun jembatan yang dibangun sampai 2015 mencapai 12.208 meter.

Sedangkan angka penduduk miskin pada Maret 2013 sebanyak 31,13% berkurang menjadi 28,17% pada Maret 2015.

Geliat perubahan ini selayaknya ciri pembangunan yang berkelanjutan, direkat lewat indikator terkait transparansi pelaksanaan pemerintahan yang hasilnya semakin membaik. sesuai laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kebijakan yang mereka tempuh membuahkan hasil. Jika pada 2013, Papua masih memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP), satu tahun setelah kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur, yakni 2014-2015 Papua sudah meraih opini tanpa pengecualian (WTP).

Bahkan dua instansi yakni Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) menerima penghargaan dari Ombudsman RI sebagai instansi dengan nilai tertinggi dalam kepatutan pelayanan publik.

Freeport/Foto: Rubrikjogja
Freeport/Foto: Rubrikjogja

Gugat Freeport

Satu gebrakan dari pemerintah Provinsi Papua saat ini yang kemudian membuka mata pemerintah pusat ialah menggugat PT Freeport.

Menurut penggemar olahraga tenis ini, PT Freeport yang sudah menambang perut bumi Papua sejak 1973, seolah-olah menjelma menjadi kekuatan luar biasa. “Kami melihat regulasi-regulasi yang selama ini dikeluarkan, ternyata ada kewajiban (Freeport) yang terbungkam karena ketidakmampuan pemerintah daerah untuk menelusurinya,” katanya.

PT Freeport ternyata tidak membayar pajak air permukaan yang sesuai perda yang dikeluarkan pada 2011 sebesar Rp10 per meter kubik. “Kami menuntut Freeport membayar pajak air permukaan sebesar Rp2,6 triliun dari 2011-2015. Sangatlah naif, pajak cuma dihitung Rp10,” ujarnya.

Tidak itu saja, pemerintah daerah juga menuntut satu meter kubik air permukaan dinaikkan menjadi Rp120.000 per meter kubik. Saat ini sidang kasus ini berlangsung di Pengadilan Pajak, Jakarta. Gugatan lain ialah pajak alat berat milik Freeport, termasuk alat berat di semua perusahaan di Papua.

“Kita melakukan pembenahan dengan membentuk regulasi-regulasi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD),” ujar Hery.

Soal UU Otonomi Khusus Papua, ia menyayangkan tidak ada Peraturan Pemerintah (PP) yang ter-break down UU tersebut, kecuali PP Nomo 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP).

Padahal pasal demi pasal dalam UU itu selalu diakhiri dengan kalimat ‘Akan diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya.’

Inilah yang membuat peraturan itu tetap terpresure oleh regulasi lainnya. Nah, selaku ketua tim asistensi untuk merevisi UU Otonomi Khusus, perjuangan Hery sangat berat karena mendapat tantangan yang begitu luar biasa dari berbagai pihak.

Seperti diketahui, ketika berbicara mengenai otonomi, kita harus berkoordinasi pada kewenangan, dan kewenangan bisa dilakukan jika ditunjang oleh regulasi. Menurutnya, sepanjang regulasi itu tersentralistik atau semua keputusan ada di pusat, kewenangan kita untuk mengatur daerah, termasuk potensi alam menjadi tereduksi.

“Ketika muncul seorang pemimpin yang berani, beridealisme kepada masyarakat, pasti ia dianggap penantang karena kepentingan pusat sangat besar,” ujarnya.

Meningkatkan Kulaitas SDM

Hery yang berbaur selama puluhan tahun bersama mayarakat di Kabupaten Puncak Jaya, memahami kondisi masyarakat mulai dari kehidupan sosial hingga pendidikan mereka.

Bagi Dia, langkah pertama yang dilakukan ialah memahami bahwa pemerintah ada di tengah masyarakat. “Dari situ barulah dibuat konsep agar masyarakat bisa mengenyam pendidikan terutama pendidikan di luar Papua,” ujarnya.

Menurutnya anak-anak pedalaman tidak mengenyam pendidikan umum seperti hukum, ekonomi, dan kedokteran, kecuali pendidikan agama yang dibawa para misionaris.

Universitas Cendrawasih/Foto: Kabar Mapegaa
Universitas Cendrawasih/Foto: Kabar Mapegaa

Pemerintah kemudian mengirim anak-anak asli Puncak Jaya untuk mengenyam di luar Papua dibiayai oleh dana otonomi khusus. Program ini berjalan lancar. Sampai saat ini sebanyak 1.700 anak dari Puncak Jaya mengenyam pendidikan mulai dari program sarjana, master hingga doktor di sejumlah negara.

Konsep ini kemudian diiikuti kabupaten lainnya. Mereka mengirim anak-anak berprestasi dan unggul ke sejumlah kota di Tanah Air termasuk di luar negeri. Konsep itu ia bawa hingga ke pemerintah provinsi dengan tujuan utama meningkatkan sumber daya manusia (SDM) Papua.

Nah, sejak 2013-2015, pemerintah Provinsi Papua sudah mengirim antara 700-1.000 anak studi di berbagai kota. Indeks Pembangunan Manusia (IMP) Papua pun meningkat dari 56,25 pada 2013 menjadi 57,75 pada 2014. “Saat ini yang harus ditingkatkan di Papua ialah pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur,” ujarnya.

Menurutnya, pembangunan Papua dibagi dalam lima wilayah adat yaitu Mamberamo Tami (Mamta), Saireri, Ha Anim, La Pago, dan Mee Pago. Pemerintah daerah membangun pendidikan menggunakan pola asrama bekerjasama dengan negara lain. Asrama ditempati anak-anak usia TK, SD, SMP, dan SMA dari lima wilayah adat tersebut melibatkan Majelis Rakyat Papua yang merupakan keterwakilan dari unsur agama, perempuan, dan budaya.

Hery mengatakan anak-anak dari kabupaten yang saling berdekatan akan disatukan dalam satu asrama. “Kita akan merekrut anak-anak yang memiliki kemampuan sehingga betul-betul terfokus,” ujarnya.

Adapun Hery yang memiliki nama lengkap Titus Emanuel Kelake Adopehan Hery Dosinaen ini telah menunjukkan hasil maksimal sekaligus pengalaman sebagai pelayan masyarakat untuk ditiru aparatur sipil negara di Papua maupun di daerah lain.

Namun, puluhan tahun di rantau, bagaimana kecintaannya terhadap kampung halaman? Adonara, Flores Timur dan Nusa Tenggara Timur? “Kampung halaman saya itulah hati saya. Di sana saya dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua saya,” ujarnya saat wawancara mendekati akhir di ruang kerjanya yang luas dan lapang.

Seperti kecintaannya terhadap Tanah Papua. Bagi Hery, di mana ia bertugas, ia pasti mencintai daerah itu. “Saya tetap siap bertugas sepanjang negara memberi kepercayaan melayani masyarakat di mana saja,” ujarnya. (gma/dari Papua).

Kota Jayapura, Provinsi Papua
Kota Jayapura, Provinsi Papua

Biodata

Nama : Titus Emanuel Kelake Adopehan Hery Dosinaen, S.IP.,M.KP
Tempat, Tanggal Lahir : Flores Timur, 4 Mei 1967
Alamat : Jl. Pepera No. 1 Angkasapura
Agama : Katolik
Pendidikan Terakhir : Magister Kebijakan Publik (S2)
Nama Isteri: Theresia Gin Sujiati
Nama Anak : Adrian Paanday Dosinaen, Maria Nadira
Dosinaen, Silvestra Innara Dani Dosinaen.

Pendidikan :

Sekolah Dasar Subsidi Leworere
II (Sekarang SD Inpres Nihaone) Tahun 1980,

Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama
Bersubsidi Phaladhya Tahun 1983,

Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas Bersubsidi
Suryamandala Tahun 1986Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Jayapura (Lulusan Terbaik) Tahun 1991Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (S1) Tahun 1997 Universitas CenderawasihJayapura (S2) Tahun 2015.

Riwayat Jabatan :

Kepala Urusan Pemerintahan Kecamatan Ilaga Kabupaten Paniai Tahun 1992

Sekretaris Wilayah Kecamatan Ilaga, Kabupaten Paniai Tahun 1993

Kepala Sub Bagian Diklat Bagian Kepegawaian Kabupaten
Puncak Jaya Tahun 1997,

Camat Mulia, Kabupaten Puncak Jaya Tahun 1999,

Kepala Distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2000,

Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi
Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2002,

Sekretaris DPRD Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2003

Asisten II Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2008

Plt. Sekretaris Daerah Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2010

Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi PapuaTahun 2013.

Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tahun
2013

Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tahun 2014 sampai sekarang

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.