Selamatkan Kami Dari Sampah

  • Whatsapp
 PEMBERSIHAN-Jemaat Imanuel Oesao Lingkungan Dilha'o melakukan pembersihan Bantaran Kali Oesao yang dipimpin oleh Ketua Pemuda Oesao,Gebriel Manu, pada 18 Mei 2014. Foto: Riflan Hayon
PEMBERSIHAN-Jemaat Imanuel Oesao,  Lingkungan Dilha’o, Kecamatan Kupang Timur 
memberihkan Bantaran Kali Oesao yang dipimpin Ketua Pemuda Oesao,Gebriel Manu, pada 18 Mei 2014. Foto: Riflan Hayon

Oleh :Riflan Hayon

AIR-nya jernih. Air mengalir tenang di tengah rindangan pepohonan yang tumbuh menghijau di tepian Kali Oesao. Kesejukan yang terpancar jelas menarik hati pengunjung. Kali Oesao menarik hati untuk dinikmati. Banyak pengjunjung betah berlama-lama menikmati asrinya suasana yang mempesona. Tapi, itu tinggal kenangan. Air yang jernih sudah tak tampak lagi. Sampah telah memenuhi Kali Oesao dan sudah tidak menyenangkan. Padahal, Kali Oesao menjadi tumpuan hidup warga untuk minum, mandi, dan mencuci .

Dari jauh, kali Oesao tampak begitu jernih. Sayangnya, kejernihan di kejauhan tak tampak ketika didekati. Kali sudah dipenuhi sampah. Kerusakan tak dapat terhindarkan dan kian parah, jika tanpa pencegahan dan keterlibatan aktif masyarakat.

Masyarakat sebenarnya tak ingin kali kebanggaannya punah. Upaya penyelamatan telah mulai diritis sekelompok kecil warga di Kelurahan Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di wilayah lingkungan selatan (Dilha’o). Jemaat Imanuel Oesao telah memulai upaya penyelamatan melalui bakti sosial (Baksos).

Bicara soal lingkungan, tentunya hal yang sangat muda diucapakan oleh siapa pun. Namun, untuk menjaga lingkungan baik darat, sungai, maupun laut, tidak semua orang memiliki kepedulian. Terkadang, hanya sebagian kecil orang saja yang melihat lingkungan sebagai kekayaan alam yang perlu dijaga.

Pelestarian lingkungan, sebenarnya adalah bagian tanggung jawab pemerintah daerah melalui program-program yang telah dianggarkan di dalam APBD. Tetapi, kadang pula masih diabaikan. Lihat saja, Pemerintah Kabupaten Kupang dalam upayanya melestarikan lingkungan, hanya fokus pada program pelestarian lingkungan darat melalui program “tanam paksa, paksa tanam “. Sementara di daerah aliran sungai maupun kali kecil masih diabaikan. Tidak ada program yang diarahkan ke sana.

Padahal, Kabupaten Kupang memiliki cukup banyak suangai dan kali kecil yang butuh diselamatkan. Namun, kepedulian menjaga sumber air yang tak kunjung habis tersebut tak terjamah. Sumber air dibiarkan dirusak oleh orang tak bertanggung jawab. Penggalian pasir maupun batu marak di daerah aliran sungai (DAS). Ironis memang. Pemerintah mendongkrak PAD melalui retribusi dengan merusak sungai dan kali. Tak hanya itu. Sungai dan kali kecil pun telah menjelma menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Sesuai data profil Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II menunjukkan, potensi dan prasarana sumber daya air B Kabupaten Kupang memiliki 10 sungai utama yakni Sungai Noel Mina, Fail, Siloto, Nole Muke, Loe Kuli,Le Kayubeluba, Noel Nunkurus, Noel Kapsali, Noel Amabai, dan Noel Oehani. Sedangkan untuk kali kecil khusus di wilayah Oesao terdapat tiga kali namun hanya satu kali saja yang merupakan kali hidup yang sumbernya dari aliran Kali Amarasi yakni Kali Oesao, sedangkan dua kali lainnya merupakan kali mati, yang hanya bisa mengalir saat pada musim hujan.

Kali Oesao sendiri selain sebagai sumber air bagi warga Oesao untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk mandi, mencuci, dan minum, juga dimanfaatkan petani untuk kebutuhan lahan pertanian.

Untuk menjaga sumber air warga ini, pemerintah baik tingkat atas hingga tingkat bawah (kelurahan) perlu melakukan suatu gebrakan untuk menjaga dan menggerakkan warga untuk melakukan pembersihan, sekaligus memasang tanda larang. Namun, respons pemerintah di tingkat sangat lemah. Hanya sebagian kecil atau kelompok yang memiliki kepedulian akan lingkungan yakni dari pihak gereja.

Kelompok Kecil Peduli Lingkungan

Bakti sosial penyelamatan lingkungan khususnya dibantaran kali Oesao dari sampah dilakukan oleh kelompok kecil.Bakti sosial ini mulai diprakarsai Ketua Pemuda Jemaat Imanuel Oesao, Gebriel Manu.Bakti sosial melibatkan semua warga yang berada di lingkungan /rayon Dilha’o. Bapak,ibu-ibu, pemuda, maupun anak-anak turun ke kali membersihan sampah di bantaran Kali Oesao.

“Ini hanya kepedulian kami masyarakat kecil dari Jemaat Imanuel Oesao di Rayon Dilha’o untuk selamatkan lingkungan,” kata Ketua Pemuda Kelurahan Oesao dan juga Ketua Pemuda Jemaat Imanuel Oesao, Gebriel Manu saat ditemui di sela-sela kegiatan pembersihan dilokasi bantaran Kali Oesao, 18 Mei 2014 lalu.

Tindakan kecil itu, kata dia, merupakan sebuah dorongan bagi warga Oesao pada umumnya yang sering mengunakan sumber air untuk minum, mencuci pakaian, dan mandi, untuk bisa menjaganya.

Menurutnya, kepedulian akan lingkungan khususnya bantaran Kali Oesao dikarenakan masih rendahnya kesadaran menjaga lingkungan. Selain itu, kebiasaan buruk warga serta pemilik rumah makan maupun kios yang membuang limbah di sungai, kian memperburuk kondisi sungai. Sampah telah memenuhi bantaran kali. Kali Oesao telah beralih fungsi menjadi TPA.

Bantaran kali ini memiliki panjang kurang lebih 76 kilometer (km). Kali ini menjadi satu-satunya kali yang ada di Oesao yang sumber airnya masih mengalir dari hulu hinggi bermuara ke laut.

“Kami tahu, langkah kecil ini tidak seberapa pengaruhnya untuk mengembalikan kondisi seperti semula, bersih dan jernih. Tapi, langkah ini setidaknya dapat membantu kestabilan lingkungan walaupun pada dasarnya kawasan tersebut sudah memasuki zona tidak aman untuk memenuhi kebutuhan air warga,” katanya.

Ia mengakui, Kali Oesao saat ini sudah sangat kotor. Sesuai standar kesehatan, airnya sudah tercemar sehingga sudah tidak layak konsumsi. Namun, bagi sebagian besar orang yang menjadikan Kali Oesao tempat sampah, tak pernah memikirkan nasib warga lain yang bersandar hidup dari sana.

“Kami berinisiatif sendiri untuk membersihkannya sewaktu-waktu tanpa menunggu bantuan dari pemerintah setempat yang sama sekali tidak ada kejelasan,” kata Gebriel .

Sampai saat ini, kata Gebriel, pemerintah dari struktur terendah hingga pemerintah daerah sendiripun tak punya program yang peduli daerah aliran sungai yang merupakan sumber air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mengingat di wilayah ini tidak ada sumber air dari Perusahan Daerah Air Minum ( PDAM) yang melayani warga Oesao.

Walaupun ada program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) maupun Proyek Pengembangan Air Tanah (PD2AT), namun itu pun kadang hanya sebatas pelayanan sementara. Selanjutnya penuh dengan alasan karena kerusakan mesin dan sebagainya, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan air bagi warga. Kali Oesao menjdi satu-satunya sumber air yang perlu dijaga dengan pembersihan secara rutin.
“Saya berpikir, bagaimana keadaan kali ini 20 atau 30 tahun mendatang. Lantas bagaimana dengan kondisi warga yang masih menggantungkan hidup padanya? Tidaklah suatu pekerjaan yang mudah bukan untuk menormalisasi kali agar menjadi bersih lagi?” tandasnya.

Kristofel Lolo, tokoh masyarakat Oesao mengatakan, daearah aliran sungai di bantaran kali Oesao jika tidak ada langkah pembersihan, akan berdampak buruk ke depan. Kemungkinan itu bahkan bisa lebih cepat terjadi bila seluruh pihak tidak mengurangi sampah yang sudah tercampur menjadi satu bersama lumpur di dalam air. Tidakan kecil Jemaat Imanuel Oesao adalah suatu upaya nyata menyelamatkan bantaran Kali Oesao.

Pembuangan sampah di DAS, kata Kristofel, sudah semakin tak terkendali dan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. Ia khawatir, suatu saat kali yang menjadi sumber air bagi warga tidak bisa dikomsumsi, karena airnya sudah tercemar. Meningkatnya aktivitas yang mendukung perkembangan wilayah dan penambahan jumlah penduduk akan semakin memperparah pencemaran.

“Pencemaran berasal dari hulu, tengah, dan hilir. Polusi air terparah terjadi di wilayah kami (hilir), sedangkan untuk wilayah tengah masih dikategorikan sedang, dan kawasan hulu relatif normal karena semua akan mengalir ke hilir. Tentunya kali kian hari kian memburuk, untuk itu alangkah lebih apiknya jika warga Oesao (tidak hanya warga bantaran kali ) senantiasa membantu menjaga keasrian Kali Oesao dimulai dari hal-hal kecil di sekitar demi terselamatkannya kali ini,” harapanya.
Ia menambahak, daerah aliran sungai yang dulunya cukup jernih namun karena banyak warga yang tidak peduli dengan membuang sampah terus menerus maka kondisi kejernihan kali sudah tidak jernih. Sampah banyak tengelam dan tercampur lumpur, sehingga tidak lagi menjadi kenangan.

“Ya walaupun sampai saat ini puing-puing sampah ogranik dan anorganik masih selalu dibuang di bantaran kali dari hulu,maupun bagian tengah hinga mengalir ke hilir, namun warga Oesao masih menjadikan sumber air ini untuk mandi, mencuci, dan minum, karena ini satu-satu sumber air ( kali hidup ) di Oesao,” katanya.

Walhi Beri Perhatian

Persoalan sampah di bantaran Kali Oesao yang telah mencemarkan lingkungan, ternyata mendapat perhatian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT. Ketua Walhi NTT, Herry Naif mengatakan, pada prinsipanya kebersihan merupakan hak asas, dan menjaga lingkungan merupakan peran semua orang. Namun, untuk menjaga lingkungan, tak lepas dari peran pemerintah daerah mulai dari tingkat atas hingga tingkatan paling bawah.

“Setahu saya, ada anggaran pelestarian lingkungan di Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan) Kabupaten Kupang, maka mereka harus serius mengurusnya dengan melakukan indetivikasi,” katanya.

Karena, sampah yang dibuang ke kali cukup banyak jenis, yakni sampah terurai dan sampah yang tidak mudah terurai yang dapat mempengaruhi kondisi air menjadi tercemar. Jika pemerintah tidak bisa mengurus, ia menyarankan agar dikontrakkan kepada pihak swasta.

Ia mengatakan, soal Kali Oesao yang dipenuhi sampah, peran pemerintah daerah sangat diperlukan. Pemerintah perlu memotivasi dan mendorong semua PNS untuk membersihkan lingkungan, terutama di sumber air yang ada, sehingga menjadi contoh bagi masyarakat.

“Untuk wilayah Oesao tidak ada tempat pembuangan sampah, sehingga masyarakat membuangnya di bantaran kali, maka pemerintah harus melakukan pemetaan,” katanya.

Selain itu, lanjut Herry, Pemerintah Kabupaten Kupang melalui Bapedalda perlu meningkatkan sosialisasi terkait pentingnya menjaga lingkungan hidup baik darat, maupun sungai di wilayah tersebut.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi NTT, Frederik Tielman pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang dipusatkan di Kabupaten Kupang pada 2 Mei 2014 lalu menekankan pentingnya perlindungan ekosistem pesisir dan pulau kecil dari dampak perubahan iklim oleh semua orang sesuai dengan porsinya masing masing. Peran itu mulai dari tingkat individu, lokal, lembaga, komunitas, regional, nasional, hingga tingkat global.

Kunci dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup, menurutnya, adalah peran peserta dari semua komponen masyarakat untuk selalu mengambil setiap kesempatan dalam mencari informasi, belajar, dan melakukan tindakan demi melindungi dan mengelola lingkungan hidup, seperti menyuarakan perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di NTT. *

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.