Renovasi Janggal Program Bedah Rumah Kota Kupang

  • Whatsapp
Kondisi Rumah Warga yang Direnovasi Pemkot Kupang/Foto: NTT terkini

Kupang – Rumah berukuran 7×7 meter terletak di RT002/RW001, Kelurahan Merdeka, Kecamatan Kota Lama tampak baru dibangun. Rumah dengan dua kamar tidur, ruang tamu dan satu toilet tersebut terlihat tanpa lantai semen plester, lantai rumah hanya berupa bekas semen kasar yang dirapikan.

Selain itu rumah tersebut tanpa adanya plafon bagian dalam dan luar rumah. Selain itu tidak adanya plester semen pada tembok  dalam maupun luar rumah. Pintu rumah sebagai akses masuk keluar setiap ruangan rumah tersebut, terbuat dari tripleks biasa yang dipasang pada bagian depan dan belakang dari bingkai kayu yang dibentuk menyerupai  pintu.

Sementara pada bagian dalam rumah yang tanpa adanya plafon membuat suasana dalam rumah terasa panas pada siang hari dan dingin saat malam hari. Selain itu terlihat jelas kabel kabel bergelantungan beradu dengan panasnya matahari yang menembus atap seng rumah tersebut.

Rumah itu ditinggali seorang janda, Sabrina Havihanny Soeek, 66 Tahun bersama dua orang anak dan cucunya.

Rumah itu tak layak huni. Pasalnya, pintu rumah tak bisa dikunci, sehingga saat malam daun pintu harus diganjal kayu atau batu agar tidak terbuka lebar sehingga orang asing tak bisa masuk ke rumah.

Selain pintu yang tak bisa ditutup, atap rumah tersebut juga menyisakan serbuk halus. Serbuk itu terhirup penghuni rumah. Akibatnya menimbulkan beberapa jenis penyakit pada anggota keluarga seperti batuk-batuk dan mata menjadi merah. Proses ini sudah berlangsung sejak mereka menempati rumah tersebut dari minggu ke dua bulan agustus tahun 2021.

Rumah Sabrina yang baru dibangun itu diketahui merupakan bantuan pemerintah Kota Kupang melalui Program Bedah Rumah pada tahun 2020. Data dinas perumahan rakyat dan kawasan permukiman kota kupang dalam dokumen perubahan anggaran tercantum program pengembangan perumahan dengan sub program rehabilitasi rumah tidak layak huni bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Dengan rincian perhitungan, volumenya sebanyak 500 unit dengan harga satuan Rp 10 juta dengan total anggaran Rp 5 Milliar. Setelah perubahan volumenya di hitung per paket dengan nilai yang bervariatif berdasarkan kontraktual unit price.

Sabrina harusnya senang dengan bantuan Bedah Rumah Pemkot Kupang itu.Namun dia kecewa dengan kualitas rumah yang dikerjakan yang jauh dari berkualitas dan layak. Karena walapun rumah sebelumnya terbilang kurang layak huni, namun dinilai masih lebih layak dari rumah dari hasil program bedah rumah ini. “Saya bukannya tidak tahu berterima kasih, tapi kondisi rumah ini membuat kami kecewa dan saya merasa tidak nyaman dengan rumah baru ini,” kata Sabriana Soeek saat diwawancarai 15 november 2021.

Berbeda dengan Sabrina yang menerima bantuan hanya senilai Rp 20 juta, Absalom Tameo, penerima bantuan rumah lainnya dengan nilai yang cukup fantastis yakni Rp80 juta. Karena rumah Absalom justru bukan dibedah, tapi dibangun baru dengan lokasi berbeda. Artinya, ia membangun rumah baru dari proyek ini.

Absalom bersama keluarga, awalnya tinggal di Kelurahan Oeba, Kota Kupang. Namun, setelah mendapat program bedah rumah dari Pemkot Kupang, alamat rumah mereka berpindah ke RT18/RW07 kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang.

“Kami sebelumnya tinggal dan Oeba, setelah dapat bantuan dan rumah jadi sekitar April 2021 baru tinggal disini,” kata Ani Tameo, anak Absalom yang ditemui dikediamannya.

Walaupun sebagai penerima rumah huni dengan nilai fantastis, namun rumah Absalom dengan ukuran 6×6 meter itu tidak diplester bagian luar dalam, hanya miliki 2 kamar tidur dan satu kamar mandi tanpa plafon, serta aliran listrik. Sehingga malam mereka harus gelap gulita.

Mereka pun berinisiatif menarik kabel listrik dari tetangga, sehingga bisa menerangi rumah bantuan Rp80 juta Pemkot Kupang itu. “Listrik, kami ambil dari tetangga yang jarak dengan rumah kami sekitar 500 meter, karena tidak ada akses tianglistrik” jelasnya.

Situasi berbeda dialami Kristofel Mbeo. Ia tidak pernah mengusulkan atau mengajukan untuk mendapat bantuan bedah rumah Pemkot Kupang. Namun dia terpilih sebagai salah satu penerima bantuan bedah rumah tersebut. “Saya memang tidak pernah mengajukan permohonan, tapi tiba-tiba beberapa orang datang dan mengaku tim yang akan mengerjakan rumah kami,” kata Christofel.

Sejumlah kejanggalan dari program bedah rumah Pemkot Kupang inimenjadi temuan Panitia Khusus (Pansus) Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Rata-rata penerima bantuan tidak sesuai dengan Peraturan daerah (Perda) yang ditetapkan bersama DPRD Kota Kupang.

“ditemukan bahwa mekanisme penggangaran sampai dengan pelaksanaan pembangunan tidak menunjukan asas keadilan dan kewajaran dalam besaran anggaran dan kualitas pekerjaan, untuk itu direkomendasikan kepada pemerintah untuk segera melakukan audit,” Hasil rekomendasi pansus DPRD.

Perda itu merupakan program rehabilitasi rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tahun anggaran 2020. Program ini dibahas dan disepakati anggaran sebesar Rp5 milliar dan di-refocusing menjadi Rp2,5 milliar dengan perincian kegiatan peningkatan kualitas rumah, dan alokasi anggaran setiap rumah sebesar Rp10 juta. Rencananya, penerima manfaat harusnya mencapai 250 rumah.

Dalam pelaksanaannya, anggaran tersebut dibagi dua dengan rincian, bedah rumah sebanyak 42 rumah dan peningkatan kualitas rumah sebanyak 30 rumah, sehingga totalnya hanya 72 rumah.Untuk peningkatan kualitas rumahpun ditemukan nilai bantuan yang bervariatif dari yang terendah sebesar Rp4 juta dan nilai tertinggi Rp12,9 juta.

Padahal sesuai yang disepakati dalam Perda bahwa bantuan hanya senilai Rp10 juta per rumah. Sedangkan pembangunan 42 rumah, tidak pernah dilakukan pembahasan di tingkat DPRD, mulai dari perencanaan, pengawasan, sehingga pembangunan rumah itu tidak miliki petunjuk teknis dan siapa penerima bantuan rumah tersebut, sehingga besaran bantuan bervariasi harganya antara Rp50 juta hingga Rp82,5 juta.

Sesuai hasil uji petik di beberapa lokasi pembangunan bedah rumah antara lain Penfui, Maulafa dan Manulai II di temukan bahwa mekanisme penganggaran sampai dengan pelaksanaan pembangunan tidak menunjukkan asas keadilan dan kewajaran dalam besaran anggaran dan kualitas pekerjaan. Untuk itu direkomendasikan kepada pemerintah segera melakukan audit internal melalui inspektorat daerah Kota Kupang terkait pelaksanaan perencanaan anggaran hingga pembangunan agar tidak berdampak hukum di kemudian hari.

“Saya tidak bisa katakan sekarang bahwa ada perbuatan melawan hukum, tetapi perlu adanya pemeriksaan lebih lanjut, karena patut diduga ada pelanggaran itu,” kata Ketua Pansus DPRD Kota Kupang, Tellend Daud.

Dalam dokumen Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota Kupang tahun anggaran 2020, tercatat rekomendasi pansus ditindaklanjuti dengan adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTT, terkait dengan pelaksanaan perancangan anggaran yang sebelumnya Rp10 juta berubah menjadi Rp50 juta per unit. Hal ini menjadi temuan kekurangan volume pada paket pengadaan kegiatan bedah rumah bagi MBR yang bersumber dari DAU, dan denda keterlambatan sebesar Rp23,1 juta dan tertib administrasi sejak perencanaan anggaran sampai dengan pelaksanaan kegiatan.

“Sesuai LKPj sudah seperti ini, hanya 42 penerima bedah rumah dan 30 penerima peningkatan kualitas rumah. Ini berbeda jauh dari target yang ada, sehingga kita merasa bahwa ada pelanggaran terhadap aturan dan pemanfaatan anggaran,” tambah Tellend.

Temuan lain BPK RI, yakni nomenklatur penggunaan anggaran bedah rumah tidak sesuai. Dimana nomenklatur yang digunakan adalah belanja modal untuk kegiatan bedah rumah bagi masyarakat atau hibah. Seharusnya nomenklaturnya belanja barang yang diserahkan ke masyarakat.

Diketahui bahwa penggunaan nomenklatur itu atas hasil diskusi bersama Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Benny Sain. Saat dikonfirmasi wartawan, Benny Sain mengaku program kerja pada dinasnya sudah sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Menurut dia, jika hanya rehabilitasi rumah senilai Rp10 juta untuk tiap rumah, maka nilai manfaatnya tidak nampak. Apalagi dengan kondisi rumah masyarakat yang tidak memungkinkan kalau hanya di rehabilitasi sehingga program bangun baru rumah juga dilaksanakan dengan nominal Rp50 juta.

Pelaksanaan program dengan besaran anggaran senilai Rp2,5 milliar tersebut dibagi dua. Yaitu bedah rumah sebanyak 42 rumah yang menelan anggaran sebesar Rp2,1 miliar lebih. Kedua adalah peningkatan kualitas rumah sebanyak 30 rumah yang menghabiskan anggaran senilai Rp306,7 juta. Total kedua proyek tersebut senilai Rp2,4 miliar lebih.

Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) DinasPRKP Kota Kupang tercantum nama program pengembangan perumahan dengan jenis kegiatan rehabilitasi rumah tidak layak huni bagi MBR dengan target kinerja 500 unit rumah dengan total Rp5 milliar. Namun dalam DPPA setelah dirasionaliasi sebesar Rp2,5 milliar, maka belanja modal  pengadaan rehabilitasi rumah bagi MBR berubah menjadi satuan paket tidak per unit.

“Proyek ini kita kerja sesuai kontrak unitprice, kalau nilainya variatif, karena memang bukan kerja di tanah lapang dan datar. Intinya kerja sesuai DPA, kalau rehab-rehab kecil itu tidak efektif, anggaran terbuang percuma,” tandas Benny Sain.

Dia menjelaskan, kesepakatan pola kerja berdasarkan kontrak harga satuan (unit price). Kontrak unit price mempunyai kelemahan dalam penentuan biaya total proyek secara pasti, karena hanya dapat diketahui setelah proyek selesai dikerjakan.

Ia beralasan menggunakan pola kontrak unit price karena lokasi pembangunan rumah baru bukan terpusat pada satu area atau tanah lapang terbuka yang datar. Tapi sesuai kondisi dan kontur rumah warga yang kondisi lokasi tanahnya miring, sehingga perlu urukan dan pondasinya berbeda.

“Intinya anggaran Rp50 juta, kita kerja senilai itu, kecuali jika anggaran Rp50 juta lalu kita kerja hanya Rp10 juta. Itu salah masuk bui (Penjara). Pemeriksaan BPK juga ada dan selesai, apalagi yang mau diragukan,” tutup Benny, via telepon.

Penelusuran Tim KJI NTT, melalui data LPSE Kota Kupang, proyek senilai Rp2,5 milliar diikuti oleh empat perusahaan  yakni CV Tuak Mandiri, Sinar Naga Mas, Kencana Sakti dan CVKurnia Sejati Utama, yang kemudian di menangkan oleh CV Kurnia Sejati Utama (KSU) milik Yacob Misa yang beralamat di Jalan Fatutuan RT03/RW06, Liliba, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, dengan nilai penawaran Rp2,4 milliar.

Kontraktor CV Kurnia Sejati Utama, Yakob Misa yang ditemui KJI dikediamannya, mengaku perusahaan itu miliknya, namun bukan dia yang mengerjakan proyek itu karena sakit. Ia memberi kuasa kepada direktur ke Evan Taneo yang juga temannya.

“Beta (saya) waktu itu sakit, jadi kawan yang maju pake perusahaan, memang beta sonde (tidak) bisa lagi karena sakit dan opname di rumah sakit. Jadi kuasa direkturnya om Even Taneo, dan pakai CV saya,” Yakob Misa membuka percakapan.

Saat ditemui, Evan Tane mengatakan pada tahun 2020 mereka mendapat pekerjaan 74 unit rumah dengan anggaran Rp2,5 milyar. Anggaran itu untuk membangun 42 unit rumah baru dengan alokasi Rp50 juta per rumah, dan sisanya 32 unit renovasi dengan anggaran bervariasi. Antara Rp1 juta hingga Rp8 juta. “Dana sebesar itu sudah termasuk PPN/PPH, biaya tukang (ongkos kerja) dan pembelian bahan bangunan rumah,” jelasnya.

Saat pelaksanaan di lapangan, lanjut dia, ada rumah yangukurannya tidak sesuai gambar, sehingga volumenya secara otomatis berkurang yang berimbas terhadap anggaran Rp50 juta tersebut.”Kalau volume berkurang berarti uangnya tidak sampai Rp50 juta lagi. Nah kelebihan daripada itu ada pekerjaan rehab untuk masyarakat yang rumahnya rusak, atau tidak layak. Ada yang ganti seng, pasang plafon dan plester serta lantai rabat untuk kekurangan,” jelasnya.

Dia mengaku proyek tersebut sudah dilakukan serah terima sementara pekerjaan (PHO), serah terima akhir pekerjaan (FHO) serta telah dilakukan audit oleh BPK, namun belum dibayarkan. Evan mengaku tidak mengetahui kendala apa sehingga belum dilunasi, padahal sudah masuk dalam DPA tahun 2022.Pekerjaan program bedah rumah tahun 2020 itu selesai dikerjakan pada Februari 2021, dan dilakukan PHO, FHO.

“Yang belum bayar itu seingat saya masih ada Rp500 juta. Waktu itu dari Inspektorat ada rekomendasi untuk denda keterlambatan dan pemeriksaan, tapi tidak tahu apa yang belum bayar,” ujar Evan.

Program bedah itu, katanya, dihitung volume harga satuan untuk 50 unit rumah. Namun kondisi rumah ada yang di gambar hanya 30 centimeter, berbeda di lokasi ada yang lebih tinggi, ada yang miring. “Misalnya ada penerima yang ukuran rumahnya kecil, akhirnya kami rehab, sehingga volumenya kurang, sehingga akumulasi dari volume kurang itu hitung sisa uang.

“Ya sudah tambah rumah lagi untuk plester, ada yang pasang plafon, ganti seng makannya membengkak sampai dengan 70-an rumah itu. Tapi nilai kontraknya tetap sama,” katanya.

Evan mengaku pekerjaan itu mengalami keterlambatan akibat adendum dan volume. Masyarakat penerima manfaat diberi 50 orang, namun setelah pengerjaan diketahui terjadi kekurangan volume. Sehingga diminta penambahan nama penerima manfaat karena masih ada sisa uang. “Kami minta nama penerima, tapi lama baru diberikan, sehingga waktu itu selesai pengerjaan di bulan Februari. Tapi saat itu dinas hitung denda dan baik dinas hanya hitung denda dari sisa pekerjaan itu saja,” ujarnya. (*/nttterkini)

 

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.