Kupang – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menyita total 5,15 ton beras selama dua bulan terakhir.
Beras yang disita terdiri dari 3,36 ton beras oplosan dan 1,79 ton beras premium berjamur serta berkutu.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTT, Kombes Hans Rachmatulloh Irawan, mengatakan, dua kasus ini mencerminkan masih adanya pelaku usaha yang mengabaikan standar mutu pangan dan memanfaatkan program pemerintah untuk keuntungan pribadi.
“Dua kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap distribusi dan mutu pangan. Kami akan menindak tegas setiap bentuk pelanggaran yang merugikan masyarakat,” kata Kombes Hans dalam jumpa pers di Mapolda NTT, Kamis (9/10/2025).
Dari dua kasus ini, polisi menetapkan dua tersangka yakni M, 36, ibu rumah tangga pelaku pengoplosan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), dan RA, 45, pimpinan ritel modern yang memperdagangkan beras premium berkutu. Keduanya belum ditahan.
Kepala Biro Operasi (Karoops) Polda NTT Kombes Joni Afrizal Syarifuddin menambahkan, langkah tegas tersebut merupakan bagian dari komitmen Polda NTT dalam mendukung program pangan murah pemerintah dan menjaga stabilitas ketahanan pangan di daerah.
“Langkah tegas ini kami lakukan untuk melindungi hak konsumen dan memastikan kualitas serta keamanan bahan pangan yang beredar di masyarakat. Penegakan hukum ini diharapkan memberi efek jera dan menjadi peringatan bagi pelaku usaha lainnya,” ujar Joni Afrizal.
Untuk kasus beras oplosan, tersangka M mengoplos 8 karung Beras SPHP masing-masing ukuran 5 kilogram menjadi satu karung beras cap Cap Jeruk ukuran 40 kilogram.
Dalam kasus pertama ini, M mengoplos beras SPHP milik Bulog itu di kios beras miliknya dia area Pasar Inpres Kupang, dengan cara mengganti kemasannya menjadi beras merek Cap Jeruk untuk dijual lebih mahal. Saat ini, lokasi tersebut sudah diberi garis polisi.
Adapun harrga beras Cap Jeruk mencapai Rp13.000 per kilogram, sementara harga beras SPHP hanya Rp11.300 per kilogram.
Hasil penyelidikan menyebutkan, tersangka diketahui sudah menjual sebagian beras SPHP yang diambil dari Bulog.
“Tersangka membeli beras SPHP yang seharusnya dijual terbatas, lalu memindahkannya ke karung beras merek ‘Jeruk’ agar bisa dipasarkan bebas tanpa batasan kuota. Dengan begitu, pelaku bisa menjual lebih banyak dan meraih keuntungan pribadi,” jelas Kombes Hans.
Sedangkan barang bukti yang diamankan terdiri dari 2,615 ton beras Cap Jeruk, 149 karung beras SPHP kemasan 5 kg (750 kg), 111 karung kosong SPHP, 18 karung kosong Cap Jeruk, satu mesin jahit karung merek Newlong, pisau cutter, benang jahit, dan dokumen perizinan usaha.
Tersangka M dijerat Pasal 62 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 1huruf e UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman lima tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.
“Modus ini jelas merugikan masyarakat dan mencederai kebijakan pemerintah dalam menjaga harga pangan tetap stabil,” tegas Hans.
Beras Berjamur dan Berkutu
Untuk kasus beras berjamur dan berkutu, ritel moderen ini memperdagangkan beras premium merek Topi Koki dalam kondisi berjamur dan berkutu, tanpa pemberitahuan tentang kondisi cacat barang.
“Dari hasil pemeriksaan, beras yang diklaim premium justru berisi kutu dan berjamur. Ini jelas melanggar hak konsumen dan membahayakan kesehatan masyarakat,” ungkap Hans.
Dari lokasi ritel tersebut, polisi menyita 1,79 ton beras Topi Koki dalam berbagai ukuran kemasan 5 kg, 10 kg, dan 20 kg, serta dokumen jual beli, Nomor Induk Berusaha (NIB), surat pengiriman, faktur barang, dan struk transaksi.
RA dijerat Pasal 62 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 2 UU Perlindungan Konsumen karena memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar tanpa informasi yang benar kepada konsumen.
“Harusnya produk premium berada di atas standar mutu, tetapi faktanya justru di bawah standar. Karena itu, kami lakukan tindakan tegas terhadap pihak ritel yang lalai,”ujarnya.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novita Chandra mengatakan kepolisian akan menindak tegas setiap pelaku usaha yang merugikan masyarakat dan tidak mendukung kebijakan pangan murah pemerintah.
“Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Mari bersama-sama mendukung program pangan murah pemerintah demi kesejahteraan masyarakat,” ujannya.
Polda NTT Tegaskan Komitmen Jaga Keamanan Pangan
Polda NTT menegaskan akan terus memperkuat pengawasan terhadap distribusi pangan di wilayahnya untuk mencegah praktik curang yang merugikan masyarakat.
“Program pangan murah merupakan bagian dari kebijakan Presiden yang harus dijaga bersama. Tidak boleh ada oknum yang memanfaatkan program ini untuk keuntungan pribadi,” pungkas Kombes Hans Rachmatulloh Irawan.
Dengan dua kasus ini, total 5,15 ton beras berhasil diamankan polisi, terdiri atas beras oplosan SPHP dan beras premium berjamur serta berkutu.
Polda NTT berkomitmen menindak tegas setiap bentuk pelanggaran demi menjaga keamanan pangan dan kepercayaan masyarakat terhadap produk yang beredar di pasaran. (gma)














