Jakarta–Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengatakan kasus pencemaran Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada 21 Agustus 2009, bukan saja persoalan masyarakat dan pemerintah Nusa Tenggara Timur, melainkan masalah bangsa Indonesia.
“Kasus ini seharusnya dijadikan sebuah Yurisprudensi bagi bangsa ini guna mengantisipasi kejadian serupa di kemudian hari mengingat begitu banyak anjungan minyak dan gas yang bertebaran di seluruh wilayah perairan Indonesia,” kata Dorodjatun di Jakarta, Rabu (11/1) saat bertemu Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni bersama Frans Padak Demon. .
Dorodjatun dan Ferdi bertemu untuk membahas kasus pencemaran laut Timor yang sudah berlangsung selama tujuh tahun tersebut, namun belum juga membuahkan hasil. Di sisi lain, ribuan warga NTT terutama nelayan dan petani rumput laut menderita kerugian akibat pencemaran.
Ferdi mengatakan sebanyak 13.000 nelayan dan petani rumput laut yang menjadi korban pencemaran Laut Timor telah menggugat PTTEP Australasia secara ‘class action’ di Pengadilan Federal Australia di Sydney sejak 2016. Sampai Januari 2017 sidang kasus ini masih berlangsung.
PTTEP Australasia asal Thailand adalah perusahaan yang bertanggungjawab atas masalah kemanusiaan yang timbul akibat musibah tersebut.
“Begitu banyak penyakit aneh yang diderita oleh masyarakat pesisir di kepulauan NTT, usaha budidaya rumput laut yang menjadi salah satu mata pencaharian rakyat pesisir NTT juga mengalami kehancuran akibat wilayah perairan budidaya sudah terkontaminasi dengan minyak serta zat beracun lainnya,” ujarnya.
Seusai pertemuan, Dorodjatun mengatakan persoalan pencemaran minyak di Laut Timor perlu segera dituntaskan, dan harus pula dijadikan yurisprudensi bagi bangsa Indonesia guna mengantisipasi kejadian serupa di kemudian hari.
“Belum lagi kapal-kapal tanker yang berseliweran dengan mengangkut bahan minyak dan gas serta kapal-kapal selam yang membawa bahan nuklir melintasi tiga kawasan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) di mana salah satu dari tiga ALKI tersebut yakni ALKI III berada di kepulauan Nusa Tenggara Timur,” katanya. (sumber: media indonesia/palce)