Papua Berdarah Lagi, Dua Orang Tewas

  • Whatsapp
Natalius Pigai, Mantan Komisioner Komnas HAM

Jakarta– Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengecam peristiwa penikaman, penembakan, penganiayaan dan pembunuhan di Manokwari pada 26 Oktober 2016 yang menelan tujuh korban.

Meraka warga papua tidak berdosa. Dua orang di antaranya meninggal dan sisanya kritis dan luka-luka. Satu korban tewas bernama Vigal Pauspaus Fakfak. Ia tewas dengan kondisi mengenaskan.

Read More

Kemudian aparat mengeluarkan tembakan yang mengakibatkan tewasnya satu warga setempat bernama
Onesimus Rumayom, 40 tahun dan beberapa warga sipil lainnya yang luka parah dan kini sedang dirawat di RS Angkat Laut Fasharkan Manokwari. Jenasah berada di rumah sakit AL Manokwari.

Sedangkan lima korban luka tembak atas nama Erik Inggabouw (18 tahun) ditembak di leher, Tinus urbinas (38 tahun) ditembak di tangan.

“Kami minta proses hukum terhadap pelaku harus dilaksanakan secara transparan dan objektif. Salah satu faktor utama pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) secara terus-menerus di Papua karena Presiden Jokowi tidak pernah menyinggung satu kata pun tentang kondisi HAM Papua,” ujarnya lewat siaran pers yang diterima Lintasntt.com, Kamis (27/10).

Natalis Jokowi harus merespon seluruh kasus-kasus pelanggaran HAM mulai dari pelanggaran HAM masa lalu, konflik agraria, hingga kebebasan berekspresi.

Menurut Natalis, pada 11 Desember 2015, Jokowi menyampaikan sejumlah pesan penanganan masalah HAM di hadapan menteri kabinet kerja, pemimpin lembaga negara seperti Komnas HAM, gubernur, walikota, sampai pegiat HAM, Namun sangat disayangkan karena tidak satu kata pun Presiden menyinggung tentang kondisi HAM di Papua.

Hal itu menurut Natalis, menunjukkan Presiden sengaja membiarkan pelanggaran HAM di Papua dan dapat dikategorikan sebagai pembiaran (by ommision). Apalagi selama dua 2 tahun kepemimpinan Jokowi berbagai catatan kelam Tentang HAM di Papua.

“Hari ini kita menyaksikan orang-orang tidak berdosa di Manokwari bercucuran darah di atas tanah leluhur mereka, beberapa waktu lalu kita juga menyaksikan 60 orang anak Indonesia Kabupaten Nduga di Papua meninggal secara misterius,” ujarnya.

Sementara itu, sejak dua tahun lalu di pemerintahan Jokowi, Indonesia, bahkan dunia diguncang pelanggaran HAM Berat dengan menewaskan empat orang siswa dan 17 anak ldibawah umur luka-lula pada 8 Desember 2014.

Begitu pula beberapa kekerasan negara yang juga menewaskan warga Papua dalam jumlah banyak seperti kasus penembakan dan pembunuhan para aktivis di Kabupaten Yahukimo yang diduga dilakukan oleh aparat Brimob pada 20 Maret 2015. Kasus penembakan di Kabupaten Dogiyai pada 25 Juni 2015, ‎menewaskan 1 orang dan 11 lainnya luka-luka di Kabupaten Tolikara pada 17 Juli 2015.

Lalu kasus penembakan di Kabupaten Timika pada 28 Agustus 2015 menewaskan dua orang dan enam lainnya luka-luka, bahkan sebanyak 18 orang meninggal di Jayanti Timika.

“Kita juga menyaksikan dalam bulan April dan Mei dua orang Papua ditahan, demikian pula bukan Juli dan Agustus lebih dari 2.000 orang ditangkap dan ditahan, Hampir setiap minggu orang orang Papua meninggal karena kekerasan negara di Papua. Ada tangisan, rintian, ratapan dan penderitaan saban hari tanpa henti.

Hasil pantauan situasi HAM di Papua lebih dari 5.000 orang yang ditangkap dan dianiaya dan disiksa dan dibunuh dibawah kepemimpinan Jokowi.

“Pasar mama mama yang semula digembar gemborkan Jokowi sampai hari ini tidak ada realisasi, sampai mama Papua mau demo di istana, bahkan pimpinan solidaritas Pasar Mama meninggal secara misterius setelah mendapat pesan singkat (sms) ancaman, adanya diskriminasi terhadap orang asli Papua dalam politik seperti MRP Papua menolak DPR Provisi Papua barat yang mayoritas orang pendatang, dan salah satu kejahatan Jokowi adalah penghancuran lembaga adat Papua dengan merekayasa lembaga adat baru dibawah bentukan Kemendagri,” kata Natalius Pigai.

Begitu di kasus Freeport. Menurut Dia, kasus di Freeport merupakan pengejawantahan penderitaan Rakyat Papua.

“Sebagai komisioner Komnas HAM, Saya ingin sampaikan hanya dalam dua tahun Jokowi kami menduga telah terjadi “kejahatan Paripurna di Papua”. Semua ini adalah memori buruk dan ingatan akan trauma dan tragedi yang justru menambah ketidakharmonisan Jakarta dan Papua bahkan mengancam labilitas integrasi politik,” ujarnya.

Oleh karena itu, Dia minta Presiden memiliki kompetensi manajemen pertahanan dan keamanan, sehingga mengambil langkah konkret untuk melakukan perbaikan secara signifikan untuk menciptakan Tanah Papua damai,

“Dialog untuk perdamaian, desekuritisasi, dan melaksanakan pembangunan berbasis HAM,” tegas Natalius. (Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.