Kupang – Pasangan calon (Paslon) bupati – wakil bupati Kupang tahun 2024 bernomor urut 4 (Yosep Lede – Aurum Titu Eki) atau Paket Gemoy melaporkan Meidelzet Adolof Amtiran, warga Kecamatan Amarasi Barat ke Bawaslu atas dugaan mengacaukan pelaksanaan kampanye paket tersebut di lapangan bola kaki Koro-koro, Kelurahan Teunbaun, Amarasi Barat, 17 November 2024.
Laporan tersebut sementara berproses di sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu di Kantor Bawaslu Kupang.
Adolof Amtiran sudah dimintai klarifikasi oleh pihak Gakumdu (Bawaslu, Polisi, Jaksa) pada Sabtu (23/11) siang.
Sikap paket Gemoy terhadap Adolof Amtiran memantik rasa kecewa dan sakit hati dari Okto Amnifu, warga Merbaun-Amarasi barat dan Melky Tanehe, orang Amarasi yang bermukim di Kupang timur, kabupaten Kupang.
Okto Amnifu kepada lintasntt.com, Minggu (24/11) malam menyampaikan sebagai orang Amarasi ia menyayangkan kejadian di lapangan Koro-koro tersebut bisa dibawa ke ranah hukum oleh paket Gemoy.
Ia mengaku kecewa dengan sikap paket Gemoy tersebut karena menurutnya, persoalan yang terjadi terkesan sepele yang bisa diselesaikan secara baik-baik sehingga tidak mengganggu hubungan persaudaraan diantara warga setempat. Dengan Adolof Amtiran diproses hukum dikuatirkan akan berdampak ke hubungan sosial warga setempat.
“Sebagai orang Amarasi saya kecewa, itu masalah sepele bisa diselesaikan baik-baik tapi justeru dibawa sampai proses hukum. Jadi seperti dibesar-besarkan. Memang ini adalah hak paket Gemoy tapi kalau seperti ini saya kuatir dampaknya bisa merusak hubungan sosial masyarakat,” kata Okto Amnifu.
Ia berharap pihak Gakumdu mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan dalam memproses laporan paket Gemoy tersebut.
“Kami di Amarasi ini keluarga semua, saya tidak mau politik di pilkada ini merusak hubungan kekeluargaan masyarakat di sini. Saya harap pihak Gakumdu mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan ini,” katanya.
Terpisah Melky Tanehe mengatakan sikap paket Gemoy tersebut dirasa berlebihan dan itu melukai perasaannya sebagai orang Amarasi.
“Yang dilaporkan itu Adolof Amtiran tapi sebagai orang Amarasi saya kecewa dan sakit hati. Satu sakit,semua sakit itu prinsip saya sebagai orang Amarasi,” katanya.
Melky Tanehe mengatakan sebagai sesama orang Amarasi ia bersama saudara dan kenalannya akan mendampingi, memberikan penguatan psikologi kepada Adolof Amtiran dalam menghadapi proses di Gakumdu tersebut.
Adolof Amtiran yang dihubungi mengatakan persoalan tersebut muncul pada tanggal 17 November 2024 saat paket Gemoy berkampanye di lapangan Koro-koro, kelurahan Teunbaun, sekitar jam 4 sore.
Saat itu, sebagai panitia turnamen sepakbola, ia mendatangi lokasi kampanye tersebut untuk memastikan penggunaan sejumlah fasilitas kegiatan sepak bola di lapangan itu yang diduga digunakan paket Gemoy dalam kampanye tersebut. Lapangan tersebut baru saja selesai digunakan sebagai tempat kegiatan turnamen sepak bola yang ditutup pegelarannya tanggal 15 November 2024.
Di lokasi itu kata Adolof ia melihat ada tenda panitia sepak bola yang digunakan sebagai tempat berlindung sejumlah massa kampanye paket Gemoy. Ada juga tiang gawang lapangan yang terpasang baliho Gemoy.
“Saya masuk itu saya ketemu dengan pake Leki Mate, mantan kadis peternakan kabupaten Kupang dan pak Son Bano, saya mau tanya kepada mereka siapa penanggungjawab kegiatan kampanye. Saya temui mereka dua karena memang yang saya kenal disitu hanya dua orang itu. Sebagai panitia turnamen saya tanya siapa penanggungjawab kampanye karena saya lihat ada tenda panitia yang digunakan.
Saya minta dua tenda itu dikosongkan, tapi mereka tidak gubris,” katanya.
Saat itu kata Adolof ada seseorang yang datang dan menggiringnya keluar dan susana jadi ribut. Namun saat itu kata Adolof, kampanye terus berlangsung.
Yosep Lede, cabup Gemoy terus berorasi.
“Saat saya digiring keluar itu saya lihat pak Yos Lede terus berorasi dan kampanye itu dilanjutkan sampai selesai. Kampanye tidak berhenti,” katanya.
Saat ia digiring keluar ia mendengar ada suara teriakan beberapa kali, ‘pukul saja dia’ sehingga ia merespon suara itu dengan mengatakan ‘silahkan pukul’.
Saat dimintai keterangan oleh Gakumdu kata Adolof ada pertanyaan yang dirasa telah menggiringnya bahwa tindakannya tersebut seolah-olah telah direncanakan dengan pihak tertentu.”
Mereka tanya apakah ini direncanakan dan apakah sebelumnya saya berkomunikasi dengan siapa, saya bilang ini tindakan spontan dari saya, tidak direncanakan sebelumnya dengan siapapun. karena saya sebagai panitia turnamen saya lihat ada fasilitas turnamen yang dipakai untuk kampanye tanpa koordinasi dengan kami sebagai panitia. Kami tidak berafiliasi politik dengan pihak manapun soal turnamen itu, jadi saya tidak terima saat ada fasilitas kegiatan turnamen yang dipakai untuk tujuan politik,” katanya. (Jmb)