Jakarta – Gubernur NTT Melkiades Laka Lena bertemu Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji di Jakarta, Sabtu (8/3/2025).
Keduanya membahas finalisasi Grand Design Kolaborasi dan Rencana Aksi, yang akan menjadi cetak biru dalam mengatasi dua permasalahan krusial di NTT tersebut, yakni stunting dan kemiskinan.
Dalam pertemuan ini, Gubernur Melki Laka Lena menegaskan, program ini harus berdampak nyata dan terukur, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, akademisi, hingga masyarakat.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Ini adalah gerakan besar yang harus dikerjakan bersama. NTT harus menjadi contoh bagaimana strategi kolaboratif bisa mengubah wajah Indonesia dari segi kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya,” ujar Gubernur Melki dengan penuh optimistis.
Menteri Wihaji pun menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program ini. Pemerintah akan menggandeng Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Kementerian Desa, serta berbagai universitas dan lembaga penelitian, seperti Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah Malang, guna menghadirkan inovasi berbasis riset dalam menangani stunting dan kemiskinan.
Pertemuan ini juga dihadiri ole Dirjen Riset dan Pengembangan Kemdiktisaintek, Fauzan Adziman, Sesmen Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Budi Setiyono, serta tim ahli dari Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah Malang.
Ikut bersama Gubernur Melki, Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Asti Laka Lena, dan Kepala Badan Penghubung NTT di Jakarta, Donald Izaac.
Langkah Nyata: Dari Kebijakan ke Implementasi
Program ini tidak sekadar wacana. Grand Design yang telah difinalisasi akan segera diterapkan di NTT dengan berbagai strategi, antara lain: Intervensi gizi spesifik dan sensitif untuk ibu hamil dan anak balita. Juga penguatan ekonomi masyarakat miskin melalui program pemberdayaan berbasis komunitas.
Selain itu, pendidikan dan pendampingan keluarga, terutama bagi ibu dan calon ibu. Serta, sinergi dengan dunia usaha, agar lebih banyak program CSR difokuskan untuk mendukung pengentasan stunting dan kemiskinan.
Gubernur Melki menegaskan, keberhasilan program ini akan menjadi model nasional. Jika terbukti efektif di NTT, pola yang sama akan diterapkan di provinsi lain dengan kondisi serupa.
“NTT bukan hanya jadi proyek percontohan, tapi juga bukti bahwa jika kita bekerja bersama, perubahan besar bisa terjadi. Stunting dan kemiskinan bukan takdir, melainkan tantangan yang bisa kita atasi,” tutup Gubernur Melki dengan penuh semangat.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat, langkah besar ini diharapkan mampu menciptakan masa depan yang lebih sehat dan sejahtera bagi generasi mendatang.
NTT kini tidak hanya menjadi titik awal perubahan, tetapi juga mercusuar harapan bagi Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang bebas dari stunting dan kemiskinan ekstrem.
Pemilihan NTT sebagai lokasi pilot project didasarkan pada tingginya angka kemiskinan dan stunting di provinsi berbasis kepulauan ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan di NTT mencapai 19,48 persen atau sekitar 1.127.570 orang, menjadikannya salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Selain itu, survei kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi stunting pada balita di NTT sebesar 37,9 persen, menempatkannya sebagai provinsi kedua dengan prevalensi stunting tertinggi setelah Papua Pegunungan. (*/gma)