Kupang – Kepala Pewakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Timur (NTT) Agus Sistyo Widjajati menyebutkan NTT membutuhkan industri pengolahan sumber daya alam atau hilirisasi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah.
Pasalnya, saat ini share industri pengolahan terhadap ekonomi NTT masih rendah yakni 1,36%, dan share tenaga kerja industri pengolahan baru mencapai 9,15%.
Jika dibandingkan nasional, share industri pengolahan terhadap ekonomi sebesar 19,2% dan share tenaga kerja industri pengolahan secara nasional 13,83%.
“Bukan sesuatu yang mudah kita ada di NTT. Karena itu, butuh sinergi dan kerjasama. Ada banyak tantangan di NTT yang kami catat saat ini, yakni industri pengolahan untuk mengolah natural resources di NTT menjadi satu tantangan tersendiri,” kata Agus Sistyo Widjajati dalam Acara “Duduk Ba Omong Perekonomian NTT di Kupang, Selasa (19/11/2024).
Minimnya industri pengolahan, membuat ketergantungan barang dari luar daerah cukup tinggi. Menurut Agus, bongkar barang masuk ke NTT selama 2023 sebanyak 28 juta ton atau 94,57%, sedangkan muat barang keluar NTT sebanyak 1,6 juta ton aau 5,42%.
“Ini satu tantangan buat kita bagaimana kita mampu mengolah sumber-sumber daya alam menjadi sumber-sumber ekonomi baru sehingga proporsi barang-barang yang kita olah dan kita jual ke luar NTT semakin meningkat,” ujarnya.
Memang satu tantangan NTT sebagai provinsi kepulauan, tantangan utama adalah interkoneksi antarpulau karena biaya transportasi antarkota di NTT masih lebih mahal dibandingkan dari Jakarta ke NTT. Dia mencontohkan saat koneksi penerbangan di NTT masih terbatas dengan tarif tinggi.
Terkait pemulihan ekonomi NTT, masih belum pulih di dalam masa sebelum pendemi covid-19, sehingga menjadi tantangan kita bersama di dalam pemulihan ekonomi agar semakin cepat dan semakin terakselerasi tahun depan.
“Dampak pertumbuhan ekonomi NTT masih belum kita rasakan sampai saat ini, yaitu kalau kita lihat sumbangan PAD masih 9,98%. pendapatan asli daerah (PAD) 9,98%, kemiskinan 19,48, dan stunting 37,9%,” jelasnya.
Hal ini yang menjadi tantangan pemerintah bersama pemerintah dan masyarakat. Selain itu, sektor pertanian yang selalu menjadi penopang ekonomi NTT, namun ekonomi NTT di sektor pertanian belum dapat memberikan dampak kepada sektor-sektor lainnya.
Pembicara lainnya, Penjabat Gubernur NTT Andriko Noto Susanto menyebutkan NTT masih menghadapi tantangan mulai dari tingkat kesejaheraan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia, sarana prasarana, konektivitas dan telekomunikasi.
Selain itu, komoditas unggulan masih belum memberikan nilai tambah, akibat hilirisasi dan industrialisasi belum berkembang, pemanfaatan enegi baru terbarukan (EBT) belum optimal, masih didominasi oleh energi fosil, serta daerah kepulauan sehingga membutuhkan biaya distribusi dan logistik yang tinggi.
Menurutnya, kapasitas fiskal daerah tergolong rendah sehingga tingkat ketergantungan kepada pemerintah pPusat masih tinggi. Pembicara lainnya dalam kegiatan ini yakni pakar ekonomi dan bisnis Universitas Nusa Cendana Kupang, Fred Benu dan pakar ekonomi Busanul Arifin. (gma)