Mengenal Budaya Irong, Tradisi Larangan Masyarakat Congkar yang Masih Dipertahankan

  • Whatsapp

.Manggarai – Kedaluan Congkar merupakan wilayah yang masuk dalam wilayah Kabupaten Manggarai Timur,cNusa Tenggara Timur yang saat ini menjadi Kecamatan Congkar.

Daerah ini begitu dikenal dengan hasil buminya di bidang pertanian. Maka dari itu potensi ekonominya terdapat banyak jenis tanaman seperti Kopi, Kakao, cengkeh dan Kemiri.

Selain kaya akan hasil buminya, tanah Congkar juga memiliki beragam adat dan budaya yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat setempat dan masih dipertahankan sampai saat ini.

Salah satu tradisi di Kecamatan Congkar ini adalah Irong, yakni larangan yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat setempat dalam waktu satu tahun sekali pada musim tanam.

Apa itu Irong ?

Irong adalah larangan untuk memperkuat dan memperkokoh penegakan budaya yang diwarisi oleh leluhur dan dipertegakan oleh tokoh-tokoh adat yang dikomandani oleh sesepuh Teno rumah gendang dalam satu wilayah kekuasaan adat. Irong sama seperti larangan atau puasa untuk merawat kemanuasiaan dan lingkungan , di kedaluan congkar irong wajib dilaksanakan setiap tahun.

Macam-Macam Irong

Berdasarkan hasil wawancara bersama bapak Kosmas Atus selaku Teno Gendang kelurahan Kalo menyatakan ada beberapa macam-macam irong yaitu Irong Ngerit (Persiapan Musim tanam), Irong Mata (Duka).

“Irong Ngerit adalah larangan yang dilakukan setiap tahun satu kali menjelang musim tanam dan biasanya pada akhir tahun atau menjelang musim tanam,” Kamis (22/02/2024).

Kegiatan irong ini ada beberapa tahapan Irong ngerit yaitu didahului oleh acara adat yang dihadiri oleh semua Moso (atau semua keluarga) yang ada dalam lingkaran wilayah adat (Hak ulayet) teno yang bersangkutan melalui musyawarah di rumah gendang.

Tahap kedua, bergotong royong dan berkontribusi untuk acara adat (untuk makan minum),yang ketiga melakukan ritual adat di tengah kampong di bawah pohon beringan untuk menyampaikan kepada leluhur dan tuhan yang maha kuasa dengan proses ritual adat yang materinya terdiri dari ayam, rook, sirih pinang,nasi serta daging untuk pemberian makan leluhur.

Lalu setelah upacara adat selesai masyarakat memasuki rumah gendang untuk melakukan nyanyian- nyanyian adat atau biasa disebut Mbata (menabur gendang dan memukul gong). Setelah itu acara berikut adalah evaluasi tentang kegiatan-kegiatan adat yang sudah dan musyawarah tentang program adat untuk tahun berjalan.

Ia juga menambahkan Adapun larangan Irong ngerit ini dilarang beraktivitas diluar rumah seperti menjemur, menyisir ramburt diluar rumah, dan ada asap api dalam rumah atau luar rumah pada siang hari hal ini dilakukan selama minimal satu hari maksimal 3 hari.

Selanjutnya Irong Mata( Duka) merupakan larangan untuk tidak melakukan aktivitas pekerjaan fisik di kebun jikalau ada yang meninggal dunia. Irong Mata (Duka) dihitung sejak manusia yang meninggal itu dikuburkan. Selama kurang lebih minimal satu hari dan maksimal 3 hari.

Pelanggaran ?

Teno Tunga Kelok Watunggong Apabila melakukan pelanggaran terhadap 2 hal tradisi Irong tersebut maka Teno bersama sesepuh adat lainnya menegakan keputusan adat yang dibahas setiap tahun untuk memberi sanksi sesuai dengan keputusan adat.

“Sesuai dengan keputusan adat sanksi yang diberikan kepada masyarakat berupa hewan, dan uang sesuai keputusan adat berdasarkan tingkat pelanggaran,” ungkap David Geong.

Lalu sanksi adat itu akan dikumpulkan dan digunakan untuk kepentingan adat di rumah gendang.
Sementara itu Mantan Camat Congkar menjelaskan peran pemerintah dalam mempertahankan budaya ,ia mengatakan

“Untuk memperhatikan kekuatan budaya sangat mendorong partisipasi masyarakat mempercepat proses pembangunan maka pemerintah daerah berinisiatif untuk melahirkan sebuah Perda yaitu perda tentang penguatan lembaga adat yang diterbitkan tahun 2021,” ujar Ismail Jehada selaku Putra dan mantan camat Congkar.

Hal ini memberi semangat baru kepada semua lembaga komponen adat dalam hal ini Teno, Gelarang (lembaga adat diatas Teno yang mengetahui hak ulayet dan memimpin kepada Teno ) dan Adak (Kepala pemerintahan) untuk berkolaborasi mempertahankan nilai-nilai luhur budaya sebagai fundamen dasar pembangunan. (Tari Rahmaniar)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *