TIDAK jauh dari pusat kota. Lokasi wisata pantai Tablolong di Desa Tablolong, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur benar-benar eksotik.
Panorama laut, pantai, dan jajaran perahu nelayan dilihat dari pantai berpasir putih sungguh memanjakan mata. Inilah satu dari sejumlah lokasi tujuan wisata pantai yang mulai diminati di daerah itu. Suasana pantai yang sejuk, dan masyarakat sekitar yang ramah cocok bagi anda yang menginginkan ketenangan berwisata. Sayang, jika jalan-jalan ke Kupang tanpa sempat menyambangi Tablolong.
Belum ada kendaraan umum melayani rute Kupang-Tablolong. Wilayah ini hanya bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi atau sewaan selama satu jam. Di sepanjang sisi jalan disuguhi pemandangan pepohonan rindang yang daun-daunnya mulai meranggas akibat keganasan kemarau. Jalanan lengang karena memang belum banyak kendaraan melintas.
Di gerbang pintu masuk wisatawan akan disambut tulisan besar ‘Tempat Wisata Pantai Tablolong’, dan papan pengumuman lain yang menyebutkan di lokasi itu sudah ada tempat penginapan. Ya, sebuah homestay milik warga negara Australia yang menetapkan tarif berbeda antara wisatawan asing dan lokal plus tiga kali makan dalam sehari. Wisatawan asing dibandrol Rp100 ribu per hari, sedangkan wisatawan lokal cukup membayar separuh dari jumlah itu.
Dari gerbang, masih harus berkendara sekitar 500 meter lagi sebelum tiba di pantai. Setelah membayar tarif masuk sebesar Rp1.500 per orang dan ongkos parkir kendaraan Rp500. Saya sudah tak sabar ingin segera melihat dari dekat panorama pasir putih yang menjadi buah bibir warga yang pernah berkunjung ke sana.
Pantai Tablolong pun terhampar di depan. Mata terbelalak menyaksikan jernihnya air dan hamparan pasir putih sejauh mata memandang. Angin semilir pun menyambut seolah membayar keletihan selama perjalanan tadi. Pantas saja, Tablolong mulai diminati sebagai lokasi tujuan wisata di akhir pekan.
Pantai indah ini dihiasi santigi (pempis acidula) tumbuhan perdu yang banyak diburu orang karena keunikannya. Santigi tumbuh liar di beberapa bagian pantai. Namun, sejak beberapa tahun terakhir tanaman ini diambil secara diam-diam oleh warga asal luar Nusa Tenggara Timur sehingga kini populasinya sudah berkurang.
Ada 11 bungalo yang disiapkan Dinas Pariwisata Kabupaten Kupang, lengkap dengan sebuah gedung tanpa sekat, kamar mandi, dan tempat bermain anak. Bangunan tersebut terkesan tidak terurus karena kotor serta terdapat coretan di tembok. Bahkan, sebuah tempat untuk meluncur bagi anak-anak, roboh.
Namun, pesona tersembunyi Tablolong mampu membungkus kesan bangunan yang tidak terawat tersebut. Kenyataannya banyak warga Kupang datang ke sana setiap akhir pekan atau hari libur seperti liburan hari raya Idul Fitri, Tablolong menerima kunjungan sedikitnya 500 orang. Mereka mandi, naik perahu, dan berjemur di pantai. Jika ingin naik perahu untuk melihat budidaya tanaman rumput laut yang dikembangkan di lepas pantai, bisa menyewa sampan milik nelayan antara Rp5.000-10.000 sekali berkeliling.
Murah bukan?. Tapi tunggu dulu. Sampan yang disewakan tidak menyiapkan pelampung atau baju penolong. Itu sebabnya, minat warga naik sampan, sangat sedikit. “Kami hanya ingin menikmati panorama pantai jauh dari kebisingan di kota, tetapi tidak mau naik sampan,” tutur Ivone, wisatawan asal Kupang.
Di antara pasir putih, panorama batu karang juga sayang dilewatkan. Karang-karang di lokasi itu sudah dilapisi semen untuk memberikan kenyamanan bagi warga yang akan duduk di atasnya. Setelah puas menikmati panorama pantai. Kini saatnya menyusuri bagian demi bagian pesisir untuk melihat terumbu karang. Konon, terumbu karang Tablolong masih utuh, belum tersentuh bom ikan. Tidak heran, perairan ini pernah menjadi ajang lomba memancing ikan internasional.
Warga Tablolong, Harifson Keoh mengatakan penyelam sering datang ke Tablolong hanya ingin menikmati warna-warni terumbu karang, dan beragam spesies ikan secara berkelompok yang tampak seperti berada dalam akuarium raksasa. Sekitar lima mil dari pantai, ada tiga karang yang menjadi sasaran pemancingan yakni Beatrix, Dalam, dan Tabui. Dari ketiganya Karang Beatrix yang memiliki populasi ikan terbanyak.
Belum puas menjelajah seluruh keindahan pesisir itu, suasana senja muncul sehingga mengundang untuk dinikmati. Waktu dua jam rasanya terlalu singkat. Bukan berarti tidak ada lagi kesempatan di lain hari.
Karena tergolong desa terpencil, segala fasilitas hiburan malam seperti karaoke, diskotik dan suguhan musik panggung tidak tersedia di sana. Homestay itu satu-satunya tempat hunian yang juga jarang ditempati. Kendati lokasinya jauh dari permukiman penduduk, Anda yang ingin menikmati suasana malam perdesaan dan deru ombak memecah keheningan, tidak salah jika ingin mencoba. Tertarik?.(Lintasntt.com/Palce dan Canra Liza Dewi)