Yogyakarta–Tindakan anarkis yang dilakukan yang dilakukan oleh organisasi masyarakat dan aparat Kepolisian daerah Yogyakarta terhadap mahasiswa asal Papua mendapat kecaman dari Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Pasalnya, sejak Kamis (14/7/2016) lalu aparat kepolisian dan ormas tersebut mengepung asrama mahasiswa Papua yang berada di Kota Yogya.
Oleh karena itu, LBH mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menutup mata dan sesegera mungkin bertindak menyelesaikan aksi anarkis yang dilakukan ormas dan aparat kepolisian DIY.
“Ini sudah keterlaluan, Polisi sudah mulai sewenang-wenang. Presiden Jokowi harus segera bertindak, mau tunggu sampai kapan lagi. Apakah tunggu ada banjir darah dulu baru ambil tindakan,” kata Pengacara LBH, Veronica Koman dan Pratiwi Febry di gedung LBH Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (16/7/2016).
Selain mendesak Jokowi, LBH juga meminta Kapolda DIY untuk tidak meneruskan aksi yang dinilai LBH sudah keterlaluan. Pasalnya, mahasiswa Papua yang ingin membeli makanan saja tidak diizinkan dan akan langsung ditangkap jika tetap melawan.
“Masa orang yang mau makan dihadang dan ditangkap, apa lagi itu adalah rumah mereka. Orang di penjara saja masih diberi makan. Saya bingung, kenapa polisi kita seperti itu,” kata Veronica.
Kata Vero, saat ini komdisi mahasiswa Papua yang ada di asrma yang dikepung tersebut sudah kelaparan. Pasalnya, selain karena mereka tidak bisa membeli makanan, tetapi juga karena makanan yang disumbang oleh Palang Merah Indonesia dihadang lalu diusir oleh aparat kepolisian dan Ormas yang terus berjaga di depan asrama.
“Gimana nggak lapar, mereka hanya minum air putih saja sekarang. Banyak warga Yogya yang kumpulkan makanan untuk dikirim ke sana melalui PMI, tetapi dihadang dan diusir oleh Polisi,” kata Vero.
Hal senada juga didampaikan oleh Koordonator Mahasiswa Papua SeJawa-Bali, Jefry Wenda yang memgatakan bahwa rekan-rekannya saat ini sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka hanya bisa berdiam dalam kelaparan, sambil mendengar cavian dan hinaan yang dikeluarkan oleh Ormas dan aparat kepolisian DIY.
“Saat ini kondisi mereka berada dalam tekanan. Mereka diteriaki anjing, babi, monyet oleh Ormas dan aparat kepolisian yang berada di depan asrma,” kata Jefry.
Untuk diketahui, Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) berencana mengadakan long march dengan rute Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I (Jalan Kusumanegara) sampai Titik Nol Kilometer, pukul 09.00-selesai.
Long march diadakan untuk menyatakan dukungan pada ULMWP untuk menjadi anggota penuh MSG, dan memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis pada Papua Barat.
Namun, aksi damai ini mendapakan ancaman dan reprsi dari aparat kepolisian dan lrmas atau kelompok reaksioner. Alhasil, Asrama Papua pun dikepung, dan sempat menangkap 12 orang, dan dari 12 itu ada delapan yang dibawa ke Mapolda DIY untuk dinterogasi.
Dan hasilnya, satu orang ditahan, tapi sudah dikeluarkan meskipun dengan persyaratan. Hingga saat ini, aparat kepolisian masih mengepung asrama Papua dengan tujuh truk yang terparkir di sekitar asrama.
Juru bicara Persatuan Rakyat Pembebasan Papua Barat, Roy Karoba, mengatakan warga kampung Miliran yang tinggal di sekitar Asrama Papua dan petugas Palang Merah Indonesia Kota Yogyakarta hendak membawa makanan masuk ke asrama. Tapi, mereka ditahan oleh polisi. “Ada warga yang bersolidaritas bawa makanan. Tapi disita polisi,” kata Roy.(suara.com)