Korupsi di NTT Terjadi di Pengadaan Barang

  • Whatsapp
Nanang Mulyana/Copyright: Lintasntt.com

Kupang–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sebagian besar kasus korupsi di Nusa Tenggara Timur (NTT), terjadi saat pengadaan barang yang dilakukan organisasi perangkat daerah (OPD).

“Sejak proses perencanaan sampai pengadaan barang, anggaranya mulai dikawal, diijon oleh pengusaha,” kata Kepala Satgas Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korupsi Wilayah VI KPK Nanang Mulyana kepada wartawan di Kupang, Kamis (22/2/2018) siang.

Read More

Pengadaan barang yang rawan korupsi seperti alat kesehatan untuk rumah sakit sampai kertas untuk kebutuhan kantor. Menurut Dia, banyak kasus korupsi yang ditangani KPK, juga terjadi di pengadaan barang.

Karena itu, menurut Nanang, KPK mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten agar seluruh pengadaan barang dan jasa dipusatkan di unit layanan pengadaan (ULP), sedangkan pengurusan izin dilakukan oleh Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).

“Pengadaan alat-alat kesehatan seharusnya bisa dilakukan oleh ULP dan LPSE (layanan pengadaan secara eletronik), tentu saja bisa diredam di tingkat penyimpangan, apalagi ULPnya sudah betul-betul mandiri,” ujarnya.

Sejumlah personil KPK dari unit koordinasi, supervisi dan pencegahan korupsi berada di NTT sejak dua hari terakhir
untuk memberikan pengarahan kepada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sehingga urusan perizinan tidak lagi ditangani oleh gubernur atau bupati, tetapi dilakukan BPTSP. Hal tersebut bertujuan mencegah terjadinya korupsi oleh kepala daerah.

Di beberapa daerah, KPK menemukan instasni teknis memberikan perizinan terkait satu masalah. Izin ditandatangani kepala dinas. “Intinya KPK mendorong agar pemohon perizinan hanya berhubungan dengan BPTSP, tidak berhubungan dengan isntansi teknis, oknum, atau calo,” kata Dia.

Menurunya, jika ULP sudah mandiri, organisasi perangkat daerah akan fokus pada tugas pokoknya sehingga penyimpangan kerugian negara seperti korupsi dan suap-menyuap bisa dihindari. “Kalau semuanya sudah tertata, kita fokus pada ULPnya, dibuat kode etik dan manjemen risiko,” ujarnya.

Nanang mengatakan selama 2016-2017, KPK menandatangani komitmen bersama seluruh kapala daerah terkait pencegahan korupsi. Sesuai monitoring dan evaluasi pada akhir 2017, beberapa dari rencana aksi tersebut gagal. “Kita datang untuk melihat apakah dibuat rencana aksi baru di 2018 atau tidak, atau bila perlu kita tambah rencana aksi baru,” ujarnya.

Akan tetapi jika dalam diskusi bersama KPK, ditemukan muncul permasalahan, informasi itu akan dibawa ke direktorat pengaduan masyarakat untuk ditelusuri lebih lanjut. (sumber: mi/palce)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.