Kasus Minyak Montara Diangkat Dalam Film Dokumenter Australia

  • Whatsapp
Ledakan Ladang Minyak dan Gas Montara 21 Agustus 2009/Foto: YPTB

Jakarta–Kasus tumpahan minyak Montara yang mencemari Laut Timor pada 2009 lalu sudah memasuki tahun ke-8. Dan sampai saat ini penyelesaiannya belum juga menemukan titik akhir.

Upaya diplomasi baik yang dilakukan dengan pemerintah RI, pemerintah Australia dan perusahaan minyak PTTEP masih terus diupayakan, termasuk langkah hukum dengan membawa kasus ini ke Pengadilan Federal di Sydney, Australia.

Read More

Dan langkah advokasi terbaru adalah peluncuran film dokumenter yang disutradarai oleh seorang wartawan lepas asal Australia, Jane Hammond berjudul A Crude Injustice, yang menceritakan bagaimana dampak dari tumpahan minyak tersebut kepada masyarakat di Timor Barat, NTT, bahkan setelah 8 tahun kasus tersebut berlalu.

“Tujuan utama membuat film ini sebenarnya lebih untuk membantu masyarakat dan pemerintah Australia yang selama ini cenderung ‘diam’ agar terbuka matanya melihat kenyataan langsung di lapangan, seperti apa dampak dari tumpahan minyak tersebut, baik dampak lingkungan ya, manusia maupun sosial budayanya,” kata Jane dalam kesempatan diskusi film tersebut di Jakarta, Selasa (20/6).

Film berdurasi 30 menit tersebut kata dia merupakan hasil investigasinya selama 7 tahun setelah kejadian pada 21 Agustus 2009 lalu di mana tumpahan minyak akibat ledakan tersebut menyebar ke perairan Timor selama kurang lebih 70 hari.

“Bahwa pada intinya telah terjadi kerusakan lingkungan laut yang luar biasa dan dari sana berdampak pada terancamnya kehidupan nelayan dan petani rumput laut karena sumber penghasilan mereka berkurang drastis. Bukan itu saja beberapa korban menderita sakit bahkan sampai meninggal karena pencemaran di laut ini,” tambah Jane.

Pada kesempatan yang sama, hadir ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni yang selama ini mendampingi para korban. “Film ini tentu saja baik karena menyampaikan fakta masyarakat saat ini yang menjadi korban, walaupun cerita tentu lebih banyak lagi. Setidaknya 35 ribu nelayan dan petani rumput laut yang menjadi korban,” jelasnya.

Saat ini kata dia pihak nya sedang menjalankan proses sidang di Pengadilan Federal Australia yang pada intinya menggugat dan menuntut ganti rugi pada perusahaan PTTEP. Selain itu, langkah diplomasi yang juga tengah diupayakan adalah pelibatan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang sudah melakukan komunikasi bilateral dengan Menteri Luar Negeri Julie Bishop yang intinya Australia berkeinginan untuk menyelesaikan masalah ini.

“Ini sudah langkah baik sekali bahwa pemerintah Australia membuka diri. Kami berharap agar langkah dan komitmen Pa luhut bisa menyelesaikan masalah ini,” pungkas Ferdi.

Ditambahkan oleh Ketua Asosiasi Energi laut Indonesia Mukhtasor, bahwa bukti-bukti terjadinya pencemaran dan dampak-dampak lainnya masih bisa ditemukan sampai saat ini. Salah satunya ialah mulai mengerasnya tumpahan minyak-minyak tersebut.

“Sehingga menurut saya pemerintah indonesia saat ini harus pro aktif membangun komunikasi dengan pemerintah Australia agar kasus ini segera diselesaikan dan pelakunya harus ditindak tegas sehingga tidak terjadi lagi hak yang sama di kemudian hari,” tegas guru Besar ITS Surabaya tersebut. (media indonesia)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.