Kupang – Pembelian surat utang jangka menengah (Medium Term Note/MTN) oleh Bank NTT pada tahun 2018, tidak bisa disamakan dengan pembelian MTN yang dilakukan Bank Sumut yang berujung kasus hukum pada 2020.
Yang membuat pembelian MTN Bank Sumut berujung pidana yakni eks pejabat bank tersebut menerima gratifikasi, sedangkan hal itu tidak terjadi di Bank NTT.
“Salah salah satu direksi Bank Sumut diduga telah menerima gratifikasi, sehingga kasus itu masuk ke pidana korupsi,” kata Kuasa Hukum Bank NTT, Apolos Djara Bonga di Kupang, Selasa (15/6/2022).
Sebelum melakukan transaksi MTN, Bank NTT sudah melakukan uji tuntas (due diligence) terhadap Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance. Hal itu sesuai dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-412/BL/2010 Tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang.
Meskipun pada 27 Oktober 2018, PT SNP Finance dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, namun karena kedudukan hukum perusahaan legal, proses pengembalian uang sebesar Rp53.120.833.333 tercatat di bundel pailit yang ada pada tim kurator. Dengan demikian, tambah Apolos, tidak ada dugaan korupsi dalam pembelian MTN oleh Bank NTT.
Menurut Apolos, Mantan Kejati NTT Yulianto pernah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan sulit membuktikan ada kasus korupsi dalam pembelian MTN tersebut. Adapun harta PT PT SNP Finance sebesar Rp52 miliar saat ini masih tersimpan di rekening Bank Mandiri. “Proses penyelesaian oleh kurator masih terkendala karena proses penyelidikan oleh mabes polri,” jelasnya. (*/gma)