Kupang – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami inflasi sebesar 0,31% (mtm) atau 2,35% (yoy) berdasarkan rilis Berita Resmi Statistik BPS NTT April 2024.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTT, Agus Sistyo Widjajati mengatakan, level inflasi ini terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1%. Dengan demikian, selama momen idul fitri, inflasi terjaga dengan baik.
“Inflasi didorong oleh peningkatan harga sejumlah komoditas seperti tomat, angkutan udara, emas perhiasan, bawang merah, dan jeruk nipis. Secara spasial, inflasi tertinggi terjadi di Maumere, Kabupaten Sikka yang mencapai 1,10% (mtm), sedangkan deflasi hanya terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar -0,27% (mtm), ” ujarnya di Kupang, Minggu (5/4).
Menurutnya, beras alami deflasi, sedangkan tomat dan bawang merah menjadi pendorong inflasi. Pasca konsisten menjadi penyumbang inflasi selama tiga bulan berturut-turut di 2024, beras tercatat menjadi komoditas utama penyumbang deflasi di bulan April.
Deflasi beras yang terjadi di 5 wilayah pengukuran IHK di NTT sejalan dengan peningkatan produksi beras secara nasional seiring dimulainya musim panen raya padi.
Berdasarkan angka sementara BPS, produksi beras nasional tercatat meningkat sebesar 45,62% (yoy), sementara produksi beras NTT tercatat terkontraksi sebesar 34,70% (yoy) pada bulan April 2024.
Kondisi ini, lanjut Agus, terjadi seiring dengan pergeseran musim tanam akibat pengaruh El Nino yang berpotensi menurunkan produksi beras NTT sebesar 30,85% (yoy) pada triwulan II 2024. Di sisi lain, tomat menjadi komoditas utama penyumbang inflasi di NTT.
Kenaikan harga tomat sejalan dengan pola historisnya di tengah belum dimulainya musim panen tomat. Selain tomat, inflasi komoditas hortikultura juga terjadi pada bawang merah, sejalan dengan kenaikan harga yang terjadi secara nasional Kenaikan harga secara nasional didorong oleh kendala produksi akibat gangguan cuaca pada beberapa daerah sentra di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
“Sinergi dan kolaborasi Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia akan senantiasa ditingkatkan dalam menjaga inflasi di NTT melalui berbagai strategi untuk mendorong ketahanan pangan, ” katanya.
Strategi jangka pendek dilakukan melalui penguatan ketersediaan pasokan, sementara peningkatan produktivitas merupakan strategi jangka panjang.
Sejalan dengan strategi tersebut, program pengendalian inflasi untuk mendorong ketahanan pangan dilakukan melalui dukungan operasi pasar murah, monitoring harga dan pasokan bahan makanan, kerja sama antar daerah (KAD), program piloting dan pendampingan dengan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, penguatan peran offtaker dan peningkatan nilai komoditas melalui hilirisasi.
Selain itu, mendorong peran mahasiswa sebagai agen perubahan untuk memberikan edukasi penerapan teknologi dan manajemen keuangan usaha pertanian. (*/gma)