Icraf Indonesia Bahas Pengelolaan Perhutanan Sosial Untuk Mencegah Krisis Iklim

  • Whatsapp
Gubernur NTT Viktor Laiskodat Meninjau Pemeran Produk Perhutanan Sosial/Foto: lintasntt.com

Kupang – World Agroforestry (ICRAF) Indonesia  bersama Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi (Pokja PPS) Nusa Tenggara Timur mulai menyusun rencana aksi pengelolaan perhutanan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berketahanan iklim di Kupang, Senin (15/8) sampai Selasa (16/8).

Penyusunan rencana aksi itu sebagai salah satu langkah nyata untuk memastikan manfaat sistem pengelolaan hutan lestari dalam kawasan hutan negara, atau hutan hak/hutan dapat dipetik oleh masyarakat setempat, serta meingkatkan keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

Rencana aksi ini disusun dan disepakati bersama dalam rapat koordinasi Pokja PPS yang bertajuk Peranan Perhutanan Sosial Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat yang Berketahanan Iklim tersebut.

“Rakor ini menjadi salah satu bukti kita bisa pulih lebih cepat dari pandemi covid-19, bangkit lebih kuat, seperti yang digaungkan oleh pemerintah. Saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya untuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memprakarsai kegiatan ini bersama dengan ICRAF Indonesia,” kata Asisten I Setda NTT Ganef Wurgianto.

Ganef mengatakan, pemerintah pusat telah nasional telah mengalokasikan 12,7 juta hektare untuk perhutanan sosial periode 2015-2019 di seluruh Indonesia. Pencapaian perhutanan sosial sampai 2022 sebanyak 7.479 unit SK untuk hutan atau lebih dari 4.901.000 hektare dan telah melibatkan 1.049.000 keluarga.

Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan dan Perhutani Sosial, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTT Anindya WIdaryati menyebutkan, NTT memiliki areal perhutanan sosial seluas 496.614,58 hektare. Namun capaian sampai saat ini terlalu kecil yakni 11,6% atau .864,13 hektare.

Hal tersebut disebabkan minimnya anggaran untuk penyediaan fasilitas perizinan, kurangnya sumber daya manusia di lapangan untuk membimbing dan memfasilitasi kelompok, serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan. Yeni Frederik Nomeni dari ICRAF Indonesia mengatakan sebagai lembaga penelitian, ICRAF mendukung penuh DLHK NTT dan Pokja PPS terkait penyusunan rencana aksi ini karena selaras dengan tujuan dari upaya untuk perbaikan adaptasi perubahan iklim.

“Akses terhadap perhutanan sosial dan pengelolaan yang baik terhadap fasilitas ini akan membantu mendorong adaptasi masyarakat terhadap dampak iklim,” kata Yeni, yang juga Koordinator Provinsi untuk Proyek Riset Aksi Land4Lives atau Lahan untuk Kehidupan. ini.

Selain dukungan teknis, ICRAF dan DLHK Provinsi akan menyusun sebuah sistem informasi secara bersama-sama yang akan membantu pengelolaan perhutanan sosial di provinsi, termasuk dalam penilian sumber daya manusia (SDM) dan kebutuhan pengembangan kapasitas petugas perhutanan sosial di berbagai daerah di NTT.

Land4Lives adalah proyek kerjasama Pemerintah Indonesia melalui Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada. Proyek berdurasi 5 tahun atau hingga 2026 ini dilaksanakan di tiga provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan fokus proyek ini adalah pada perbaikan pengelolaan bentang lahan, ketahanan pangan, kesetaraan gender dan adaptasi/mitigasi dampak perubahan iklim, yang manfaatnya dapat dinikmati kelompok rentan dalam masyarakat termasuk petani kecil, kelompok perempuan dan anak-anak. (mi/gma)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.