Hadapi Risiko Staglasi, BI NTT Dorong Pemda Genjot Pertumbuhan Sektor Primer

  • Whatsapp
Foto: lintasntt.com

Kupang – Kepala Bank Indonesia (NTT) Perwakilan Nusa Tenggara Timur, I Wayan Ariawan Atmaja menyebutkan sektor primer di daerah itu paling bertahan menghadapi risiko staglasi yang saat ini melanda seluruh dunia termasuk Indonesia.

Sektor primer yang paling bertahan ialah pertanian, perikanan dan peternakan. Pemerintah daerah perlu terus mendorong pertumbuhan sektor ini.

Menurutnya, struktur ekonomi NTT paling besar ialah pertanian sebesar 30%, administrasi pemerintah sebesar 13%, dan perdagangan 12%. “Ada sub sektor yang perlu kita perhatikan di pertanian yaitu peternakan yang kontribusinya 34% dan hortikultura 20%,” ujarnya dalam kegiatan ‘Sasando Dia’ di Kantor Bank Indonesia Perwakilan NTT, Jumat (5/8/2022).

Pada triwulan II 2022, sektor pertanian tumbuh sangat baik yakni 4,56% dibandingkan triwulan I 2022 sebesar 1,57%. Hal ini karena produktivitas tanaman padi yang meningkat sejalan dengan musim panen raya padi dan jagung, serta pengendalian penyakit Demam Babi Afrika (ASF) yang semakin baik dan curah hujan yang kondusif.

Adapun produksi padi 2022 diperkirakan tumbuh menjadi 3,91 ton per hektare yang secara umum selain didorong oleh curah hujan, juga pembangunan food estate di Sumba Tengah, keberhasilan program kemitraan tanam jagung panen sapi (TJPS), pembangunan infrastruktur dari dana pinjaman PT SMI sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Sektor perdagangan juga naik 5,97% dibandingkan triwulan I 2022 sebesar 1,53%, terutama didorong oleh terus menurunnya kasus covid-19 sehingga meningkatkan mobilitas masyarakat dan aktivitas ekonomi. Wayan mengatakan, BI mencatat peningkatan omzet penjulan kendaraan bermotor sampai 26,37% (yoy).

Meski sudah ada perkembangan membaik, pemerintah perlu terus menggencarkan pertumbuhan investasi yang pada triwulan II 2022 tercatat 3,25% atau naik dari triwulan I 2022 sebesar 3,08%. Di sisi lain, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara tambahan ouput dan tambahan modal masih di angka 9,6%. “Artinya untuk menaikkan 1 rupiah PDB (Produk Domestik Bruto), kita butuh ICOR 9,6 rupiah,” ujarnya.

Wayan juga mengingatkan konsumsi pemerintah pada triwulan II mengalami perlambatan 15,27% dibandingkan triwulan I yang tumbuh 0,87%, mengingat ekonomi NTT juga sangat bergantung dari pengeluaran pemerintah yang mencapai 20%. Ekonomi NTT juga sangat tergantung pada pengeluaran pemerintah karena realisasi pemerintah ini akan mendorong konsumsi swasta.

“Mari kita fokus pada sub sektor peternakan, perikanan, kelautan dan juga hortikultura dan tentu kita harus fokus pada bagaimana pengeluaran pemerintah ini secara efektif dan efisien dan menambah investasi yang ada di NTT,” tandasnya.

Menurutnya, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II ini sedikit melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya, yakni di kisaran 3,29%-4,09%, sedangkan inflasi pada keseluruhan 2022 diproyeksikan pada rentang 4,82% sampai 5,82%.

“Artinya ancaman staglasi di dunia sudah merembet ke seluruh negara, inflasi semakin tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi melambat,” ujarnya. (gma/mi)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.