Categories: Lingkungan

Ferdi: Jika Pemerintah Pusat Diamkan Kasus Montara, Kami Terus Jalan

Kupang – Tragedi kemanusiaan, ledakan Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009, berdampak hilangnya mata pencaharian sekitar 100 ribu warga Nusa Tenggara Timur.

Mereka terdiri dari petani rumput laut dan nelayan, serta berbagai penyakit aneh yang menyerang masyarakat pesisir hingga berujung kematian. Selain itu, puluhan ribu hektare terumbu karang di wilayah perairan Laut Timor juga hancur.

Tahun ini, kasus montara masuk tahun ke 11. Pada tahun ke 7 Pemerintah Pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman membentuk ‘The Montara Task Force’ kemudian disempurnakan lagi pada Agustus 2018, beranggotakan lima orang yakni Purbaya Yudha Sadewa, Fred S Lonan, Prof. Hasjim Djalal, Cahyo Muzhar dan Ferdi Tanoni.

Tujuan dari pembentukan the Montara Task Force ini adalah untuk mempercepat penyelesaian kasus tumpahan minyak Montara yang jelas –jelas telah mencemari sekitar 90.000 km2 Laut Timor dan sekitar 85% dari pencemaran ini berada di Laut Timor Indonesia.

Selama ini yang saya urus adalah gugatan class action di Pengadilan Federal Australia dan pengacara hanya menggugat 2 Kabupaten saja dari 13 Kabupaten.

Saya kecewa tapi yah biarlah mereka terus berjalan dan kebetulan pada bulan Desember 2019 kasus ini telah selesai disidangkan dan sekarang masih menunggu putusan Hakim Pengadilan Federal itu.
Kemudian dengan segala daya upaya yang ada, atas nama masyarakat korban Montara di Laut Timor telah mengajukan gugatan melawan Pemerintah Australia terhadap seluruh kerusakan yang ada di 13 kabupaten dan kota di NTT ke pengadilan Hak-Hak Asasi Manusia di Perserikatan Bangsa Bangsa.

Sekarang timbul pertanyaan, di manakah letak kepedulian pemerintah Republik Indonesia dalam upaya menyelesaikan kasus Montara yang sudah berjalan 11 tahun ini,” kata Ketua Tim Advokasi Masyarakat Korban Montara, Ferdi Tanoni.

Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Australia itu, katakan, kasus Montara sebenarnya gampang saja diurai proses penyelesaiannya, jika pemerintah Republik Indonesia bersedia menerapkan nya dengan sepenuh hati.
Canberra adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap petaka Montara di Laut Timor itu.

“Tetapi, yang menjadi kendala terbesarnya adalah pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia yang tak pernah melakukan diplomasi dengan Canberra untuk membahas Montara,” kata Tanoni, ketua tim

Meskipun demikian, dia mengakui bahwa Menteri Koordinator Bidang  Kemaritiman Luhut Binsar Pandjatan telah menerbitkan sebuah surat tugas kepada lima orang sebagai “The Montara Task Force” dan pasti akan diselesaikan nya. Karena kami berpegang teguh pada janjinya Pak Luhut bahwa ‘Australia harus terus dikejar’.
Kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor adalah masalah bangsa Indonesia yang sangat besar yang harus mendapatkan perhatian utama dan serius dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam upaya penyelesainnya.

“Yang kami butuhkan adalah surat dari Presiden RI Joko Widodo ditujukan kepada PM Australia Scott Morrison soal penyelesaian kasus Montara ini.Jika dalam waktu 30 hari  tidak menanggapi surat Presiden Joko Widodo atau menjawabnya secara abu abu, maka kasus ini segera dibawa ke International Court of Justice (ICJ) atau ke International for The Law Of the Sea (ITLOS), sebab kasus pencemaran minyak di Laut Timor, tidak berdimensi politik, tetapi semata-mata hanya masalah kemanusiaan dan lingkungan,” kata Tanoni.

Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah Indonesia memutuskan mengambil sikap tegas dalam penyelesaian kasus pencemaran minyak di perairan Laut Timor, NTT karena insiden ledakan ladang migas Montara di Australia telah membuat rakyat menderita.

Dampak ekonomi dari tumpahan minyak Montara ini juga dirasakan sangat berat oleh Ferdi Tanoni, yang selalu mengelus dada ketika mengingat penderitaan yang dialami warga NTT selama 11 tahun tanpa ada kejelasan hingga saat ini.

Atas dasar pertimbangan terhadap niat baik Menko Kemaritiman dan Investasi untuk selesaikan masalah ini secepat-cepatnya maka saya terus menunggu,namun demikian hingga bulan Juni 2020 saya berharap ada pertemuan the Montara Task Force dan Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengambil sikap tegas kepada Australia,jika Australia menolak maka kasus ini harus segera dibawa ke Pengadilan Internasional.

“Seandainya, Pemerintah Pusat masih terus mendiamkan kasus Montara tahun 2009 ini,maka sangat jelas atas nama rakhyat korban dan Indonesia terus berjalan menuju penyelesaian nya di Australia maupun di PBB. Toh, seluruh kewajiban atas nama rakyat Indonesia telah saya lakukan,” kata Ferdi Tanoni. (*)

Komentar ANDA?

Canra Liza

Recent Posts

Pansus Beber Kondisi Dana Seroja Kupang, ke APH Tunggu Pimpinan DPRD

Kupang - Pansus LKPJ Bupati dan Wakil Bupati Kupang periode 2018-2024 sudah meyampaikan laporannya ke…

6 hours ago

Rayakan Satu Dekade, Aston Kupang Gelar Donor Darah

Kupang - Aston Kupang Hotel menggelar donor darah yang terbuka untuk umum dan bekerjasama dengan…

17 hours ago

Kapal MV Da Hao Terbakar di Laut Banda, 10 Kru Selamat Dievakuasi ke Kupang

Kupang - Kapal MV Da Hao yang berlayar dari Singapura ke Australia terbakar di Laut…

18 hours ago

Heboh, Istri Cantik di Manggarai Selingkuh, Suami: Saya Mendapati Istri Saya dan Romo Berpelukan Dalam Satu Selimut

Kupang - Kasus dugaan perselingkuhan antara seorang perempuan dikenal dengan nama Mama Sindi di Desa…

21 hours ago

Kesiapan SPKLU PLN Diapresiasi Pemudik, Semua Lancar dan Banyak Fasilitas Pendukungnya

Jakarta - Kehadiran sebanyak 1.299 unit SPKLU PT PLN (Persero) selama masa mudik dan balik…

1 day ago

Pernah Layani Penerbangan ke Australia dan Timor Leste, Bandara El Tari Kembali Berstatus Domestik

Kupang - Perjalanan Bandara El Tari (KOE) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur menjadi bandara…

1 day ago