Empat Bersaudara Bertekad Pertahankan Tanah Mereka di Labuan Bajo dari Mafia

  • Whatsapp
Jumpa Pers Terkait Sengketa Tanah di Labuan Bajo

Kupang – Empat bersaudara di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) berjuang keras untuk mempertahankan tanah mereka seluas 11 hekare yang berusaha drebut oleh mafia tanah.

Empat bersaudara tersebut yakni Maria Fatmawati Naput, Johanis Naput, Paulus Naput dan Irene Naput menggelar jumpa pers di Kupang untuk menjelaskan mengenai perjuangan mempertahankan bidang tanah tersebut, Jumat (17/1/2025).

Maria dan Johanis hadir pada acara jumpa pers di Hotel New Aston Kupang, sedangkan Paulus dan Irene mengikuti jumpa pers lewat zoom.

Hadir pada jumpa pers kuasa hukum keluarga Naput, Mursyid Surya Candra dan kuasa hukum Santosa Kadiman, Kharis Sucipto

Saat ini perkara tanah tersebut melawan mafia sudah sampai di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Kupang. telah mengeluarkan putusan sela untuk dibukanya sidang pemeriksaan tambahan. “Lanjutkan perjuangan untuk mempertahankan tanah,” kata Maria Fatmawati Naput.

Saat mereka berjuang mempertahankan tanah, malah di media sosial terdapat unggahan dari mafia tanah menyebutka keluarga Naput sebagai mafia tanah. “Kan lucu, kami dikatain mafia tanah, itu hasil keringat ayah dan ibu saya,” tegasnya.  Meskipun, perjuangan mempertahankan tanah sangat berat, Dia yakin kebenaran akan terungkap.

Bidang tanah seluas 11 hektare ini terletak di Tanah Karangan dan Golo Karangan, Kelurahan Labuan Bajo, Keluarga Naput sebagai pemilik sah bidang tanah ini telah memiliki sertifikat pada tahun 2017,

Menurut Paulus Naput, tanah tersebut dibeli oleh orang tua mereka yakni Nikolaus Naput pada tahun 1990, kemudian ibu mereka, Beatrix Fatmawati Naput memperoleh tanah dari fungsionaris adat pada tahun 1991.  Adapun Nikolaus Naput meninggal pada tahun 2021, dan Beatix Fatmawati Naput meninggal pada 2008.

Dokumen Palsu

Kasus ini muncul surat pernyataan yang berisi pembatalan penyerahan tanah oleh fungsionaris adat tersebut yang dicurigai palsu.

Tanda tangan dari pejabat pada surat itu sudah diteliti oleh ahli Dokumen Forensik dan Uang Palsu, Sapta Dwikardana. Hasilnya tanda tangan yang tertera di surat tidak identik alias palsu, termasuk cap dan jenis kertas.

Hal inilah yang mendorong Muhamad Syair, cucu Haku Mustafa (Fungsionaris Adat yang tanda tangannya diduga dipalsukan) melapor ke polisi.

Namun, dokumen palsu yang digunakan untuk menguggat para pemilik tanah ini, dalam sidang di PN Labuan Bajo, malah dimenangkan oleh penguggat yakni Muhamad Rudini. (gma)

 

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *