Nemberala–Pemerintah daerah tidak peduli kendati eksploitasi penyu makin tidak terkendali di Pulau Rote, NTT. Kondisi ini dikhawatirkan penyu semakin cepat menuju kepunahan.
“Akhir-akhir ini hampir tidak ditemukan lagi penyu (bertelur di pantai). Ini terjadi karena adanya ekploitasi,” kata Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kawasan Indonesia Timur Yesaya Mau saat pembukaan Pelatihan Monitoring Pantai Peneluran Penyu di Pantai Wisata Nemberala, Rote, Selasa (5/4).
Kegiatan ini digelar Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kawasan Timur Indonesia dan The Nature Consevancy (TNC). Yesaya mengatakan ekploitasi penyu yang besar-besaran tersebut ternyata tidak ada perhatian dari pemerintah daerah sehingga kegiatan eksploitasi tidak terhenti.
“Ini harus menjadi perhatian dan prioritas karena dulu di sini (Nemberala) tempat pendaratan penyu. Sekarng tidak ada lagi,” kata Dia.
Ia mengatakan eksploitasi penyu harus dihentikan. Salah satunya pihak BKKPN segera membangun penangkaran penyu di pesisir pantai Nemberala karena selama ini lokasi tersebut merupakan daerah konservasi yang masuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Laut Sawu.
Menurutnya ada enam lokasi pendaratan penyu di kawasan konservasi di Pulau Rote yang juga dijadikan sebagai tempat pemburuan penyu oleh warga yakni Nemberala di Kecamatan Rote Barat, Batutua di Rote Barat Laut, Ndao di Ndao Nuse, Faefua di Rote Timur, Sosadale di Rote Tengah, dan Ba’a Dale di Lobalain.
Di luar kawasan konservasi juga banyak ditemukan tempat pendaratan penyu. Lokasi tersebut tidak terlepas dari pemburuan yang dilakukan warga setempat. Warga memburu penyu untuk mengambil kulit yang dijadikan bahan asesoris. Sedangkan daging penyu dijual di pasar tradisional.
“Ekploitasi penyu di Pulau Rote bertambah banyak sehingga kita meragukan satu saat nanti Rote pendaratan penyu di Rote hanya menyisakan cerita,” katanya. (palce amalo/sumber: MI)