Disiksa Berbulan-bulan, PMI Asal Kupang Ini Lolos dari Kematian

  • Whatsapp
Ilusrasi: Sumber: Pixabay/Anemone123

Kupang – Mariance Kabu merupakan satu dari ratusan ribu PMI nonprosedural dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang lolos dari kematian setelah mengalami penyiksaan berbulan-bulan dari majikan perermpuan pada 2014.

Awal perekturan Mariance dimulai pada April 2014. Ketika itu, Mariance bersama Jili, anak bungsunya yang berusia 4 tahun, pergi ke rumah orang tua di Desa Poli, Kecamatan Santian, Timor Tengah Selatan. Baru satu hari di kampung, datang dua perempuan dari desa tetangga menyampaikan kepada Mariance bahwa sesuai petunjuk doa, dia harus pergi bekerja ke Malaysia.

Read More

Dua perempuan itu yakni Asnat Tafuli dan Rosa Kamlasi juga bercerita mengenai pengalaman baik selama bekerja di Malaysia tidak hanya kepada Mariance, tetapi juga seorang anggota keluarganya bernama Jeni Sila.

“Saya mau ke Malaysia karena yakin dengan doa, orang seperti itu tidak ada niat jahat,” kata Mariance yang ditemui di rumahnya di Kota Kupang, pekan lalu.

Hanya berselang dua hari, Mariance dan Jeni tiba di Kupang dengan kondisi ponsel telah disita, sedangkan anak perempuannya ditinggalkan di rumah orang tua. Sejak saat itu, Mariance putus kontak dengan suami dan empat anaknya.

Di Kupang, Mariance pun tidak diperbolehkan pamit dengan suami dan anak-anaknya meskipun ditampung di tempat penampungan di Kelurahan Maulafa yang berdekatan dengan Oepura. Mereka baru diberangkatkan ke Malaysia setelah paspor dan dokumen lainnya beres.

Menurutnya, di Malaysia, dia ditampung di agen bersama PMI nonprosedural lainnya dari Nusa Tenggara Timur. “Sistemnya ada majikan yang datang kemudian kami disuruh berdiri sandar di tembok, lalu majikan sampaikan apa yang mau dikerjakan, kalau setuju langsung tanda tangan kontrak dan jalan,” ujarnya.

PMI bisa menolak jika tidak setuju dengan pekerjaan yang ditawarkan oleh calon majikan. “Kalau begitu dia harus menunggu calon majikan lainnya,” kata Mariance.

Dalan kontrak tersebut, tambah Mariance, ia tidak izinkan menerima gaji selama tujuh bulan. Gaji tersebut dibayarkan kepada agen untuk menutupi uang yang telah dikeluarkan selama perekrutan dan biaya transportasi.

“Saya baru terima gaji mulai bulan ke-8 tetapi pas bulan itu saya sudah diselamatkan ke rumah sakit dan tidak tahan dengan siksaan,” jelasnya.

Akan tetapi kasus penyiksaan ini tidak dilanjutkan oleh pengadilan karena menilai seluruh bukti yang penyiksaan tidak ada lagi. Akan tetapi sebelum kembali ke Tanah Air, KBRI Malaysia berhasil menyelesikan seluruh hak Mariance sebesar Rp60 juta.(mi)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.