KUPANG—LINTASNTT.COM: DirekturUtama Merpati Rudy Setyopurnomo menyebut pesawat MA-60 yang kecelakaan di Bandara Udara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur, 10 Juni lalu karena mengalami turbulensi pada ketinggian sekitar 25 meter atau saat akan mendarat.
“Saat pesawat akan mendarat, kecepatan angin antara 13-15 knot. Angin bertiup dari arah laut di bagian barat, karena di bagian timur ada gunung sehingga angin berputar dan kembali ke arah bandara. Karena udara di landasan panas sehingga terjadi kekosongan udara mengakibatkan pesawat jatuh,” katanya kepada wartawan seusai bertemu Gubernur NTT Frans Lebu Raya di Kupang, Rabu (12/6).
Rudy mengatakan itu sekaligus membantah informasi yang beredar yang menyebutkan pesawat mendarat dengan keras (hard landing). Menurut Dia, kejadian itu merupakan musibah, bukan disebabkan kesalahan pilot atau terjadi gangguan pada pesawat.”Pesawat saat itu dalam kondisi laik terbang,” jelasnya.
Menurutnya pesawat pesawat Lion Air yang mengalami kecelakaan di dekat Bandara Ngura Rai, Bali beberapa waktu lalu juga merupakan musibah. Padahal pesawat tersebut merupakan pesawat baru. “Tidak ada penerbangan yang ingin jatuh,” katanya.
Selain itu Merpati merencanakan akan memberikan penghargaan kepada pilot dan co-pilot pesawat tersebut karena menyelamatkan seluruh penumpang dan kru. Bahkan seluruh penumpang akan diberi asuransi. Adapun biaya perawatan enam penumpang pesawat yang hingga Rabu masih dirawat di Rumah Sakit Umum WZ Johannes Kupang ditanggung Merpati. Ia mengatakan Merpati tetap memberikan layanan prima kepada penumpang, kendati menurutnya saat ini banyak penumpang khawatir naik pesawat MA-60. (GBA)