Anakalang – Desa Anakalang, Kecamatan Katiku Tana, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur terus bersolek. Saat didatangi juri Festival desa Binaan Bank NTT dan Festival PAD 2022, Stenly Boymau bersama Kasubdiv Parekraf dan Desa Binaan Direktorat Kredit Bank NTT, Reinhard Djo, Rabu (26/10/2022), Kepala Desa setempat, Pedi Gamu Djadji dan staf memberi sejumlah bukti kemajuan desa itu.
Untuk diketahui, pada Agustus kemarin, juri mengunjungi desa ini, dan saat itu Kades Pedi membeber sejumlah ‘mimpinya’ untuk membangun tanah kelahirannya itu. Dan, Rabu pagi ketika juri tiba, tanpa ragu, dia mengajak juri menuju ke sebuah lokasi yang berada di halaman belakang kantor desa. Ternyata sudah ada dua kolam berukuran besar, dengan ukuran 4 X 6 meter dengan kedalaman 160 cm.
Disana mereka sudah sebar setidaknya 3.000 benih ikan nila, karper, serta mas di setiap kolam. Sedangkan di titik kedua, yang lokasinya tak jauh dari sana, mereka membangun kolam yang lebih besar lagi yakni berukuran 9 X 8 meter. juga dengan bibit ikan yang sama.
“Setiap kolam kami sebar 3.000 ekor ikan. Kolam-kolam ini baru kami bangun, dengan harapan memenuhi permintaan ikan di Anakalang dan sekitarnya. Kami punya dua kolam alam, yang baru bisa dipanen saat kemarau, namun dengan tiga kolam besar yang kami bangun, kami harap bisa menjawab kebutuhan ikan air tawar disini,”tegas Pedi sembari menambahkan, selama ini untuk memenuhi kebutuhan ikan, mereka datangkan dari Mamboro bahkan ada yang dari NTB.
“Namun sekarang kami sudah bisa memproduksi ikan sendiri, dan semuanya akan dipakai untuk kebutuhan disini, yakni kami bekerjasama dengan Posyandu, sehingga untuk pemberian makanan tambahan anak-anak, jadi uangnya tidak keluar melainkan berputar di Anakalang,”jelas dia bangga.
Juri pun diajak ke lokasi berikut yakni sebuah lahan seluas hampir 1 hektar sudah dicangkul, dan sebentar lagi akan ditanami ribuan anakan cabe yang disemai persis di samping puluhan bedeng siap tanam itu.
“Disinilah akan kami tanami cabe-cabe yang sementara disemai. Kami memilih cabe karena kebutuhan akan pasar sangat tinggi. Selama ini kami pasok dari NTB, tapi dengan cabe yang kami tanam, bisa menjawab kebutuhan masyarakat Anakalang,”jelas Kades Pedi lagi. Ternyata dia memilih cabe karena sudah tiga tahun ini, mempraktekkan bagaimana cara menanam dan dia sudah mendapatkan keuntungan dari tanaman ini.
Dia mengajak juri menuju ke lahan miliknya, berukuran hampir setengah hektar yang dipadati tanaman cabe siap panen. Dengan harga Rp. 50.000/Kg, setiap minggu mereka mendapat keuntungan dari hasil panen yang melimpah.
Lokasi berikutnya, adalah Kelompok Tenun Kalunga Pauma Yaga yang artinya tunas yang baru muncul. Kelompok yang baru mulai aktif sejak Januari ini dipimpin mama Mariana Rambu Jola. Disini ada dua penenun, dengan motif khas Sumba Tengah. Para penenun setiap empat hari memproduksi selembar kain seharga Rp 700.000.
Banyaknya kemajuan yang sudah dicapai oleh kepala desa Anakalang bersama warganya ini mendapat apresiasi dari juri Festival Desa Binaan Bank NTT, Stenly Boymau. Menurutnya, warga sudah bekerja dengan sangat serius, hingga menghasilkan capaian-capaian yang spektakuler.
“Agustus kemarin saya kesini, dan saat itu kita disuguhi data-data serta mimpi. Namun hari ini mereka memberi bukti, bahwa kerja keras itu sudah membuahkan hasil. Sudah ada kolam ikan berisi ribuan ekor ikan siap panen. Bahkan seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan ikan warga desa khususnya anak-anak balita. Kita tau bahwa ikan sangat baik bagi anak-anak pada golden age,” tegas Stenly.
Lebih jauh, konsultan Humas Bank NTT ini pun memberi masukan agar nantinya pihak pemerintah desa harus memastikan keberlanjutan dari usaha-usaha tersebut. Seusai panen, maka harus memastikan benih yang baru dan juga manajemen keuangannya agar ditata secara baik. Karena itu BUMDES mesti diaktifkan sehingga merekalah yang akan bertanggungjawab terhadap keberlanjutan program dengan manajemen keuangan yang transparan. Bahkan hal yang sama di sentra produksi cabe, yang menjadi holtikultura andalan dari Anakalang selain tanaman lainnya.
Sementara Reinhard Djo pun memberi masukan mengenai sentuhan digitalisasi dalam setiap transaksi, karena Bank NTT sudah menyediakannya.
“Kolam ikan ikan ini bisa disulap menjadi sebuah destinasi wisata. Siapa yang masuk, membayar karcis, lalu mereka memancing dan dihitung berapa per kilogram. Kami dari Bank NTT siap mendukung dengan fasilitas-fasilitas dan layanan digital maupun elektronik sehingga tidak ada uang tunai disini, uangnya lebih aman karena langsung masuk ke rekening,” tegas Reinhard
Ia menambahkan, cabe adalah komoditi yang selalu dibutuhkan karena itu pemerintah desa diharapkan menjamin keberlanjutan masa tanamnya agar mengantisipasi kelangkaan produk di pasar yang berimbas pada terjadinya inflasi.
“Sementara mengenai tenunan, ini yang terus kita support. Sehelai tenunan akan menjadi mahal jika dibuat narasinya secara baik. Nah kekuatan kita ada di narasi, ini yang membuat dia mahal. Karena itu saya sarankan agar nantinya setiap produk harus disertai narasi yang kuat sehingga mudah kita lempar ke pasar digital, karena mereka membeli karena ada historinya,”tegas Reinhard yang disanggupi oleh para penenun.
Bank NTT memiliki website yang terkoneksi dengan pasar digital sehingga nantinya aneka produk UMKM milik masyarakat bisa dijual kesana dan Bank NTT akan melakukan pendampingan hingga warga mandiri. (boy)