Dekatkan Sumber Air, Warga Desa Nekmese Makin Produktif

  • Whatsapp
SUMBER AIR SUDAH DEKAT, Kepala Desa Nekmese, Krisma Baok dan Dr. Jakobis Johanis Messakh memantau salah satu tandon air yang digunakan warga desa tersebut, Selasa (10/11)

Oelamasi -Warga Desa Nekmese, Kecamatan Amarasi Selatan Kabupaten Kupang tidak perlu lagi berjalan kaki sejauh 1 KM lebih untuk mengambil air kebutuhan sehari-hari.

Pasalnya, sumber air sudah didekatkan ke pemukiman, sehingga warga semakin produktif dengan terpenuhinya air
bersih.

Demikian diungkapkan Kepala Desa Nekmese, Krisma Baok, Selasa (10/11). Menurut Krisma, warganya sudah puluhan tahun kekurangan air bersih. Terutama ketika musim panas. Padahal, terdapat sumber mata air besar di wilayah tersebut, namun jaraknya lebih dari 1 KM dari pemukiman warga.

Melalui Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) kerja sama Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Kementerian Ristek dan Desa Nekmese sejak tahun 2019, air tersebut berhasil dialirkan ke pemukiman warga.

“Awalnya warga bilang, itu tidak mungkin. Karena mata air di dalam jurang sekitar 200 meter. Tapi saya bilang, kita harus berusaha dulu,” kata Krisma.

Dia akui, keraguan warga tersebut sangat wajar. Pasalnya, bantuan sejenis juga pernah diberikan Bank Dunia sekira tahun 1980-an. Namun tidak berhasil. “Program ini sangat membantu kami. Kami sudah nikmati air di dalam kampung sejak April 2020 sampai sekarang. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, warga bisa siram sayur dan tanaman lain, sehingga bisa produktif,” tambahnya.

Krisma tambahkan, saat ini program tersebut sudah menjangkau empat dusun yang selama ini sangat kesulitan air. Salah satu keuntungannya, karena pemukiman warga sudah tertata secara baik dalam bentuk blok. Karena pemukiman terpusat dan tertata, bantuan tersebut mudah menjangkau warga. “Sejak dulu kita punya tiga pergumulan. Jalan, air dan listrik. Jalan sudah, listrik sudah. Sekarang air sudah mulai ada hasil,” tambahnya.

Sejumlah program pun sudah disiapkan. Selain pengembangan pertanian, pihaknya juga akan menyediakan kolam renang bagi anak-anak di desa tersebut. “Supaya mereka bisa ikut tes polisi atau tentara. Karena di sini rata-rata anak-anak kita tidak bisa berenang,” ungkapnya.

Saat ini, melalui PPDM, pihaknya menyediakan kebun contoh dan kolam ikan di halaman kantor desa. Kebun contoh tersebut ditanami sayuran. Sementara kolan diisi ikan nila dan ikan koi. Selain untuk dijual kepada warga, sayur juga untuk pakan ikan. Sementara air bekas kolam untuk memupuk tanaman.

Sementara Ketua Pelaksana, Dr. Jakobis Johanis Messakh kepada koran ini menjelaskan, hasil penelitiannya menyebutkan, dengan jarak sumber air dari pemukiman warga yang lebih dari 1000 meter, warga harus berkorban, baik tenaga maupun materi, hanya untuk mendapat air minum.

“Untuk pikul air, bisa makan waktu lebih dari satu jam. Karena mata air di dalam jurang. Itupun hanya bisa dapat air untuk kebutuhan di dapur,” jelas Jakobis. Dalam program tersebut, dirinya bersama dua anggota lain, yakni Dr. Rolland Epafras Fanggidae, dan Daniel Lay Moy, S.Pd, M.Eng.

Dia jelaskan, dengan kondisi tersebut, warga harus mengeluarkan biaya Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan untuk membeli air yang diangkut menggunakan mobil pickup. Namun melalui bantuan tersebut, warga hanya mengeluarkan iuran sebesar Rp 50 ribu per bulan. “Untuk
sementara ini sudah tersedia 17 tandon. Kita kasi di unit usaha BUMDes untuk kelola. Sehingga operasionalnya bisa terus hidup,” terangnya.

Untuk mengalirkan air ke pemukiman, pihaknya menggunakan mesin pompa listrik. Dari sumber air, terdapat tigak titik singgah dengan masing-masing satu pompa. Air dibawa ke lokasi ketinggian dan ditampung di reservoar. Lalu dialirkan ke tandon-tandon secara bergilir dengan
sistem gravitasi.

“Ini program tahun kedua. Rencananya kita akan kembangkan lagi. Jadi penyediaan air terintegrasi. Supaya mereka bisa pakai air itu untuk pengembangan pertanian. Tanam sayur dan lainnya.

Dia akui, pelaksanaan program tersebut tidak mudah. Karena pola pikir masyarakat yang harus diubah. Dari orientasi proyek ke sistem pemberdayaan. Menurut dia, melalui sistem pemberdayaan, warga ikut merencanakan dan terlibat dalam pengerjaan kegiatan. Sehingga warga merasa memiliki dan terus menjaga dan memelihara program yang sudah dikerjakan. “Karena sistem pendampingan, sehingga kita kerja sama-sama.

Selain air bersih, kita juga pelan-pelan bantu untuk pengembangan literasi untuk anak-anak. Kita bantu dengan buku-buku bacaan,” tambahnya. (*)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.