PERUSAKAN hutan atau deforestasi diperkirakan menyumbang sekitar 15-20 persen emisi gas rumah kaca, lebih besar dari emisi yang ditimbulkan pesawat terbang, kereta api, dan kendaraan roda empat.
Karena itu melindungi hutan dan menekan emisi akibat deforestasi dan degradasi dengan pengelolaan hutan secara berkelanjutan, serta konservasi dan penanaman kembali (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation-sustainable forest management, role of forest conservation and sink enhancement (REDD+) akan bermanfaat langsung melawan gejala perubahan iklim tersebut.
Selain itu, melindungi hutan juga mendukung keberlanjutan hidup manusia dan keanekaragaman hayati di seluruh dunia.
Country Director The Nature Conservancy (TNC) Program Indonesia Rizal Algamar mengatakan pertemuan akbar tentang iklim (Climate Summit) yang digelar Selasa lalu di New York dapat memberikan kontribusi positif dalam mengatasi perubahan iklim.
Pertemuan itu tidak hanya dihadiri pemimpin dari berbagai negara, tetapi para tokoh bisnis yang dianggap mampu mampu menciptakan aksi-aksi nyata untuk dunia dengan emisi karbon yang lebih rendah. “Kegiatan yang menyatukan berbagai elemen mulai dari pemerintah, swasta, masyarakat, hingga lembaga non profit seperti ini patut didukung oleh semua pihak. Melalui kerjasama para pihak, diharapkan dampak perubahan iklim dapat ditekan dan masyarakat dunia dapat merasakan manfaatnya,” ujarnya lewat siaran pers yang diterima, Jumat (26/9).
Ia menjelaskan, di Indonesia isu perubahan iklim baru mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, akademisi, dan beberapa lembaga non profit seperti TNC, sehingga masyarakat luas dan swasta umumnya masih awam dengan isu ini. ”Jika pihak swasta dan masyarakat luas turut berpartisipasi dalam memitigasi perubahan iklim, niscaya dampak negatifnya dapat ditekan.” kata Dia.
Menurutnya Indonesia melalui Badan REDD+ telah berupaya mendorong pengembangan dan pelaksanaan inisiatif REDD+ di seluruh Indonesia. Salah satu inisiatif yang mendapatkan dukungan adalah Program Karbon Hutan Berau (PKHB) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dengan dukungan dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten serta TNC Program Indonesia.
Inisiatif ini merupakan terobosan karena secara langsung melibatkan masyarakat dalam beragam aktifitas untuk memerangi perubahan iklim.
“Salah satu strategi yang telah dikembangkan oleh TNC Program Indonesia di Berau adalah pelibatan masyarakat. Di beberapa desa yang telah menjadi mitra, program community based natural resources management (CBNRM) kami mendapatkan sambutan positif dan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan,” ungkap Herlina Hartanto, Direktur Program Teresterial TNC Program Indonesia.
Ia menambahkan, setelah melalui serangkaian ujicoba dan penelitian berbasis ilmiah, tahun ini kami mengeluarkan SIGAP REDD+, sebuah buku panduan untuk penerapan REDD+ di tingkat desa secara sederhana dan sistematis. Kami harap dengan dukungan masyarakat, swasta, dan tentu saja pemerintah, metoda yang telah kami rangkum ini dapat direplikasi di desa-desa lain di seluruh Indonesia. (gma)