Defisit Beras di NTT Capai 150 Ribu Ton, BI Jawab Dengan Program GAP

  • Whatsapp
Kepala Perwakilan BI NTT, Agus Sistyo Widjajati panen raya simbolis di Persawahan Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Selasa (29/4/2025). Foto: BI

Kupang – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai mengimplemtasikan program Good Agriculture Practices (GAP) atau praktek budidaya pertanian terbaik di Persawahan Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.

Kegiatan ini melibatkan pemerintah daerah serta bulog dan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT

Program GAP ini bagian dari langkah BI untuk mewujudkan komitmen Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). GAP bertujuan meningkatkan produktivitas pangan melalui penggunaan bibit berkualitas, pupuk berimbang, dan metode tanam jajar legowo.

“Ini merupakan penerapan implementasi GAP dalam upaya peningkatan produktivitas serta penanganan pasca panen sesuai guna menjaga mutu dan kualitas produk hasil panen,” kata Kepala Perwakilan BI NTT, Agus Sistyo Widjajati, Selasa (29/4/2025).

Menurutnya, implementasi GAP dilakukan guna mengendalikan sisi suplai yang lebih integratif, terstruktur melalui praktik terbaik dan inovasi untuk menjaga ketersediaan pasokan.

Sejalan dengan semangat swasembada pangan dari Asta Cita Kabinet Merah Putih dan Dasa Cita Provinsi NTT, perlu diperkuat sinergi dan komitmen dari seluruh mitra terkait dalam rangka memastikan ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga, khususnya untuk komoditas strategis di NTT.

Selain itu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan selaku Unit Pelaksana teknis bidang terkait berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) secara berkala kepada kelompok untuk menjadi sumber solusi teknis para petani dalam kesehariannya.

Defisit beras 150.000 Ton Per Tahun

Program yang dijalankan BI di Persawahan Desa Mata Air, juga untuk menjawab masih minimnya produksi beras di NTT. Setiap tahun, petani NTT hanya mampu memproduksi 450.000 ton yang mengakibatkan daerah ini selalu mengalami defisit beras setiap tahun.

“Secara tahunan, produksi beras di NTT terbatas pada kisaran 450 ribu ton sedangkan konsumsi masyarakat menyentuh angka 600 ribu ton sehingga secara total NTT mengalami defisit beras sebanyak 150 ribu ton” ujarnya.

Menurutnya, angka 150 ribu ton beras tersebut setara dengan Rp1,8 triliun. Defisit beras yang lumayan besar tersebut merupakan peluang bagi para petani, dengan memperbaiki cara berbudidaya pada setiap tahapan proses budidaya untukmeningkatkan produktivitas pertanian.

“Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan oleh petani, mulai dari mempraktikkan cara pengolahan pertanian yang baik, mengolah hasil panen dengan baik, serta mampu menghasilkan olahan hasil pertanian yang bernilai jual,” jelas Agus.

Pada kesempatan yang sama, juga diselenggarakan penyerahan bibit dari Wakil Ketua Majelis Sinode GMIT, serta panen raya secara simbolis pada lahan Kelompok Tani Sulamanda dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Kasih Sayang. (*/gma)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *