Kupang – Sebanyak lima orang yang diduga menjadi korban oknum-oknum calo veteran di Kabupaten Belu dan Malaka telah melapor ke Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).
Lima korban yang melapor itu ialah Bernadus Besin, Blasius Berek, Dominggos da Costa, Dominikus Kale, dan Klemes Eduk.
Kuasa Hukum DPD Legium Veteran Republik Indonesia (LVRI) NTT Fransisco Bernando Bessi mengatakan saat berkunjung ke Belu, ia mendapati korban-korban dari sejumlah oknum calo veteran tersebut.
“Patut diduga calo veteran LVRI melakukan kegiatan menipu masyarakat di sana, demikian banyaknya, tapi baru lima orang yang berani melaporkan,” kata Fransisco Bessi dalam jumpa pers di Kupang, Sabtu (20/6) petang.
Jumpa pers dihadiri Ketua Markas Daerah (Mada) LVRI NTT, Mayor TNI (Purn) Stanislaus Dawu dan Sekretaris DPD LVRI NTT Nicolaus Dawi, serta puluhan veteran dari Belu dan Malaka.
Menurut Fransisco, lima korban tersebut melapor ke Polda NTT dalam waktu tidak bersamaan yakni 19 Mei 2020 dan 20 Mei 2020. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Polres Belu sejak 11 Juni 2020. Lima korban itu sudah memberikan keterangan kepada penyidik Polres Belu.
Menurutnya, LVRI NTT juga sudah bertemu pimpinan DPRD Belu dan memperoleh keterangan, ada beberapa pejuang terpaksa menjual harta benda mereka agar bisa mendaftar sebagai anggota LVRI melalui oknum-oknum tersebut. “Bahkan ada yang sampai merubah tanggal lahirnya di Pengadilan Negeri Atambua, namun sampai saat ini mereka belum mendapatkan hak-haknya,” ujarnya.
Adapun gelar veteran diberikan kepada para pejuang yang aktif dalam perjuangan Seroja di eks Provinsi Timor-Timur dalam kurun waktu 21 Mei 1975 hingga 17 Juli 1976. Sesuai pasal 18 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2012, semua veteran RI secara otomatis menjadi anggota LVRI, yang merupakan satu-satunya organisasi massa veteran di Indonesia.
Menurut Fransisco, saat ini muncul sebuah ormas bernama Barisan Pembela Martabat Kehormatan dan Hak Veteran RI (BPMKH-VRI), juga membuat baju dan lambang ormas veteran RI.
Ormas itu dipimpin dua orang sebagai ketua dan sektretaris, menurut Fransisco, selalu membawa nama organisasi veteran RI terutama di Belu dan Malaka, tanpa sepengetahuan dan seizin dan keputusan DPP LVRI.
Karena itu, DPD LVRI telah melaporkan ketua dan sekretaris BPMKH-LVRI ke Ditreskrimsus Polda NTT.
Pada 19 April 2020, BPMKH-LVRI juga melaporkan DPD LVRI NTT ke Ditreskimum Polda NTT terkait pidana pemfitnahan, namun pada 16 Juni 2020, namun, Polda telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) terhadap laporan tersebut.
“Dua organisasi ini saling melapor, tetapi polisi menghentikan laporan mereka, sedangkan laporan kami terus berjalan. Bukti-bukti, saksi yang kami ajukan, ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” ujarnya.
Sementara itu, Stanislaus Dawu mengatakan LVRI merupakan organisasi tunggal. “Tidak ada organisasi di dalam organisasi,” tandasnya.
Di pasal 18 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2012, disebutkan Legium Veteran Republik Indonesia merupakan satu-satunya wadah dan sarana perjuangan bagi segenap veteran Republik Indonesia. Karena itu, ia menegaskan selain LVRI, jika ada ormas lain yang mengatasnamakan veteran, merupakan ormas yang tidak dapat dibenarkan serta diakomodir dalam undang-undang tersebut. (gma)