Kupang–Lintasntt.com: Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Ajun Komisaris Besar (AKB) Ronalzie Agus mengatakan uang dugaan suap yang diberikan Angkatan Laut Australia kepada penyelundup imigran tujuan Selandia Baru mencapai US$31.000.
Uang sebesar itu disita dari nakhoda dan anak buah kapal (ABK) pengangkut 65 imigran yang ditangkap Angkatan Laut Australia di Laut Timor pada 25 Mei 2015.
Mereka terdiri dari 10 orang asal Bangladesh, 54 orang asal Sri Lanka, dan satu orang asal Myanmar. Ronalzie menyebutkan laporan sebelumnya yang menyebutkan uang dugaan suap sebesar US$5.000 tersebut hanya berasal dari satu ABK.
“Nakoda diberi uang sebesar US$6.000 dan masing-masing ABK (lima orang) diberi US$5.000 sehingga totalnya menjadi US$31.000,” ujarnya lewat keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (16/6) malam. Lima penyelundup tersebut berasal dari Ambon yakni YH (nakhoda), MK, MA, YA, IR. Satu ABK lainnya yakni SIJW berasal dari Jakarta.
Sesuai keterangan nakhoda kepada polisi, mereka direktut oleh seorang calo berinisial AJ di Jakarta dengan iming-iming gaji sebesar Rp150 juta. Pada 16 April, nakhoda dan ABK kemudian dibawa ke Tegal, Jawa Tengah oleh calo lainnya berinsial AY untuk membeli kapal.
Setelah mendapatkan kapal, mereka berlayar ke Pantai Cidaun di Jawa Barat untuk mengangkut imigran tersebut pada 5 Mei 2015.
Mereka kemudian berlayar menuju Selandia Baru melalui perairan internasional hingga ditangkap Angkatan Laut Australia ketika memasuki perairan Australia. “Kapten kapal sempat diinterogasi Bea Cukai Australia dan diingatkan tentang bahaya gelombang tinggi,” ujarnya.
Empat hari pasca dicegat Bea Cukai, mereka kembali ditangkap oleh kapal Angkatan Laut Australia dan Kapal Bea Cukai. Ketika itu mereka digiring ke Pulau Greenhill di wilayah Northern Territory.
“Di situ mereka didata kemudian berlayar lagi menuju Pulau Pasir,” ujarnya.
Di sana, mereka dipindahkan ke dua kapal kayu yakni Jasmine dan Anak. Masing-masing kapal mengangkut 32 dan 33 orang, dan ABK dibagi masing-masing tiap kapal orang.
Sebelum dipindahkan itulah, para ABK diberi peta menuju Pulau Rote, jeket penolong, logistik dan uang. Mereka diminta berlayar menuju Pulau Rote.
Akan tetapi setelah delapan jam berlayar, terjadi keributan karena imigran menduga kapal tengah berlayar menuju Selandia Baru.
Apalagi ketika itu bahan bakar Kapal Kanak habis sehingga seluruh penumpang dan ABK dipindahkan ke Kapal Jasmine.
Mereka akhirnya terdampar di Pulau Landu, wilayah Kabupaten Rote Ndao pada 31 Mei 2015 pukul 17.00 Wita dan ditolong nelayan dan warga setempat.
Menurut Dia, ABK dan Nakhoda telah ditahan di Polres Rote Ndao bersama barang bukti uang dugaan suap tersebut. Mreeka kni menghadapi hukuman penjara karena diduga melanggar Pasal 120 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, tentang Keimigrasian dan Pasal 323 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar. (sumber: mediaindonesia/palce amalo)