55% Pasokan Listrik di Sumba dari Pembangkit EBT

  • Whatsapp
Air Terjun di Sumba/Foto: PLN Wilayah NTT for Lintasntt.com

Kupang–Sebanyak 55% kebutuhan listrik masyarakat di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur saat ini dipasok dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).

Capaian atas kontribusi program Pulau Ikonik Sumba berhasil meningkatkan rasio elektrifikasi dari 24,5% pada 2010 menjadi 42,67% pada 2015.

Read More

Akan tetapi capaian ini baru mewakili sekitar 17,5% dari target Rencana Umum Penyediaan Energi Sumba (RUPES) yang menargetkan capain 65% kontribusi EBT pada 2020, sehingga pada tahun yang sama, rasio elektrifikasi di Sumba akan mencapai 95%. Sedangkan capaian 100% dijadwalkan 2025.

Manajer Proyek Energi Hijau Hivos (Humanist Institute for Co-operation with Developing Countries/Institut Humanis untuk Kerja Sama Pembangunan) Sandra Winarsa di Kupang, Sabtu (22/10) mengatakan peningkatan ini berkat kontribusi pengembangan EBT yang berhasil memasok 5,7 Megawatt (Mw) kapasitas terpasang.

“Dengan target capaian EBT tersebut, sebagai tulang punggung sistem kelistrikan di pulau, jaringan listrik PLN bagian timur dan barat Sumba yang saat ini masih terpisah sangat penting untuk diintegrasikan secepatnya, sehigga pengembang swasta yang tertarik berinvestasi tidak ragu untuk merealisasikan potensi EBT yang melimpah di Sumba. Upaya tersebut akan menentukan ketersediaan akses listrik bagi 77,5% sampai 83,2% rumah tangga di Sumba,” kata Sandra kepada wartawan di Kupang (21/10).

Hivos adalah lembaga pembangunan internasional yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta mengupayakan solusi baru bagi isu-isu global.

Menurutnya studi Bank Pembangunan Asia menyebutkan sebanyak US$400,5 juta diperlukan untuk mencapai target rasio 95% elektrifikasi tersebut.

Karena itu kerjasama pendanaan dari sektor publik dan investasi pihak swasta sangat diperlukan. Prioritas utama sepanjang 2016-2020 ialah menggalang minat investor untuk menanamkan modal sebesar US$105,2 juta yang dibutuhkan untuk pembangungan pembangkit berbasis EBT di Sumba.

Solusi Sitem Off-Grid

Menurutnya Hivos bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, PLN, Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT), kabupaten dan pihak lainnya untuk merealisasikan target Peta Jalan EBT Sumba. Sistem on-grid dan off-grid memiliki kepentingan yang sama untuk mendorong pembangunan ekonomi Sumba.

Melalui program kemitraan hijau dengan Millenium Challenge Account-Indonesia (MCA-I), sepanjang 2016-2018, Hivos bersama mitra konsorsium Yayasan Rumah Energi dan ‘Village Infrastructure Angel’ di Sumba memperluas upaya peningkatan akses energi terbarukan khususnya off-grid dan membangun potensi peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan yang terlibat.

Pasalnya masyarakat Sumba tinggal tersebar dan berjauhan berdampak terhadap tingginya biaya perluasan jaringan listrik dan tidak sesuai dengan skala ekonomi PLN.

Hal ini mengakibatkan angka elektrifikasi yang masih rendah terutama khususnya pada kebutuhan penerangan. Karena itu, kemitraan ini akan menyediakan 7.000 lampu PV isi-ulang melalui 25 PLTS skala kecil di sekolah dan 20 PLTS skala kecil di desa-desa pilihan. Kegiatan ini diestimasikan akan menjangkau lebih dari 30.000 anak

Selain itu, melalui kemitraan yang sama akan dipasang 50 sistem penggilingan mikro bertenaga surya untuk proses pengolahan pangan pokok di Sumba.

“Masyarakat petani akan diuntungkan melalui teknologi ini karena akan mempercepat waktu proses produk mereka, hasil olahan lebih bermutu dan bernilai untuk dijual di pasar. Jagung dan beras adalah bahan pangan pokok dalam menu masyarakat Sumba.

Namun, untuk memproduksi makanan ini banyak menghabiskan waktu, yang sebagian besar dilakukan oleh para perempuan. Proses pengolahan manual menggunakan tangan membatasi jumlah panenan yang bisa diolah, dan membatasi jumlah waktu yang tersisa untuk melakukan kegiatan bernilai ekonomi lainnya.

Instalasi 3.200 biogas digester akan memperluas jangkauan program Biogas Rumah (Biru). Kegiatan ini akan menggunakan model bisnis yang telah teruji guna menyediakan energi terbarukan untuk memasak dan penerangan bagi 3.200 rumah.

Pada saat yang sama, masyarakat pengguna biogas (termasuk perempuan yang meliputi lebih dari 50 persen anggota rumah tangga) juga akan membangun praktek pengelolaan peternakan yang lebih modern dan ramah lingkungan dengan mendapatkan kemampuan untuk mengoperasikan dan merawat instalasibiogas untuk pengelolaan limbah hewan yang lebih baik.

Sebanyak 65 persen atau 2.080 rumah penduduk juga akan dapat memproses, memakai atau menjual ampas biogas (bioslurry) yang bermanfaat sebagai pupuk organik.

Air Terjun di Pulau Sumba/Foto: PLN Wilayah NTT for Lintasntt.com
Air Terjun di Pulau Sumba/Foto: PLN Wilayah NTT for Lintasntt.com

Banyak rumah tangga akan terlibat dalam operasional pengolahan ampas biogas (30 persen di antaranya dijalankan oleh perempuan), terlibat dalam pengumpulan, pemrosesan dan penjualan.

Menurut Sandra, banyaknya masalah keberlanjutan sistem skala kecil (off-grid) EBT terletak pada pengelolaan manajemen.

Bersama mitra swasta, Hivos tengah dalam proses membentuk dua Pusat Layanan Energi Terbarukan (Resco) di Waingapu, Sumba Timur dan Waitabula, Sumba Barat Daya sebagai penghubung operasi bisnis dan kegiatan teknis yang berhubungan dengan pemasangan, pengoperasian, dan perawatan sistem energi terbarukan.

Pusat layanan energi terbarukan adalah solusi untuk mengatasi tantangan besar dan keberlanjutan jaringan listrik mini dan tersebar di Sumba, dan personalia asal Sumba yang akan menjadi ujung tombak Resco sedang dipersiapkan kapasitasnya untuk melayani masyarakat, PLN, dan pemerintah dalam pengoperasian dan pemeliharaan sistem listrik energi terbarukan skala kecil untuk jangka panjang.

Kepala Bidang Listrik dan Pemanfaatkan Energi, Dinas Pertambangan dan Energi NTT Rudi George Baten menyebutkan pemerintah terus mendorong pihak swasta untuk bermitra untuk memanfaatkan potensi EBT di Sumba guna mempercepat program pemerintah tersebut.

“Kami sudah memetakan program sejumlah wilayah di NTT seperti Flores menjadi khusus dikembangkan energi panas bumi,” ujarnya.

Adapun pembangkit EBT akan terus dikembangkan di sejumlah daerah seperti Alor, Rote, dan Timor. Program ini bertujuan menaikan rasio elektabilitas NTT yang sampai 2016 masih 59%. (sumber: media indonesia/palce amalo)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.