15 Pejabat Diangkat jadi Staf Khusus Gubernur NTT, Lalu Diabaikan

  • Whatsapp
Andre Koreh/foto: dinas PU NTT

Kupang – Sebanyak 15 pejabat eselon II dinonaktifkan dari jebatan mereka, kemudian diangkat menjadi staf khusus gubernur NTT pada 15 Februari 2019.

Namun, sejak itu mereka diabaikan. Pemerintah tidak memberikan akses kepada mereka untuk melaksanakan tugas secara maksimal sebagai staf khusus.

Read More

Mereka juga tidak dilibatkan dalam pertemuan atau rapat yang berhubungan dengan tugas-tugas staf khusus. Seperti diketahui, gubernur NTT juga mengangkat staf khusus dari eksternal.

“Pernah kami diberikan semacam job description (deskripsi pekerjaan) untuk menyampaikan usulan kepada pemerintah baik diminta maupun tidak diminta terkait perkembangan kinerja dinas, tetapi itu hanya di atas kerja. Kami tidak bisa melakukan dengan maksimal karena tidak diberikan akses,” katakata staf khusus Gubernur bidang Infrastruktur, Andre Koreh saat menggelar metting virtual ‘Refleksi dua tahun staf khusus Gubernur NTT’ bersama sejumlah wartawan, Sabtu, 13 Februari 2021.

Surat pemberhentian sebagai pejabat eselon II juga belum diterima dari pemerintah. “Bagaimana kami tahu alasan kami diberhentikan, kalau sampai saat ini saja, kami belum terima surat pemberhentian,” katanya.

Meskipun diabaikan, menurut Andre, pemerintah tetap mengalokasikan anggaran kepada staf khusus. “Mendingan ditiadakan jabatan kami, supaya anggaran untuk kami, dipakai untuk pembangunan,” katanya.

Menurut Andre Koreh, saat ini staf khusus gubernur masih empat orang karena, staf lainnya mengundurkan diri, pensiun, dan meninggal. “Mengangkat pejabat harus profesional, sesuai SDM. Bukan faktor suka atau tidak suka. Saya minta Pemprov NTT, berhentilah bersandiwara untuk tempatkan pejabat. Stop sandiwara jabatan,” tegasnya.

Terkait langkah mengatasi persoalan ini, dia mengaku akan berkoordinasi dengan rekan-rekannya untuk membawa persoalan ini ke Komisi ASN dan DPR. Staf khusus gubernur NTT lainnya, Yovita Mitak mengatakan pengangkatan staf khusus Gubernur di NTT merupakan yang kedua di Indonesia, setelah DKI Jakarta.

Namun, dia mengaku menerima dan siap menjalankan kebijakan pimpinan. Karena bagi dia, jabatan adalah ladang pengabdian. “Kalau mau buat gaduh, dari dulu kami sudah buat gaduh, tapi kami hormati pimpinan, meski kami tau itu tidak sesuai ketentuan. Jabatan bukan segalanya,” katanya.

Sesuai regulasi, pemberhentian seorang pejabat eselon II harus berdasarkan aturan, seperti, ada pelanggaran hukum atau perampingan OPD. Ironisnya, Dia bersama 14 rekannya dinonaktifkan dari jabatan kepala dinas dengan alasan perampingan OPD, namun faktanya, 15 dinas itu malah diisi oleh penjabat hingga sembilan bulan.

“Padahal kuota jabatan dengan dinas itu klop. Lalu, kami diangkat sebagai staf khusus dan dinas-dinas itu malah diisi penjabat,” katanya. (*/gma)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.