Sulitnya Menaklukan Arus Bawah Perairan Komodo

  • Whatsapp
Pink Beach di Komodo/Foto: Indonesiatravel

Labuan Bajo–Dive Master Nurdin Rais mulai akrab dengan wisata minat khusus penyelaman sejak 1987. Mulai dari perairan Raja Ampat, Alor, Bunaken, dan lokasi penyelamannya lainnya di Tanah Air.

“Indah sekali jika menyelam di Raja Ampat, tetapi tantangannya tidak seperti menyelam di perairan Komodo,” kata Om Nero, panggilan akrab Nurdin Rais, Jumat (5/5).

Read More

Bahkan selama 29 tahun menyelam di perairan Komodo, ia mengaku masih terus mempelajari karakter arus bawah (down current) perairan ini. “Sampai saat ini, saya belum tahu persis karakter (arus bawah) karena berubah-ubah,” jelasnya.

Jika Om Nero, warga lokal yang juga menjabat Ketua Persatuan Dive Master Seluruh Flores masih kesulitan menaklukan arus bawah perairan Komodo, penyelam luar daerah mesti hati-hati. Apalagi belum memiliki pengalaman cara meloloskan diri jika tersedot di arus bawah. “Kalau orang mau tahu perairan bawah laut Komodo, Dia harus yakin bahwa kemampuannya bisa di arus,” ujarnya.

Untuk menghindar dari kecelakaan saat menyelam, Dia selalu memberlakukan aturan ketat kepada penyelam seperti harus mengantongi sertifikat menyelam tingkat advanced, mengikuti briefing, menandatangi surat yang menyebutkan ia tidak akan menuntut perusahaan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, mengikuti arahan pemandu lokal (local quide), dan menyelam berpasangan (buddy system), serta sehat jasmani dan rohani.

Selain itu, jika terjadi musibah, Tim Search And Rescue (SAR) harus siap memberikan pertolongan. Dia ingat ketika terjadi musibah terhadap Neo Qiu Ping Vera, 18, penyelam asal Singapura di Perairan Gili Lawa, Taman
Nasional Komodo pada Minggu (24/4) malam.

Setelah tim SAR ditelpon untuk membantu pencarian korban, mereka bilang besok saja ya pak karena ketika itu hari mulai malam. Saya tidak tahu apakah menelon tim SAR harus datang segera atau tunggu dua hari kemudian,” kata Dia. Selain itu, itu anggota tim SAR juga belum tahu kondisi
perairan tersebut.

Tubuh penyelam asal Singapura itu ditemukan dalam kondisi tak bernyawa pada Senin (25/4) siang. Menurutnya, Vera datang dari Singapura bersama empat rekannya. Tiba di Bali bergabung empat WNI termasuk pemandu bernama Putu Sudirtana sehingga jumlah mereka menjadi delapan orang. Mereka
menyewa perahu dan peralatan dari warga di Labuan Bajo kemudian pergi menyelam.

Sesuai keterangan yang ia peroleh, hanya tujuh orang yang menyelam dan telah mengikuti prosedur yang benar termasuk quide lokal yang cukup berpengalaman bernama Gusti Abu. Ternyata Putu mengalami masalah sehingga ia kembali ke perahu tanpa diketahui penyelam lainnya.

Sehingga tinggal lima penyelam. Dalam perjalanan satu penyelam hilang. “Sudah dilakukan pencarian sesuai prosedur tetapi tidak diemukan sehingga diputuskan minta bantuan tim SAR,” katanya.

Menurutnya musibah penyelam tewas di perairan Komodo selama 10 tahun terakhir sudah mencapai lebih dari 10 orang. Kondisi ini menurut Dia harus menjadi menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Pemerintah perlu menyiapkan fasilitas yang cukup yang berhubungan dengan wisata menyelam di Komodo. “Jangan hanya melakukan promosi tanpa menyiapkan fasilitas memadai,” ujarnya.

Usaha Dive Ilegal

Dia mengatakan musibah yang terjadi pada penyelam di perairan Taman Komodo juga tidak lepas dari bermunculannya usaha dive center ilegal maupun legal.

Pemunculan usaha dive mulai ramai sejak Sail Komodo pada 2013 yang diikuti dengan ditetapkannya Komodo sebagai salah satu tujuan wisata utama di Indonesia. Menurutnya usaha dive disebut ilegal karena tidak memiliki kantor.

Pengusaha dive tersebut memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan para tamu dari berbagai negara atau perusahaan tour and travel di Jakarta atau Bali. “Dia kenal tamunya, undang ke Labuan Bajo, sewa kapal dan peralatan untuk menyelam,” ujarnya.

Padahal risko kehilangan nyawa menyelam di perairan Komodo tanpa prosedur yang benar sangat besar. Sesuai catatan, korban tewas penyelam di perairan tersebut termasuk sejumlah dive master seperti Chuang Binhto, 30. Dive Master asal Tingkok tersebut terseret arus bawah dan hilang pada 4 Oktober
2015.

Musibah terjadi saat ia bersama tujuh rekannya menyelam di spot Gili Lawa Laut, Komodo.

Dive master lainnya Juningsi Jecelin Letik, karyawati PT XL Axiata Tbk tewas saat menyelam di Kristal Rock Gili Lawa, Komodo. Padahal Juningsi dikabarkan telah mengantongi sertifikasi Advanced Adventurer atau waktu menyelam lebih dari 40 log. Kemudian Asri Sofia Marwah, 30, putri seorang anggota DPR, meninggal saat menyelam bersama Giri, suaminya yang merupakan seorang penelam profesional. Ia kelelahan karena terseret arus bawah.

Om Nero mengaku pernah memperingatkan ancaman kecelakaan penyelam di  Komodo kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada pemerintahan sebelumnya. Hal itu dilihat dari mulai membanjirnya wisatawan berkunjung ke Komodo serta bermunculan usaha dive ilegal tanpa pengawasan pemerintah.

Di sisi lain, di lokasi penyelaman tertentu di perairan Komodo, arus laut sering muncul secara tiba-tiba tanpa diprediksi sehingga tidak boleh mengabaikan prosedur penyelaman serta tetap mengikuti arahan dive master.

Karena memiliki arus yang kuat, perairan bawah laut Komodo menyimpan kekayaan yang melimpah, antara lain terdapat sekitar 385 terumbu karang, 1.000 jenis ikan, 10 jenis lumba-lumba, hiu, pari manta dan penyu hijau. Namun bagi penyelam, perairan bawah komodo tetap menyimpan tantangan besar
terutama arus bawah laut yang kencang dan muncul secara vertikal dan horisontal. (Artikel ini pernah ditayangkan di Harian Media Indonesia/Penulis: Palce Amalo)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.