Sengketa HGU Garam di Kabupaten Kupang Diselesaikan di PTUN

  • Whatsapp
Kuasa Hukum PT PGGS Henry Indraguna (kedua dari kanan) bersama tim seusai sidang di PTUN Kupang, Selasa (9/10)/Foto: Lintasntt.com

Kupang–Sengketa Hak Guna Usaha (HGU) garam antara dua perusahaan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) akhirnya dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Penyelesain sengketa lewat pengadilan lantaran upaya mediasi yang ditawarkan PT Panggung Guna Gandasemesta (PGGS) ditolak kuasa hukum PT Garam Indo Nasional (GIN) Hendrik Mulyadi dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Basuki Santoso di PTUN Kupang, Selasa (9/10/2018).

Read More

“Tergugat menolak (upaya mediasi PT PGGS) sehingga sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian dokumen,” kata Hakim Basuki Santoso dalam sidang tersebut.

Kasus ini berawal dari pemanfaatan lahan seluas 304 hektare (ha) oleh PT Garam Indo Nasional untuk pembangunan tambak garam di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, yang ternyata masuk dalam HGU garam milik PT Panggung Guna Gandasementa dengan total luas lahan 3.720 ha. Lahan HGU tersebut terbentang sepanjang Teluk Kupang dalam wilayah Kecamatan Kupang Tengah hingga Sulamu.

Selanjutnya PGGS melayangkan gugatan ke PTUN Kupang kepada dengan tergugat Pemerintah Kabupaten Kupang dan GIN sebagai tergugat intervensi. Selanjutnya gugatan dicabut dicabut karena perusahaan ingin menyelesaikan kasus tersebut secara musyawarah.

Pemerintah Kabupaten Kupang turut digugat karena menerbitkan Surat Perjanjian Pemanfaatan Lahan kepada GIN untuk membangun industri tambak garam di lahan yang dikuasainya saat ini sejak 2016.

Bahkan GIN sudah melakukan panen perdana garam sejak 11 September lalu. Selama empat bulan terakhir, produksi garam PT GIN di lahan HGU PT PGGS tersebut diperkirakan mencapai 400 ton.

“Tergugat dan tergugat intervensi menolak, mereka tetap mau melanjutkan sidang ini. Lah, kami bingung kan, kami yang gugat dan kami mau cabut karena mau cari solusi medisi kok tidak disambut dengan baik?, ada apa sebenarnya?” ujar Kuasa Hukum PT PGGS Henry Indraguna seusai sidang.

Menurut Henry, pihaknya tidak melakukan replik, tetapi tergugat dan tergugat intervensi melakukan duplik tertulis. “Kami langsung pembuktian saja,” tandasnya.

Dia juga mempertanyakan izin yang diterbitkan pemerintah Kabupaten Kupang kepada PT GIN dalam bentuk izin usaha industrik, namun tidak disertai pertimbangan teknis dan Badan Pertanahan Negara (BPN) setempat.

“BPN menolak mengeluarkan pertimbangan teknis karena memang lokasinya punya kami. Saya pertanyakan apakah ada izin lokasi dan Amdal?” tandasnya.

Menurut Henry, pihaknya tidak minta PT GIN keluar dari lahan HGU, tetapi menawarkan bagi hasil sebesar 10% namun tidak ditanggapi dengan baik. “Kami ngak usir dia, pakai saja lahannya sampai HGU kami habis (tahun 2027), tetapi bagi hasil sedikit saja kepada kami sebagai pemilik lahan dan kami sudah keluarkan dalam draf perjanjian sebesar 10 persen,” kata Henry.

Adapun kuasa hukum PT GIN, Hendrik Mulyadi menolak memberikan keterangan kepada wartawan. “Tidak ada komentar,” katanya. Begitu pula kuasa hukum pemerintah Kabupaten Kupang Filmon Awang tidak bersedia berkomentar terkait sengketa HGU garam tersebut. (gma)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.