Mengenal Wakil Gubenur NTT Josef Nae Soi (3)

  • Whatsapp
Josef A Nae Soi/Copyright: lintasntt.com

Minat Kemaritiman

Ose sudah tertarik mempelajari ilmu kemaritiman sejak studinya ke Belanda. Di tahun 2004 ia mulai aktif dalam International Maritime Organisation (IMO) di London.

Read More

Indonesia telah menjadi anggota IMO sejak tahun 1961. Saking berminatnya, ia berangkat ke Konferensi IMO dengan biaya sendiri. Namun kemampuan lobbynya menyebabkan setiap dua tahun ia diundang sebagai delegasi dari Indonesia hingga tahun 2014.

“Saya tertarik dengan maritime itu pada saat pak Sudomo menjadi Menteri Tenaga Kerja. Dalam suatu diskusi ia mengatakan akan membenahi para pelaut. Kebetulan saya punya latar belakang kursus hukum laut. Maka berusaha dengan dana sendiri untuk ikut konferensi IMO pada tahun 2004,” kata Ose.

Kecintaannya pada kemaritiman jualah yang membawanya kembali ke NTT. “Kita ini kan negara maritim, kita memberi kepada dunia empat Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI): alur laut selat Malaka, alur laut selat Sunda, Alur laut selat Lombok dan Alur Laut selat Ombay di NTT. Kita memberikan itu kepada dunia dan kita harus mengatakan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara archipelagus terbesar.”

“Karena itu saya setuju dengan konsep pak Jokowi mengenai tol laut itu. Tetapi kemudian tidak hanya kelautan yang kita pentingkan tetapi maritime. Maritime itu menyangkut semua, pelabuhan, kekayaan alam yang ada di laut itu, itu maritime. Itu yang harus diberdayakan semua.”

Menurut Ose, Indonesia perlu memperjelas Zona Ekonomi Eksklusifnya agar mampu berdiri terhormat dengan bangsa lain di hadapan hukum internasional.

“Contoh di NTT, kasus tumpahan minyak Montara, perusahaan di Australia yang mencemari laut kita, kenapa kita tidak bisa complain? Karena ZEE sudah tidak kuat dalam negosisasi internasional. Kita tidak punya ahli untuk menentukan ZEE. Itulah mendesak kami mau mendidik anak-anak kita ahli di bidang kelautan,” kata mantan ketua diklat Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) tahun 1997-2004 ini.

Meninggalkan warisan yang baik

Josep Nae Soi, telah menjalani lapangan sepakbola kehidupan bagaikan seorang midfielder yang handal. Tak pernah mengeluh dan memamerkan diri tapi sekurang-kurangnya sudah sejumlah warisan hukum dan perundangan yang ia tinggalkan.

“Saya sudah di DPR pernah meninggalkan beberapa buah tangan undang-undang, tapi di eksekutif saya belum pernah meninggalkan sesuatu. Itulah yang membuat saya terpanggil untuk pulang ke NTT saya mau berbuat sesuatu untuk NTT sehingga masyaralat NTT akan mengenang pernah dipimpin oleh seseorang yang berbuat untuk NTT. Dan itu saya itu saya mau bekerja sungguh-sungguh dengan pak Viktor untuk membangun NTT,” kata lelaki dengan moto hidup “Fortiter In Re, Suaviter In Modo” (tegas dalam prinsip, ramah dalam cara) ini.

“NTT dari dulu dikatakan termiskin, terbodoh. Padahal NTT punya potensi SDA yang begitu bagus, kalau SDM tinggal digerakkan saja pasti bagus. Selama ini kami himbau kepada orang tapi sekarang kami, saya dan pak Viktor, himbau kepada diri sendiri untuk pulang menggerakkan orang NTT untuk bangkit dan sejahtera.”

“Pada saat pak Viktor telpon saya saya sedang berada di tanah suci, Israel, untuk memutuskan apakah menolak atau menerima tawaran posisi duta besar di sebuah Negara Amerika Latin. Saya putuskan pulang ke NTT,” ungkapnya.

Bagi Josef, Viktor Laiskodat adalah pasangan yang pas untuk maju sebagai pemimpin NTT. “Saya tidak akan mau jadi calon kalau tidak berpasangan dengan Viktor Laiskodat,” katanya di sejumlah kesempatan. Josef memang telah mengenal Viktor sejak tahun 2003 dan keduanya telah menjalani banyak hal bersama. Kini Viktor hanya memanggilnya dengan “Kaka Ose”.

Semoga Viktor bisa menjadi pemain depan yang tajam dan kaka Ose menjadi pengatur bola yang adil dan handal di lapangan sepakbola NTT.

“Kami tidak mengenal gubernur dan wakil gubernur. Itu bahasa Undang-undang yang tentu wajib dipakai. Tapi dalam peran dan fungsi kami menggunakan istilah gubernur satu dan gubernur dua.”

Gubernur satu itu pak Viktor akan memperkenalkan NTT keluar, karena lokomotif kami adalah pariwisata. Dia akan mencari investor dari luar dan dana-dana dari luar untuk membangun NTT. Itu tugas beliau. Sedangkan sayalah yang mengelola pemerintahan sehari-hari. Mengelola birokrasi, administrasi kepemerintaha sehari-hari.

Kalau tidak begitu, NTT ini maju tapi maju di tempat.  Pembanguan infrastruktur tidak bisa kita hanya berharap pada APBD yang hanya Rp400 miliar. Harus mencari inisiatif ke luar. Dengan adanya Perpres Nomor 38/2015 dimungkinkan pemerintah bekerjasama dengan badan usaha untuk membangun infrastruktur. Itu tugas pak Viktor untuk cari uang, kalau sudah ada uang saya mengelola. Bagaikan mengofer bola dengan benar dan tepat waktu,” jelas kaka Ose (Matheos Viktor Messakh)

 

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.