Menang di Pengadilan Australia, Nelayan NTT Terima Ganti Rugi Rp450 Juta

  • Whatsapp
Nelayan Kupang/Foto: Gama
Nelayan Kupang/Foto: Gama

Kupang—Lintasntt.com: Sahring, 43, nelayan asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menerima ganti rugi 44 ribu dolar atau sekitar Rp450 juta dari Pemerintah Australia setelah menang dalam sidang di pengadilan di Darwin, Australia Utara.

Sahring dibawa ke pengadilan dengan tuduhan menangkap teripang di wilayah perairan Australia pada 2008. Padahal ketika itu, ia melaut di perairan Indonesia. Kapal Sahring bersama tiga kapal nelayannya yang juga berasal dari Kupang kemudian digiring masuk ke perairan Australia oleh Kapal Patroli Angkatan Laut Australia kemudian dibakar.

Sahring dan rekan-rekannya kemudian dibawa ke Australia dan menjalani hukuman. Pengacara Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Greg Phelps di Darwin mendampingi Sharing untuk menggugat pemerintah Australia.

Di pengadilan, Sahring mengatakan tuduhan bahwa mereka sedang mencari dan menangkap teripang di dasar laut Australia adalah keliru. “Ketika itu, saya sedang memancing di daerah yang telah umum atau biasa digunakan oleh nelayan lainnya dari Indonesia. Tetapi, kami kemudian digiring oleh patroli Angkatan Laut Australia ke wilayah perairan Australia dan kapal-kapal kami dibakar,” ujarnya pada sidang Kamis (21/3) seperti disampaikan Greg lewat surat elektronik, Jumat (22/3).

Menurut Sahring, perahunya yang diberi nama Ekta Sakti, hanya menangkap ikan, bukan menangkap teripang seperti tuduhan patroli Angkatan Laut Australia. Greg Phelps mengatakan ganti rugi sebesar itu terdiri dari kompensasi 25.000 dolar Australia untuk kehilangan perahunya, 15.000 dolar Australia untuk mengganti pendapatannya sebagai nelayan serta 4.000 dolar Australia untuk tindakan penahanan yang tidak sah.

Hakim John Mansfield, kata Greg Phelps, Sahring tidak melakukan pelanggaran apapun terhadap Undang-Undang Pengelolaan Perikanan, dan tidak ada alasan yang kuat bagi pemerintah federal Australia untuk menyita kemudian membakar perahnya. Greg Phelps menambahkan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Indonesia di perairan Indonesia di bawah lisensi mereka bukanlah merupakan pelanggaran hukum, kecuali mereka terbukti melanggar hak pengelolaan ikan di dasar laut,” katanya. “Banyak nelayan yang berjuang untuk mempertahankan hidup mereka di Timor Barat NTT, karena mereka telah kehilangan perahu untuk mencari nafkah hidup. Saya tahu, anak-anaknya Sahring sudah tidak bisa lagi melanjutkan pendidikan sejak Sahring ditangkap,” ujarnya.

Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor (Antralamor) Haji Mustafa yang dihubungi secara terpisah di Kupang mengatakan sangat gembira ketika mendengar kabar tentang adanya kompensasi yang diberikan oleh pengadilan federal Australia di Darwin. “Peristiwa itu bukan hanya menimpa Sahring saja, tetapi ada beberapa nelayan lainnya, termasuk di antaranya saya.

Perahu kami dihancurkan dan dibakar, namun kami hanya menunjuk Sahring sebagai perwakilan dalam melakukan gugatan hukum terhadap pemerintah federal,” kata Mustafa. Mustafa melukiskan keputusan pengadilan federal Australia di Darwin itu sebagai sebuah angin surga bagi para nelayan yang mengalami penyiksaan oleh pemerintah federal Australia, karena perjuangan tersebut sudah berjalan sekitar enam tahun. Greg Phelps mengatakan kompensasi tersebut akan digunakan oleh Sahring dan teman-temannya untuk menyekolahkan kembali anak-anak mereka yang terlanjur putus sekolah akibat sumber penghasilan orangtuanya diberangus.

Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni melayangkan pujiannya kepada hakim John Mansfield yang cukup adil dalam memutuskan perkara yang menimpa nelayan asal Timor Barat tersebut. Lembaga non pemerintah tersebut terus mendorong Greg Phelps untuk melakukan pembelaan terhadap nelayan Indonesia yang mengalami persoalan hukum seperti yang dialami oleh Sahring dan kawan-kawannya.

“Kasus ini berjalan sudah bertahun-tahun lamanya, namun Greg Phelps tetap dengan setia mendampingi nelayan-nelayan kita sampai akhirnya membuahkan hasil yang begitu menggembirakan dalam upaya membela hak-hak mereka,” kata Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedubes Australia itu. Dalam hubungan dengan itu, Tanoni juga meminta kepada pemerintah federal Australia untuk tidak mengajukan banding lagi atas perkara dimaksud, karena hanya akan memperlambat proses pembayaran kompesasi kepada Sahring dan kawan-kawannya.

“Kami akan terus berjuang untuk membela hak-hak nelayan tradisional Indonesia di Laut Timor, karena persoalan ini tidak ada kaitannya dengan persoalan politik, melainkan urusan kemanusiaan yang dibela oleh siapapun, termasuk di antaranya pemerintah dan para politisi di negeri ini,” demikian Ferdi Tanoni. (gba)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.