Medah: Saatnya Lahan-lahan Tidur Dibuka

  • Whatsapp
Pembukaan Lahan

Kupang–Masih banyak lahan pertanian di NTT yang tidak diolah. Lahan-lahan tidur dan hutan yang tidak produktif mesti dimanfaatkan untuk pertanian.

Itulah gagasan Anggota DPD RI, Ibrahim A. Medah. Kepada wartawan di Kupang, Senin (20/3).

Ia menjelaskan cara yang paling ampuh memberantas kemiskinan NTT adalah mengembangkan pertanian secara maksimal, khususnya holtikultura. Sebab, di sinilah potensi terbesar NTT ke depan.

Iban Medah yang juga calon Gubernur NTT dari Partai Golkar ini mempunya ide untuk mengalokasikan lima persen APBD, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk pengadaan air dan pengolahan lahan.

Khusus untuk lahan, Iban menjelaskan saat ini rata-rata luas lahan yang dikelola setiap petani hanya setengah hektar. Ini karena kendala air dan pengolahan tanah. Dengan demikian, produksi petani tidak bisa meningkat.

Oleh karena itu, dengan disihkan lima persen dari APBD, misalnya APBD Kabupaten Kupang Rp 1,3 triliun, maka totalnya Rp 65 miliar. Dana ini dibelikan alat berat yakni excavator dan traktor ukuran besar. Kalau porsi untuk belanja excavator sebesar Rp 50 miliar maka akan didapat 50 excavator. Sisanya Rp 15 miliar dibelanjakan untuk membeli traktor besar dengan harga saat ini paling mahal Rp 500 juta per unit. Dengan demikian akan didapat 30 unit.

Lebih lanjut dijelaskan, satu unit excavator dapat membongkar batu, tanah dan pepohonan dalam satu hari menghasilkan 1 hektar. Dalam satu tahun satu unit excavator menghasilkan 300 hektar. Lalu, satu traktor besar dalam sehari bisa mengolah lahan yang telah dikerjakan oleh excavator 2 hektar.

Dua unit alat ini bekerja sebagai satu paket. Karena ada 50 unit excavator, maka dalam satu tahun akan dihasilkan 15.000 hektar tanah yang sudah diolah untuk siap tanam oleh masyarakat. Tahun berikutnya bertambah lagi 5.000 hektar dan seterusnya.

Dalam lima tahun lahan yang sudah diolah yang langsung siap tanam 75.000 hektar. “Maka tiap desa lahan yang terolah siap tanam seluas 416 hektar. Kalau air tersedia, tanah siap olah, maka tidak ada alasan petani gagal tanam dan gagal panen, dan tidak ada alasan petani masih miskin karena areal bertani sudah bertambah dan jumlah periode tanam dalam satu tahun tidak lagi satu kali tanam dalam satu tahun, tetapi akan meningkat menjadi tiga kali tanam dalam satu tahun,” jelas mantan Ketua DPRD NTT ini.

Selanjutnya, pemerintah menyiapkan tenaga pendamping. Iban mengatakan, pendamping jangan berstatus politis seperti yang biasa terjadi, tenaga pendamping diambil dari tim sukses. Yang terbaik adalah menggunakan tenaga pendamping yang benar-benar profesional.

Namun, pemerintah tak perlu merekrut orang baru lagi. Tinggal diinventarisir pegawai-pegawai di pemprov dan kabupaten-kabupaten. Kebutuhan pegawai di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) dianalisis. Pegawai yang ‘nganggur’ di kantor dijadikan pendamping di desa. Mereka dijadikan tenaga fungsional.

Gajinya sama dengan pegawai struktural. Hanya karena sebagai fungsional, pangkat mereka cepat naik. Selain itu, mereka akan mendapat tunjangan operasional. “Jadi pasti mereka senang. Satu desa satu pendamping,” kata Iban.

Menurut Ketua DPD I Partai Golkar NTT ini, para pendamping ini akan menyampaikan laporan dari lapangan terus menerus. Apalagi, saat ini teknologi semakin canggih. Laporannya langsung dari kebun masyarakat. Setiap hari aktifitas mereka bisa dipantau.

Ketika air, lahan dan tenaga pendamping sudah disiapkan pemerintah, maka masyarakat tinggal menyiapkan tenaga dan semangat untuk bekerja. “Saya yakin satu-dua tahun pertama saja NTT sudah berubah. Apalagi lima tahun, karena kita menyentuh langsung titik persoalannya, yaitu pertanian yang selama ini diabaikan,” jelas Iban. (*/ibanmediacenter)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.