Laju Alih Fungsi Lahan Sulit Dibendung

  • Whatsapp
Konversi Lahan di Persawahan Kelurahan Oebufu
Konversi Lahan di Persawahan Kelurahan Oebufu

ALIH fungsi lahan pertanian di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur sulit dibendung karena persoalan ekonomi dan belum ada peraturan daerah yang membatasi hal tersebut.

Pasalnya kebutuhan lahan untuk pembangunan rumah cenderung terus meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Di sisi lain, masyarakat pemilik lahan pertanian adalah penduduk yang sebagian besar terkendala masalah keuangan.

Ketua RW 09 Kelurahan Oebufu, Kota Kupang Michael Magnus mengatakan alih fungsi lahan pertanian di kelurahan tersebut sulit dibatasi. Selama 20 tahun terakhir, alih fungsi lahan pertanian di wilayah itu mencapai puluhan hektare. Bahkan lahan tempat rumah Michael dibangun, dulunya sawah. “Sawah-sawah di kelurahan ini dijual karena kebutuhan ekonomi pemiliknya,” ujarnya.

Sesuai catatan Michael, lahan sawah yang terjual selama 20 tahun tersebut meliputi dua wilayah rukun tetangga (RT). Kini di atas tanah tersebut telah dibangun rumah penduduk, kios, bengkel, toko, gedung milik pemerintah, ruko, rumah makan, dan apotek. Dua RT itu ialah RT 35 yang ditempati 52 keluarga, dan RT 36 yang ditempati 42 keluarga.

Menurutnya sampai 2014, alih fungsi lahan pertanian masih berlangsung. Misalnya seorang pemilih tanah memilih menjual sawahnya ke pengembang untuk membangun ruko dan rumah makan. Ia mengatakan alih fungsi lahan secara besar-besaran dimulai sejak 1990an yakni ketika persawahan besar di wilayah Kelurahan Oebufu dijual untuk pembangunan pusat pembelanjaan mewah.

Harga jual lahan sawah ketika itu mencapai miliran rupiah kemudian mendorong petani lainnya berbondong-bondong menjual sawah. Akibatnya lahan pertanian dijual kepada pihak lain dengan harga Rp750.000 per meter persegi. Harga itu naik drastis dari harga sebelumnya yakni Rp300 per meter persegi. “Saat ini masih ada lahan sawah yang dijual yang dipatok hingga Rp10 miliar ,” kata Dia.

Tingginya alih fungsi lahan di kompleks perawahan Oebufu tersebut, menjadikan wilayah yang dulunya sejuk kini mulai panas.”Kami tidak bebas lagi menghirup udara segar,” kata Dia.

Alasan lain penjualan lahan sawah menurut Dia, ialah adanya peralihan sumber daya manusia yang beralih kerja menjadi pegawai negeri dan meninggalkan pertanian. Ada juga pendapat yang menyebut rendahnya produksi gabah sehingga lahan dijual.

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Dinas Pertanian dan Hortikultura Nusa Tenggara Timur Adi Wiratma mengatakan, pihaknya telah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang alih fungsi lahan ke DPRD untuk dibahas.

Peraturan daerah (Perda) alih fungsi lahan antara lain akan membatasi warga menjual sawahnya kepada pengusaha maupun investor. Perda juga akan memuat sanksi kepada petani yang menjual areal persawahannya untuk pembangunan gedung.

Warga memilih menjual areal persawahannya kepada investor karena tergiur harga beli yang cukup tinggi. Hal itu menurut Wiratma, tidak bisa dibatasi karena petani juga membutuhkan uang. “Jika ada perda dan tata ruang wilayah, tentu alih fungsi lahan dibatasi,’ katanya.

Ia mengatakan pembuatan perda alih fungsi lahan didasarkan pada empat perda yakni Perda Nomor 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang Inisiatif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Perda Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanin Pangan Berkelanjutan, dan Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. (tulisan liputan keadilan pangan-AJI Kota Kupang/gba)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.