Dana Promosi Pariwisata NTT Besar tapi Infrastruktur Minim

  • Whatsapp
Ilustrasi: Panorama Pantai dari Bukit Mando'o Rote/Foto: Pariwisataindo

 

Kupang–Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalokasikan anggaran besar untuk promosi destinasi wisata di daerah itu, namun tidak didukung pembangunan infrastruktur menuju lokasi destinasi, dan amenitas.

Amenitas ialah fasilitas di luar akomodasi antara lain rumah makan, toko cinderamata, dan mesin ATM. Selain itu, anggaran pembangunan pariwisata di Nusa Tenggara Timur dikenal sangat minim jika dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Alokasi anggaran untuk Dinas Pariwisata NTT 2017 dari dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp1 miliar yang diperuntukan untuk pembangunan infrastruktur, dan Rp19 miliar dari anggaran pendapatan dan belanjar daerah (APBD) yang sebagian besarnya dimanfaatkan untuk promosi.

Sekretaris Dinas Pariwisata NTT Wely Rohimone mengatakan seharusnya dinas pariwisata provnsi dan kabupaten yang bertugas melakukan perencanaan dan promosi, sedangkan pembangunan infrastruktur untuk aksesibilitas ke destinasi wisata diserahkan dinas pekerjaan umum dan pengairan, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dia mengatakan destinasi wisata NTT bervariasi dan punya kekhasan. Akan tetapi potensi besar itu belum dijadikan sektor unggulan terutama di kabupaten dan kota. Jika pariwisata dianggap mendatangkan devisa besar dan dijadikan sektor unggulan, pemerintah akan mengaloaksikan anggaran cukup untuk pembangunan amenitas dan infrastruktur.

“Ketersediaan anggaran untuk membangun amenitas tidak harus dari pemerinta pusat saja, tetapi juga harus berasal dari pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota, juga pengusaha,” ujarnya.

Menurutnya minat pengusaha berinvestasi di sektor pariwisata di NTT masih minim karena terbentur berbagai persoalan seperti biaya transportasi yang sangat mahal. Di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat misalnya, investor di sektor pariwisata masih didominasi asing.

Dia mencontohkan ongkos angkutan udara antarpulau di NTT lebih mahal jika dibandingkan dengan ongkos transporasi dari Kupang ke wilayah lainnya di Indonesia barat. Rata-rata pesawat yang beroperasi di daerah berbadan kecil dengan daya angkut kurang dari 100 orang. Selain itu konektivitas antardestinasi wisata belum terhubung dengan baik.

“Jika orang terbang dari Labuan Bajo ke Sumba, Dia mesti terbang ke Ende atau ke Kupang yang membuat ongkos transportasi jadi mahal,” ujarnya.

Kondisi pembangunan pariwisata NTT tersebut bertolak belakang dengan keinginan pemerintah daerah menjadikan daerah ini sebagai provinsi pariwisata. (sumber: mi/palce amalo)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.