Bahaya Mengonsumsi Obat PCC

  • Whatsapp
Obat PCC

Jakarta–Sebanyak 50 orang menjadi korban Obat PCC di Kendari, Sulawesi Tenggara.

PCC merupakan obat keras yang tidak boleh dijual sembarangan atau harus seizin dokter. Namun obat ini dipasarkan dengan harga murah kepada siswa di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Akibat efek penyalahgunaan obat ini, korban bisa mengalami gangguan kepribadian hingga disorientasi.

Pada Rabu (13/9/2017), seorang siswa SD dengan inisial R tewas akibat overdosis PCC, Somadril, dan Tramadol. Sehari kemudian, Riski (20) tewas tenggelam akibat berhalusinasi setelah mengonsumsi PCC. Dia lari ke laut kemudian tewas tenggelam.

Ayah Riski, Rauf menuturkan anaknya diketahui mengkonsumsi obat mumbul bersama adiknya, Reza. Beruntung, adiknya masih bisa diselamatkan dan dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa Kendari.

“Anak saya meminum obat mumbul yang dicampur dengan pil PCC, awalnya melompat ke got depan rumah. Adiknya berhasil diselamatkan, namun kakaknya bernama Riski berlari ke arah laut dan menceburkan dirinya,” terang Rauf.

Korban kakak-adik ini merasa kepanasan, efek dari obat yang dikonsumsinya. Sang kakak berlari ke arah laut dan menceburkan diri. Sayangnya, ia tenggelam dan ditemukan sudah tidak bernyawa.

Kepala BPOM Sulawesi Tenggara (Sultra) Adilah Pababbari menegaskan obat terlarang yang beredar selama beberapa hari terakhir dan cukup meresahkan masyarakat di Kota Kendari merupakan tablet PCC.

Dijelaskan Adilah, tablet PCC memiliki kandungan parasetamol, kafein, dan carisoprodol. PCC merupakan obat ilegal yang tidak memiliki izin edar dan dijual perorangan tanpa adanya kemasan.

“Salah satu kandungan dari PCC sendiri yakni carisoprodol, yang tergolong dalam obat keras berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan No 6171/A/SK/73 tanggal 27 Juni 1973 tentang Tambahan Obat Keras Nomor Satu dan Nomor Dua,” jelas Adilah di Kantor BPOM Sultra, Kendari, Kamis (14/9/2017).

Dari keterangan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, obat PCC dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Data Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara mengatakan saat ini sudah teradapat 60 korban penyalahgunaan obat PCC yang dirawat di tiga RS. Korban dirawat di RSJ Kendari (46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang).

Sebanyak 32 korban mendapat perawatan rawat jalan, dengan 25 korban rawat inap dan 3 orang lainnya dirujuk ke RS Jiwa. Dikabarkan pula Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.

“Pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan kepribadian dan gangguan disorientasi, sebagian datang dalam kondisi delirium setelah menggunakan obat berbentuk tablet berwarna putih bertulisan PCC dengan kandungan obat belum diketahui,” ujar Menkes dalam siaran pers, Kamis (14/9/2017).

Menkes berharap agar Badan Narkotika Nasional (BNN) segera mengidentifikasi kandungan obat tersebut. Ia juga berharap agar BNN menetapkan status zat yang terkandung dalam kelompok adiktif.

“Obat-obatan terlarang dan zat adiktif sangat membahayakan dan merugikan remaja sebagai asset masa depan bangsa. Maka, jika ini terbukti zat psikotropika, Kemenkes mengingatkan agar masyarakat berhati-hati terhadap NAPZA yang mengganggu kesehatan. Kami juga berharap agar BNN menginvestigasi secepatnya,” tegas Nila.

Obat PCC biasanya digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan untuk obat sakit jantung. PCC tidak bisa dikonsumsi sembarangan, harus dengan izin atau resep dokter. Obat PCC berbeda dengan narkoba jenis baru, Flakka, yang juga sudah beredar belakangan ini.

“Menurut literatur yang kami peroleh memang kandungan obat ini sementara ini bukan merupakan narkotik dan juga bukan yang sekarang ini tersebar di tengah masyarakat adalah jenis Flakka, bukan,” kata Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari, Kamis (14/9).

Flakka berbeda dengan pil PCC, yang digunakan anak sekolah di Kendari. Arman memastikan BNN akan melakukan uji laboratorium untuk memastikan lagi kandungan pil PCC yang digunakan anak sekolah itu.

“Ini sedang dalam penyelidikan kita dan tadi saya bicara dengan kepala laboratorium BNN supaya segera dikoordinasikan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengetahui kandungan yang betul-betul ada di dalamnya. Ini menjadi perhatian kita karena korbannya anak anak di bawah umur,” tuturnya.

Atas peristiwa ini, polisi telah menangkap 5 orang pelaku. Obat PCC yang diedarkan para pelaku menyebabkan puluhan orang kejang-kejang. Polisi pun mengamankan 2.631 pil PCC dan Tramadol dari para pelaku.

“Tersangka ditangkap di tempat terpisah dan waktu yang berbeda,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto dalam keterangannya, Kamis (14/9/2017).

Lima tersangka berinisial R, FA, ST, WY, dan A ditangkap tim gabungan dari Direktorat Narkoba Polda Sultra, Polres Kendari dan BNNP Sultra. WY merupakan apoteker dan A seorang asisten apoteker.

Pelaku berinisial ST (39) diketahui merupakan seorang ibu rumah tangga. Ancaman hukuman yang akan dikenakan kepada tersangka yakni ancaman hukuman penjara di atas lima tahun.

“Dua tersangka berprofesi sebagai apoteker dan asisten apoteker ditangkap di TKP Apotek Qiqa Jalan Sawo-sawo Kota Kendari dengan barang bukti obat jenis Tramadol sebanyak 1.112 butir,” ujarnya. (dari: detikcom)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.