Australia Tangkap 13 Nelayan Indonesia di Laut Timor

  • Whatsapp
Ilustrasi Perahu Nelayan

Kupang–Maritime Border Command (MBC) atau gugus tugas multi-lembaga dalam Angkatan Perbatasan Australia (ABF), dan Otoritas Manajemen Perikanan Australia (AFMA) dilaporkan menangkap 13 nelayan Indonesia di Laut Timor.

Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat di Laut Timor Ferdi Tanoni di Kupang, Jumat (11/5) mengatakan penanangkapan nelayan terjadi pada 19 April 2018.

Nelayan yang ditangkap tersebut berasal dari Sumenep, Jawa Timur, menangkap ikan menggunakan dua perahu di perairan Indonesia di Laut Timor namun dituduh melanggar batas perairan Indonesia-Australia.

Menurut Ferdi yang menerima laporan dari jaringan Peduli Timor Barat di Darwin, Australia, sebelum ditangkap, sebuah pesawat ABF Dash08 melakukan pengintaian terhadap kapal nelayan tersebut. Mereka menuduh nelayan telah memasuki melanggar batas perairan sampai satu mil atau di dalam zona perikanan Australia (Australian Fishing Zone).

Awak pesawat itu kemudian mengirim laporan kepada Maritime Border Command untuk melakukan penangkapan nelayan menggunakan Kapal Angkatan Laut Australia HMAS Broome. Akan tetapi menurut Ferdi, dua kapal nelayan Indonesia itu masih berada sekitar 3,9 mil laut dari perbatasan perairan Indonesia-Australia.

“Tindakan Australia melakukan penangkapan para nelayan Indonesia di Laut Timor itu merupakan tindakan ilegal yang harus dihentikan oleh Jakarta,” kata Ferdi kepada wartawan.

Ferdi mengatakan Zona Perikanan Australia yang dijadikan dasar penangkapan para nelayan oleh Australia itu diklaim sepihak hingga hampir saja mencaplok Pulau Rote.

Secara sepihak pula Australia mengklaim nya sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Australia. Klaim itu kemudian ditingkatkan menjadi Perjanjian RI-Australia tahun 1997 tentang Zona Ekonomi Eksklusif dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu yang hingga saat ini belum diratifikasi.

“Tidak mungkin bisa diratifikasi lagi karena telah terjadi perubahan geopolitik yang sangat signifikan di Laut Timor dengan berdirinya Provinsi ke 27 RI Timor Timur menjadi sebuah negara berdaulat Timor Leste pada 2000,” ujarnya.

Perjanjian RI-Australia tahun 1997 tersebut berisi 11 Pasal dan dengan tegas tertulis dalam pasal 11 bahwa ‘Perjanjian ini baru mulai berlaku pada saat pertukaran piagam-piagam ratifikasi kedua negara’. Akan tetapi Australia kembali menggunakan perjanjian yang belum berlaku ini untuk memberangus para nelayan Indonesia yang beroperasi di Laut Timor.

Sementara menurut Ferdi, Jakarta terus berdiam diri tanpa ada langkah-langkah untuk memberikan proteksi terhadap nelayan Indonesia yang diperlakukan secara tidak manusiawi oleh Australia selama puluhan tahun terakhir.

“Kami mendesak Jakarta untuk dapat segera menghentikan tindakan ilegal Australia terhadap nelayan Indonesia di Laut Timor dan segera membatalkan seluruh perjanjian perbatasan RI-Australia yang pernah dibuat dalam kurun waktu 1972 1997 yang sangat merugikan interes nasional negara,bangsa,rakyat dan kedaulatan NKRI,” tegas Tanoni

Alasan lain yang dikemukakan oleh mantan agen Imigrasi Australia ini agar seluruh perjanjian perbatasan RI-Australia di Laut Timor harus dibatalkan merujuk pula pada kesepakatan dan penetapam garis batas perairan Australia dan Timor Leste yang baru di Laut Timor dengan menggunakan prinsip median line (garis tengah) sehingga secara otomatis telah berdampak sangat signifikan terhadap garis batas periaran RI-Australia di Laut Timor dimana garis batas perairan RI-Australia di Laut Timor menjadi tumpang tindih. (mi)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.